"Jadi kita mulai pelajaran hari ini, siap?"
"Siap!" jawab pengamen-pengamen jalanan itu serempak.
"Nah, ada yang tau apa itu sejarah?" tanya gue, tapi gak ada yang menjawab. Gue memutuskan menunjuk salah satunya. Gue memilih cewek yang duduk di ujung kanan belakang. "Coba jawab sama ... kamu, cewek yang di belakang pojok."
"Sejarah itu ...," jawabnya sambil menggaruk rambut panjang lurusnya yang agak kusut. "Kenangan."
Gue hanya bisa bengong mendengarnya. Para ahli ada yang pernah bilang sejarah itu kenangan gak, ya? Aduh mana tadi malam gue gak sempet ligertian sejarah menurut para ahli semuanya. Di catatan yang gue buat semalem juga gak ada.
Ah, Revi kenapa harus gini, sih? Gue jadi bingung sendiri. Teringat saat Revi mengajukan dua syarat itu.
"Okay Vin, gue mau ikut di film pendek lo." Kalimat Revi yang ini membuat gue seneng bukan kepalang. "Tapi ada dua syarat yang harus lo penuhi."
"Apa?" tanya gue heran.
Menoleh kanan kiri melihat situasi dan kondisi yang aman dia berbicara pelan. "Yang pertama lo jangan sebat rahasia gue. Setuju?"
Gue mengangguk menyetujui. "Terus yang ke dua?"
"Lo harus menjadi salah satu pengajar buat pengamen-pengamen di rumah yang kemaren. Setuju?"
"Kalau ini gue gak setuju. Ya kali, gue jadi guru. Ulangan aja keseringan remed, gila lo ya."
"Kalau lo gak setuju. Ya udah gue gak mau kerja sama dengan lo. Dan sekali berita itu tersebar lo bakal gue tampung di gudang. Gimana?"
"Iya gue setuju," jawab gue terpaksa. "Jadi gue harus ngajarin apa?"
Revi berpikir sejenak. "Mungkin diantara PKN atau sejarah, Vin. Belum ada yang ngajarin tentang itu."
Percakapan kita terhenti saat bel tanda istirahat usai udah berbunyi. Akibat percakapan waktu itu di sinilah gue sekarang. Di rumah lindung--kata Revi begitu sebutannya--mengajar sekitar dua puluh pengamen-pengamen jalanan. Umurnya bervariasi dari yang paling muda dengan umur tujuh tahun. Paling tua berumur lima belas tahun.
Mereka semacam punya kelas untuk belajar. Namun, tempatnya di halaman belakang rumah. Supaya nyaman untuk ditempati diatasnya ditutup menggunakan terpal. Beralaskan tikar yang tergelar di atas rumput. Ada sebuah pohon mangga di sudut dekat tembok pembatas. Pembelajaran ini menyatu dengan alam.
"Kenangan adalah salah satu dari bagian sejarah." Sebenarnya gue ragu buat jelasin. Menurut gue sih kenangan itu sama aja dengan peninggalan. Namun, peninggalan kenangan itu terpatri di hati dan pikiran.
"Tapi, pengertian sejarah itu adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau atau masa lalu yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa," lanjut gue.
Gue terus menjelaskan tentang pengertian sejarah. Pengertian menurut bahasa inggris, arab, yunani, dan jerman. Beberapa gue terangin menurut pengertian para ahli. Gue gak buka buku. Hanya malam membaca yang harus gue pelajari yang nantinya akan disampaikan. Gue emang kuat dihapalan. Kalau lebih rajin baca mungkin gue bisa jadi juara seangkatan IPS, tapi apa daya kesibukan gue banyak--faktor males juga ada sih.
"Ada tiga aspek dalam sejarah, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang," jelas gue pindah topik dari pengertian sejarah.
Gue lihat ekspresi mereka semua yang seperti mengantuk. Ada yang senderan sesama orang, meregangkan tangan, menguap, dan bahkan ada yang udah tertidur dengan tangan sebagai penyangga. Intinya mereka bosan dengan pengajaran gue.
"Oleh karena itu, sejarah mencakup ...,"
"Stop, Vin. Mereka udah bosen sama penjelasan lo. Ngajar lo juga kecepetan. Mereka cuman ngangguk waktu lo nanya paham atau nggak. Oh, iya satu lagi. Kita biasanya langsung praktek. Misal pelajaran seni yang gue pegang. Prakteknya main alat musik, ngegambar, atau bikin kerajinan. Itu akan berguna kelak. Matematika pun yang diajarin cuman tambah, kurang, kali, dan bagi," jelas Rion.
Dari tadi Rion, Revi, dan teman-temannya duduk di setiap ujung pengamen-pengamen jalanan itu. Gue kena tegur. Emang gak cocok jadi guru. Mungkin penjelasan gue ini lebih cocok kalau membahas rapat. Bukan membahas pelajaran.
"Sebelumnya gue minta maaf, Yon. Gue cuman dapet perintah dari Revi ngajarin sejarah atau PKN. Dan gue milih sejarah buat hari ini. Dua pelajaran itu bingung kalau praktek. Hampir semua teori. Masa kita mau praktek menganalisa tulang belulang manusia purba yang udah terkubur berapa ratus tahun lalu. Itu dipelajari kalau kuliah arkeolog atau semacamnya."
"Rion, ini salah gue juga yang gak sempet jelasin harus praktek," ujar Revi, lalu jeda sejenak. "Gue punya usul gimana kalau sekarang kita belajar lagu kebangsaan Indonesia. Belum dipelajari, kan? Nah, Alvin lo jelasin sekilas tentang makna lagu kebangsaan Indonesia terus yang lain praktekin. Setuju, gak?"
"Setuju!" serempak semuanya menyetujui.
Gue langsung nanyain ke si Mbah--maksudnya google--tentang lagu Indonesia Pusaka. Lalu, menjelaskan sekilas tentang lagu itu. Meskipun ini mungkin masuknya ke materi PKN tentang bela negara bukan sejarah, tapi gak masalah.
Gue memberi contoh menyanyikan lagu ini. Selanjutnya, kami menyanyi bersama. Mereka terlihat bahagia saat menyanyikan lagu itu. Diiringi dengan petikan gitar dari Syam.
Sambil bernyanyi gue lihat Revi duduk di ujung yang berbeda dengan Rion. Dia ikut menepuk tangannya seirama dengan yang lain menambah iringan musik selain gitar. Revi tersenyum memberikan kepedulian untuk mereka. Seolah berbagi kebahagiaan. Ini adalah pengalaman yang paling menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journalist #ODOCTheWWG
Teen FictionCover by @WidyaOktav Gue Alvin Chandra Dirgantara. Kelas 11 IPS 3 di SMA Garuda. Hanya siswa biasa yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. Gue seneng bisa tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik. Wawancara, membuat berita se...