"Kamu mungkin masih kecil, putri Maira. Namun kamu harus tau, kamu juga sudah siap untuk berperang. Kakek menghimbau dan sangat berharap kamu mau terjun di medan pernang kali ini. Janganlah bersedih sampai berlarut-larut. Saya yakin, ibumu pasti akan kembali." kata Kakek Zorg, penasehat kerajaan Naga.
"Kakek juga sudah menyiapkan satu ekor naga untuk kamu bertempur. Namanya Dra." lanjut kakek Zorg.
"Terima kasih atas usul dan saran kakek Zorg. Saya juga akan terjun dalam medan perang kali ini. Namun, jangan katakan apapun kepada ayahanda, jika saya akan terjun langsung ke medan perang." kata putri Maira mantap.
"Baiklah putri, saya tidak akan mengatakan apapun kepada raja tentang niat baik putri ini." kata kakek Zorg mengerti.
"Baguslah kalau begitu." ucap putri Maira sebelum ia beranjak dari singgasananya, dan pergi menuju taman belakang istana.
Langkah demi langkah ia berjalan dengan mata menerawang jauh di sana. Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah ia juga akan menyusul sang ibu di sisi-Nya?
Buk. Putri Maira jatuh karena tersandung batu yang lumayan besar dan menghadang langkahnya. Sial. Umpatnya dalam hati sambil berdiri dan membersihkan gaunnya yang cukup kotor karena penuh dengan tanah dan debu.
Tanpa mempedulikan gaunnya lagi, ia kembali melangkahkan kaki ke taman belakang istana. Di sana, sepi dan terdapat sebuah bangku kosong yang selalu ia duduki setiap pagi dan sore. Merenung, dan berpikir.
"Semoga saja, aku masih bisa melihat kerajaanku lagi." gumam putri Maira sambil menatap langit pagi yang masih bersih itu.
"Putri Maira!" putri Mairapun tersentak karena ada yang memanggil namanya dengan nada tinggi, dan sukses membuatnya tersentak karena terkejut.
"Maafkan aku putri, namun musuh telah mendekat. Sebaiknya putri segera berganti pakaian dan mulai ikut berperang dengan kami." ucap salah satu panglima perang kerajaan Naga.
"Jangan putri!" sambar kakek Zorg dari kejauhan.
"Maafkan aku kek, namun aku harus berperang." kata putri Maira keukeuh. Ia pun juga tak sadar siapakah yang ada di hadapannya saat ini.
Dia bukanlah panglima, namun penyihir kegelapan yang menyamar menjadi panglima demi mendapatkan kalung sakti yang dikenakan sang putri. Ya, kalung itu pemberian mendiang ibunya, Ratu Rossa.
Kalung itu bisa menolak segala mantra jahat, dan itu sungguh merepotkan bagi penyihir kegelapan untuk mengambil alih kekuasaan kerajaan Naga.
Putri Maira terus melangkah bersama sang penyihir kegelapan hingga memasuki hutan terlarang. Namun, di sana, ia bisa melihat sosok mendiang ibunya. Ratu Rossa.
"Putriku Maira, sadarlah nak. Sadarlah! Itu bukan panglima, itu penyihir kegelapan."
Deg.
Splash.
Berubahlah wujud asli penyihir itu. Namun, sudah terlambat. Sang putri telah tiada di tangan sang penyihir kegelapan.
"Maafkan aku putri, saya harus membunuh putri demi kelancaran rencana saya. Demi memperebutkan tahta kerajaan Naga! Hahahahahahaha!" seru penyihir kegelapan itu yang menggema di seluruh penjuru wilayah hutan larangan.
Dari kejauhan, nampaklah arwah sang putri dalam gandengan arwah sang ratu. "Maafkan Maira, ibu. Maira tidak bisa memberikan kemenangan untuk kerajaan." gumam putri Maira penuh penyesalan.
"Tak apa putriku, yang penting sekarang arwahmu tidak dibawa genggaman penyihir kegelapan. Kita harus cepat terbang ke langit di dunia bidadari. Jika kita tidak cepat, penyihir kegelapan akan mengambil arwah kita. Karena raga tidaklah cukup untuknya." ujar sang ratu sebelum mereka terbang ke langit menuju dunia bidadari.
The End
![](https://img.wattpad.com/cover/144899616-288-k473403.jpg)