Suasana kantin disetiap jam istirahat pasti selalu ramai. Secara, tidak ada tempat yang lebih menarik daripada itu kan? Navya berdiri kebingungan disalah satu sudut kantin. Mata nya menyimpan sedikit minus yang menyebabkan nya harus berjuang sedikit lebih banyak untuk memfokuskan pandangannya. Entah kenapa rasanya kurang percaya diri jika menggunakan kacamata. Seseorang melambaikan tangan kearah nya. Karena merasa terpanggil, akhirnya Ia memutuskan untuk mendekati si pemilik tangan.
"Gak dapet kursi kan? Disini aja, masih longgar banyak kok." pemilik wajah sawo matang dengan senyum yang sangat manis itu berbicara dengan ramah kepadanya. Sesuatu yang harus diajarkan pada remaja jaman sekarang adalah bagaimana cara nya bertutur kata dengan baik, bukan dengan umpatan kasar tanpa makna yang bijak itu.
"Gak usah mikir lama deh, ini tempat umum kok. Semua orang bisa duduk dimana aja." cewek dengan rambut diwarna coklat menimpali.
"Mangga, duduk." Navya menurut. Ia duduk canggung diantara tiga cewek dihadapannya. Salah satu dari mereka adalah teman sekelasnya. Wajahnya sudah familiar bagi nya.
"Kenalin, gue Diva." cewek yang hitam manis tadi mengulurkan tangannya. Navya tersenyum simpul dan membalas uluran tangannya.
"Navya." balasnya singkat.
"Gue Bianca, anak sebelah kelas lo." si rambut coklat lagi lagi menimpali.
"Jadi gimana?" Navya mengenalnya. Namanya Firda, teman sekelasnya.
"Gimana first impression lo masuk sini?" lanjut Diva. Navya tampak berpikir.
"Aneh. Aku gak biasa sekolah bareng cowok." jawabnya sedikit canggung.
"Why Nav? Itu hal biasa kali." Bianca tampak heran.
"Gak papa sih, cuma aneh aja. Mungkin aku-nya yang emang belum bisa beradaptasi."
"Maybe. Lo tenang aja, kita bisa bantu lo buat beradaptasi disini. Lo mau?" kali ini usulan Firda sangat membuatnya senang. Ia mengangguk mantap. Keempatnya kemudian tertawa.
Sejenak Ia merenung. Ia memang sedikit kecewa dengan adanya perpisahan. Karena nya kita kehilangan orang yang kita sayang. Dan sulit mencari orang sepertinya. Namun, lagi lagi Allah adil dengan segala ketetapannya. Walaupun tidak bisa menemukan orang seperti nya, namun akan hadir orang yang tetap bisa melengkapimu, walau tak sebaik dia.
Untuk itu, Ia tetap harus bersyukur.
✨
"Hari ini tim basket nya bakal tanding."
Obrolan pagi ini dimulai dengan info yang dibawa Diva. Sebagai jurnalis sekolah, Diva sangat membutuhkan artikel tentang ini.
"Siapa lawannya?" tanya Firda sambil menyeruput es teh nya. Pagi ini Firda sengaja mengajak kumpul di Kantin sebelum bel masuk, katanya untuk menemani dia sarapan.
"SMA Diponegoro." jawab Diva.
"Kalau ini gue jadi gak bisa nebak siapa yang bakal menang. Ya tapi, selama ada kak Pandu apa sih yang gak.." ujar Bianca. Navya menyimak. Ia harus banyak belajar tentang sekolah ini. Wajar, kan baru mau dua minggu.
"Temenin gue nonton ya, gue dapet jatah nulis artikel." Diva meminta.
"Apa sih yang enggak buat elo." gombalan Firda sukses mendapat jitakan dari Bianca. Kemudian diikuti tawa dari yang lain.
✨
Lapangan basket yang luas. Segerombolan pria masuk dengan kostum biru putih kebanggaan sekolah. Seseorang dengan mata dinginnya memimpin pasukannya dengan berdiri paling depan. Kata Firda, dia senior disini. Kelas dua belas. Anak IPS. Namanya Mahesa. Kata Bianca, orang nya bad boy yang kece. Inceran banyak cewek. Ketua nya mostwanted. Benarkah?
Dilihatnya Mahesa mejabat tangan kapten lawan sebelum peluit panjang dibunyikan. Pertandingan yang sengit. Ia tak begitu paham. Selama Ia di pesantren, hanya pertandingan futsal lah yang sering dilihatnya. Berulang kali Ia melirik papan score. Sesekali tim Mahesa memimpin, namun tak berselang lama poin mampu di kejar oleh tim lawan. Ia sempat menahan napas saat detik-detik terakhir pertandingan. Dan,
"The winner is SMA Dirgantara!" suara microphone itu sukses membuat kupu-kupu di perutnya terbang begitu saja. Untuk pertama kalinya, Ia dapat merasakan euforia kemenangan dalam pertandingan.
“Abis ini temenin gue wawancara sama dokumentasi pasca tanding ya.” pinta Diva saat pertandingan telah usai. Firda menghela napas. Bianca memutar bola matanya. Malas.
“Lo nggak inget? Gue sama Bi masih harus ke kepsek.” seakan mengerti, Diva berganti menoleh kearah Navya.
“Nav? Lo mau kan temenin gue?” Navya tersenyum. Bukankah menolong orang lain itu besar pahala nya?
“Lets see.”
Sontak Diva memeluknya, “Yes, thank you Nav.”
Hai, Salma.
Hari ini aku merasa ada hadirmu disini. Aku emang nggak nemu orang kayak kamu. Tapi setidaknya, ada orang yang bisa membahagiakan ku seperti mu.Dia temanku untuk hari ini.
Dan semoga juga untuk esok.Kamu bukan temanku.
Kamu lebih dari itu.
Kamu sahabatku.
Kamu saudariku.
Terimakasih untuk semua doa baikmu.Untuk, Salma.
Dari, Navya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Weird
SpiritualKita memang selalu memiliki rencana. Terutama akan masa depan hidup. Tapi, bukankah semua sudah tertulis di Lauhul Mahfudz-Nya jauh sebelum kita diciptakan? Allah menentukan takdir, namun Allah memberi kesempatan kita untuk bisa merubahnya. Sekali l...