Dua Puluh Dua : Rival?

3.3K 512 69
                                    

"Sudah puas kencannya?"

"Eh? Memang kita ini sedang kencan ya?" Naruto mengerling usil. Menuai dengus samar dari si pemuda Uchiha. Keduanya berjalan beriringan keluar gedung bioskop dengan dua cup cokelat milkshake dan kopi di tangan.

"Memangnya bukan?" Sasuke bertanya.
Melirik sekilas beberapa gadis yang menyapanya hanya untuk kembali menoleh  pada si pirang.

"Bukan."

"Duh, kok sakit ya hatiku," sahut Sasuke cepat seraya meletakkan telapak tangan kanannya di dada kiri. Pose nelangsa.

Bola mata biru berotasi malas. Menuai kekeh geli dari bungsu Uchiha yang lantas menarik kepalanya cepat dan mendaratkan kecupan gemas di pelipis kirinya.

Duh, manis.

Naruto menyesap sejenak cokelatnya dan kembali bertanya, "Setelah ini kemana?"

"Maumu ke mana?"

Naruto tampak berpikir. "Tidak tahu. Kau punya rekomendasi tempat bagus?"

Sasuke diam. Meraih helm dari atas sadel dan berujar, "Aku tahu tempat bagus," sembari menaikkan satu alis dan mengulas senyum kecil.

"Ke mana memang?"

Si pemuda mendekat.

"Kamarku, di rumah. Ke sana yuk," bisiknya.



Tsk.

..
..
..

Ini apa?

Maksudnya ini apa?

Lima belas menit lalu, setelah keluar dari bioskop mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke taman pinggir kota. Cari tempat sejuk buat pacaran, bilangnya Sasuke. Biar rasa pacar betulan, bukan lagi kekasih abal- abal.

Duduk berdua, gandengan tangan, dan berakhir ciuman. Ekspektasi Sasuke sungguh luar biasa.

Narutonya sih langsung setuju; tanpa tahu niat terselubung dari si Uchiha dengan rencana emas nya. Tapi begitu sampai di tempat tujuan-

Seekor hama datang menganggu.


"Teme, Kyuubi bertanya," Naruto mencubit pipi Sasuke untuk menyadarkan pemuda itu dari lamunan suram.

Siapa coba pria ini?

Sasuke menoleh malas.

Pada pemuda ganteng lain yang disinyalir bakal jadi saingan cintanya kelak dalam mendapatkan hati si pirang.

Sasuke tahu, rencana kencan manisnya dengan bungsu Namikaze di taman gagal total sejak gadis pirang di sebelahnya bertemu pandang dengan sesosok pemuda asing dan bersorak 'Kyuu!' dengan girangnya.

"Tanya apa memang?"

Naruto menghela nafas panjang.

"Maaf. Dia memang sedikit tuli kalau sedang bengong," ujar Naruto pada Kyuubi sembari menunjuk Sasuke dengan jempol kanannya.

Menuai geraman pelan dari si calon suami.

Kekeh pelan terdengar. Lelaki muda berambut orange kemerahan itu menepuk puncak kepala Naruto lembut.

'Sembarangan. Propertiku, Kuso!' batin seseorang berseru tidak terima.

"Tidak masalah. Barangkali dia tadi tengah terpesona padaku," balas Kyuubi teriring senyum menawan yang melumerkan hati gadis manapun yang melihatnya.

Apaan?

Mata Sasuke memicing tajam.

Naruto mengangguk setuju. Matanya berbinar cerah. Memandang takjub pada idolanya yang kini membenarkan tudung hoodienya yang nyaris turun.

"Setelah pindah dan jadi model majalah, kau jadi jarang menghubungiku," kata si Namikaze.

"Maaf. Aku juga sibuk dengan kuliahku. Bagaimana kabar mama dan papa?"

Mama?

Papa?

Wajah Sasuke kian masam. Seketika ia merasa jadi nyamuk penunggu taman.

"Aku kangen pulang ke rumah," lanjut pemuda tinggi itu. Mengabaikan eksistensi Sasuke yang semakin tidak terlihat karena fokusnya pada Naruto.

"Ya sudah, main saja ke rumah. Memang apa masalahnya?"

"Masalahnya aku dengar kau sudah dijodohkan sekarang dan aku jadi malas pulang-"

"Siapa bilang?"

"Mama," balas Kyuubi.

"Lantas?"

"Ya aku patah hati donk."

'Mampus sana,' si Uchiha membatin puas.

Gelak pelan meluncur dari mulut si pirang. Meninju main- main dada Kyuubi yang kini menyeringai kecil. Menampilkan taringnya yang sedikit panjang dan langsung membuat Sasuke curiga kalau- kalau manusia di depannya ini jelmaan siluman.

"Sakit tidak?"

"Apa?"

"Hatinya-"

"Ya sakit donk. Makanya sini peluk-"



UASEM.

Geram. Kening Sasuke mengerut kesal. Menepis kasar tangan Kyuubi yang terulur untuk meraih Naruto ke dalam pelukan.

"Hoi, dia istriku, Sialan!" serunya.

"Hoo, kupikir tadi kau itu babunya. Babu tidak berguna yang mencoba menggodai ratuku-"

"Bangs*t!"

BUAGH!

"Teme!"



Siapa sih manusia ini?

.. .. ..

Enemy, oh, my enemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang