1

8 1 0
                                    

"Bukankah jatuh cinta dengan sahabat sendiri itu wajar?"
(Malsie)
________________________________________________________________

Sudah empat tahun Malsie merindukan sosok itu, sosok yang selalu menemani dan selalu ada ketika gadis ini dirundung kesedihan. Sosok yang selalu ada ketika Malsie melakukan dan menemukan hal baru di hidupnya.

Sekarang kedua manik mata Malsie melihat sosok itu kembali, melihat sahabat kecilnya berdiri di depan kelas. Dengan senyum merekah memperkenalkan diri dan kedua manik mata sosok itu lebih lama memandang kedua manik mata Malsie, dan Malsie sadar akan hal itu.

Begitu rasa rindu yang telah mengendap dalam hatinya selama empat tahun meledak begitu saja, tanpa sadar air matanya mengalir, rasa bahagia hadir dalam hati yang menggantikan rasa sedihnya selama ini.

Sosok itu mendekat, duduk tepat di sebelah Malsie karena di kelasnya hanya ada bangku itu yang kosong.

"Hai, Mal, gimana kabar lo?"

Masih sama dengan empat tahun lalu, nada halus saat berbicara dengan Malsie, ekspresi yang selalu tersenyum ketika berhadapan dengan Malsie, manik mata yang selalu menatap mata Malsie dengan rasa hangat, tapi hanya suara yang berbeda. Lebih berat dibanding empat tahun lalu.

"Than, gue kangen lo," bisik Malsie. Dan sosok yang dipanggil Ethan itu mengangguk paham.

"Sama, gue juga, Mal," senyum Malsie merekah lebih lebar. "Jangan nangis, Mal, udah berapa kali gue bilang, gue paling gak suka kalo lo nangis," lanjut Ethan.

Malsie menghapus air matanya. Ternyata rasa rindu yang ia simpan selama ini, rasa cinta kepada sosok yang duduk di sebelahnya saat ini, rasa bahagia yang tersimpan hanya untuk Ethan selama ini bukanlah hal yang sia-sia. Dirinya tak salah memberi Ethan semua perasaan bahagianya, Malsie sudah jatuh cinta dengan Ethan sejak lama. Dan tanpa Ethan tahu, Malsie menunggu selama itu demi dirinya.
________________________________________________________________

"Kapan pindah dari Surabaya, Than?"

Malsie dan Ethan duduk di kantin, menyantap mie ayam masing-masing sambil melepas rasa rindu dengan bebas. Saling bertanya kabar satu sama lain secara mendalam.

"Satu minggu yang lalu," jawab Ethan, "gue menepati janji gue kan, Mal, kalo gue pasti balik ke Jakarta."

Malsie tersenyum mengangguk, "oh iya, bunda sering banget bilang kalo dia kangen banget sama lo, main ke rumah yuk."

Ethan sedikit berpikir, "jangan hari ini ya, Mal, gue masih banyak urusan. Besok aja gimana?"

"Boleh kok, kapan aja lo mau main ke rumah, pintu rumah gue bakal selalu kebuka buat lo," Malsie menyetujui usulan Ethan.

Kedua orang itu berlanjut menyantap mie ayam masing-masing.

Baru dua kali Malsie menyuapkan mie ayamnya, seseorang sudah menyenggol bahunya.

"Anjay!" kaget Malsie ketika bahunya disenggol. Mata gadis itu langsung menangkap Sani, teman sekelas yang dekat dengannya, "Sani, lo tuh liat-liat, gue lagi makan."

Sani terkekeh lalu duduk di sebelah Malsie, "oh iya, lo anak baru yang namanya E... E... E siapa ya?"

Malsie memutar bola matanya, "Ethan, oneng."

"Oh iya, Ethan," Sani menepuk dahinya, "maap, ya, ingatan gue tentang nama orang itu jelek banget."

"Oh iya, gue Sani, temen sekelas lo," ujar Sani memperkenalkan diri.

"Gue Ethan," balas Ethan.

"Lo tuh berdua udah saling kenal ya? Perasaan deket banget," pertanyaan Sani tertuju kepada kedua orang yang sedang asik menyantap mie ayamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love in SufferingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang