BAB 2 : Mari Berteman

1.2K 109 26
                                    

"Tidak akan Allah antarkan hamba-Nya pada suatu jalan, kecuali telah Ia persiapkan kejutan untuknya dikemudian hari."

-Pecah-

---

[3 tahun yang lalu]

Senin kali ini, terlihat kerumunan ribuan anak memakai kemeja putih dan bawahan kain hitam memadati lapangan. Pagi ini merupakan apel pembuka ospek salah satu universitas ternama di kota pelajar. Di antara kerumunan tersebut, Rajwa Izzatunnisa yang tercatat sebagai mahasiswa baru turut masuk ke dalam barisan kelompoknya. Tanda pengenal sudah tersemat di dadanya yang bertuliskan nama lengkap, nama kelompok, asal program studi, dan juga nama ilmiah. Gadis itu terlihat antusias, meski sepagi ini keringat sudah membasahi tubuhnya yang baru saja selepas subuh tadi dia basuh.

Dengan sigap, Rajwa melepas tas punggungnya dan meletakkan tepat di samping kiri kakinya yang jenjang. Sebelum bersikap siap seperti intruksi, Rajwa terlebih dahulu membenahi kerudung segiempat yang sedikit reot. Kakak tingkat yang bertugas sebagai panitia ospek mulai memeriksa satu persatu tas mahasiswa baru. Terlihat beberapa calon mahasiswa beraut tegang karena takut jika ketahuan melanggar aturan. Berbeda dengan Rajwa, dia bersikap tenang setelah yakin bahwa dia tidak membawa satu barangpun yang dilarang. Ketika apel pembuka telah dilaksanakan, semua calon mahasiswa baru digiring memasuki aula universitas untuk mendapatkan pembekalan dari pemateri.

Pilihannya untuk hidup sendiri di kota orang demi memperjuangkan impiannya, akan Rajwa terima dengan baik segala konsekuensi yang akan didapat. Dia bukan dari orang yang berada, namun bukan pula dari orang yang serba kekurangan. Hidupnya cukup, dengan hanya bersyukur setiap saat. Beruntung, disaat orangtua lain mengesampingkan pendidikan anaknya, berbeda dengan orangtua Rajwa yang mendukung penuh putrinya untuk melanjutkan tholabul 'ilmi hingga tingkat perguruan tinggi. Meski dengan banyak pengorbanan karena memang biayanya yang tidak murah, setidaknya ilmu yang akan didapat lebih berharga ketimbang pengorbanan yang dilakukan sekarang.

Rajwa sadar, perjalanannya masih panjang. Dia baru saja menjejaki garis start dan masih memerlukan banyak tahapan untuk mencapai finish. Jalan yang akan dia hadapi pun tidak akan mudah, karena itu dia harus mempersiapkan mental sejak sekarang.

"Hei, kamu!"

Rajwa tersentak kala teguran itu menyambangi rungunya. Dengan mengelus dada, Rajwa merapalkan istighfar.

"Dengarkan pemateri dengan baik, jangan malah melamun," tegur salah satu panitia yang berpembawaan garang.

Rajwa hanya mengangguk kikuk, malu karena ketahuan melamun di tengah pemateri menyampaikan beberapa informasi. "Fokus Rajwa, ini baru hari pertama," bisik hatinya.

---

Ospek hari pertama berakhir tepat pukul empat sore. Dengan mencangklong tasnya, Rajwa berjalan keluar dari gerbang utama kampus.

Lembayung yang menjingga, mulai bergelayut manja pada langit sore. Berbisik manja seolah tak rela jika ia harus segera enyah dan digantikan pekatnya malam. Sembari berjalan, Rajwa berpikir makan apa dia malam nanti? Badan yang terasa capek membuat Rajwa malas jika harus memasak sendiri. Terlebih, dia merupakan anak baru di kos-kosannya, sehingga sedikit sungkan jika keluar kamar dan berpapasan dengan penghuni kos yang lain. Maklum, gadis itu sedikit pemalu dengan yang baru kenal, dan akan sangat ceriwis jika sudah akrab.

Pluk!

Rajwa meringis saat merasakan ada sesuatu yang mengenai jidatnya. Sebiji kuaci sudah teronggok tepat di depan sepatunya saat dia menghentikan langkah secara tiba-tiba. Kepalanya kemudian menoleh ke arah kanan saat mendengar sebuah cekikikan dari suara yang beberapa hari lalu pernah dia dengar.

PecahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang