Sayup terdengar suara pengamen jalanan dilampu merah. Khas sekali dengan beberapa alat yang mirip angklung, rebab dan beberapa alat musik lainya yang tak ku mengerti namanya. Vokalisnya berambut panjang, gayanya tampak classic tapi tidak semewah penyanyi-penyanyi kafe.
"Bapak lampunya udah hijau" suara ibu memecah kekagumanku terhadap sekelompok pemusik jogja tadi.***
Akhirnya kami sampai dirumah eyang juga. Asri sekali, bahkan sepanjang perjalanan didesa menuju rumah kakekku tampak begitu hijau dengan hamparan sawah yang menyubur.
"Mei cucu kesayangan eyang sini nduk peluk eyang putri" ucap nenek menelentangkan tangan rentanya agar aku mau mendekat dan memeluknya. Netraku mengamatinya sejenak, eyang putri nampak lebih kurus dari setahun kemarin. Keriputnya mengalir sepanjang kulit yang melekat ditubuhnya. Iya, eyang putriku sudah berusia 80 tahun, tapi dia masih sehat sampai sekarang.
Aku segera berlari menyambut pelukan nenekku, hangat sekali dengan aroma minyak kayu putih yang mengharumkan.
"Eyang gimana kabarnya?" Aku melepas pelukan eyang putri dan menatapnya.
"Alhamdulilah sehat. Yasudah ayo masuk semua" ayah ibu menyalami tangan nenek sebelum masuk.***
Suara hpku bergetar _drrrt...drrrt..._ ada beberapa pesan yang masuk.
Aku sangat berharap mas febri lah orangnya. Aku sempat ragu melihatnya, tapi akhirnya kubuka pola hpku.
Dan ternyata itu dari bintang, sahabatku.Mey, nnti jgn lp klo udh smpe pap rmh eyangmu lohhh
-bintang
Hal ini membuatku harus kembali keluar rumah dan mengambil gambar rumah classic eyang lalu kukirimkan pada bintang.
Baru saja kakiku hampir melangkah masuk kerumah eyang, ada sebuah chat yang masuk dan... itu dari mas febri. Aku loncat-loncat kegirangan sambil tertawa ria. Ah, hal sekecil ini saja sudah mampu membuat euforia seorang mei yang pada dasarnya sangat pendiam.
"Mey, kamu kenapa loncat-loncat sendiri disitu?" Deg, suara ibu berhasil membuatku berdiri kaku, kalau saja ibu tau pasti akan sangat memalukan.
"Hehehe ngga ko bu ini lagi olahraga aja, abisnya pegel kelamaan di mobil" jawabku sambil kupaksakan untuk tetap tersenyum meskipun lebih terlihat seperti sedang nyengir.
Ibu menggeleng-gelengkan kepala lalu masuk kedalam. Aku langsung membuka chat tadi dengan gugup sampai-sampai mataku terpejam karna takut isi chat itu tak sesui harapan. Tapi akhirnya kubuka juga mataku.
Dek, udah nyampe?
-kakakUdah mas, kenapa?
Alhamdulillah dek kalo gitu. Sehat-sehat ya disana, jangan bandel, ngga ada mas yang jagain kamu. Kalo ada apa-apa hubungin mas ya
-kakakIya. Makasih mas
Manis sekali rasanya perhatian kecil tuan februari ini, aku jadi senyam senyum sendiri ah ke ge-er an sekali aku ini tapi biarin lah. Akupun masuk untuk menemui yang lain tanpa hentinya mulutku bersenandung, sampai-sampai semua orang beralih memandangiku yang mendekat.
"Mei cucu nenek seneng banget keliatanya, abis ditelpon siapa?" Ucap eyang menyelidik.
"Ah engga ada yang nelpon kok eyang. Mei mau liat kamar mei dulu ya?" menghindari pertanyaan yang lebih gawat lebih baik aku pergi ke kamarku saja.
Kaki demi kaki melengkah menaiki anak tangga kayu yang pegangannya penuh dengan ukiran, warnanya coklat mungkin karna memakai pewarna alami. Anak tangga terakhir lalu kesebelah kiri kata ayah kemarin adalah kamar milikku. Sekilas nuasnsaya sama dengan yang lain tapi setelah kudekati lagi pintunya kubuka sepenuhnya semuanya tampak lebih cantik, aku mulai menyukai ruangan ini. Belum lagi sebuah jendela yang menghadap langsung ke pemandangan persawahan penduduk. Ah asri sekali jogja milikku hari ini. Disudut ruangan terdapat meja nakas, foto eyang putri bersama eyang kakung membuatku sejenak merasakan ingatan kepergian eyang kakung dua tahun silam. Saat itu eyang terkena serangan jantung dihari ulang tahun eyang putri, tentu saja hadiah ulang tahun paling menyedihkan itu takkan terlupakan oleh setiap memori keluargaku sampai saat ini. Tapi karna eyang putri yang cintanya begitu besar pada eyang kakung, ia tak ingin pindah bersama kami di bandung padahal disini eyang hidup sendiri, karna itulah keluargaku yang akhirnya pindah untik menemani hari tua eyang putri. Dan tanpa sadar air mataku menetes bebas begitu saja, iya hari pertamaku dijogja yang asri dan membuka memori lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Embun Pagi
Novela JuvenilHanya sebuah kisah rasa kagum yang teramat dalam gadis embun pagi dibulan mei pada laki-laki Februari yang pandai bersyukur dan melukis dunia dengan senyuman paling tulus bagi siapapun yang pernah melihatnya. Namanya Febri, tampan dan sangat menyaya...