Tepat dua minggu, akhirnya bukti yang gue cari ada juga. Gue gak akan dikeluarin dari GJC, masih siaran radio sama Qila, dan Revi gak bakal marah lagi. Sebenarnya gue mau nunjukin buku harian Anggun ke Zaky, tapi ini terlalu privasi. Okay, gue juga salah udah buka privasi orang lain. Lebih salah lagi Anggun yang udah fitnah gue.
"Anggun!" panggil gue. Jam istirahat dia ke kelas gue. Sepertinya mau bertemu Liam, tapi dia udah gak ada di kelas. Rencananya gue emang mau nyari dia. Gue pengen dia ngakuin kesalahannya ke Zaky dan Revi. Gue gak mau langsung lihatin buku hariannya.
"Eh, Vin. Liam mana? Gue ada perlu sama dia."
"Udah keluar kelas. Gak tau ke mana. Gue ada urusan sama lo. Ikut gue."
Gue berjalan ke belakang jajaran kelas 11 IPS. Di belakang sini ada tembok pembatas antara sekolah dan perumahan warga. Ada tumpukan meja kursi yang udah rusak. Biasanya sering dipake kabur. Padahal diatas tembok ini ditanam pecahan kaca. Diatas pecahan kaca itu dibentangkan empat barisan kawat yang udah didesain berduri. Namun, anak bandel yang kabur lewat sini gak pernah dengar ada yang terluka. Mungkin ada hanya guenya aja yang gak tahu.
"Lo ngapain ngajakin gue ke sini? Ngajak kabur?"
Gue ngambil gelang disaku celana, "ini punya lo, kan? Gelang kesayangan pemberian kakak lo yang namanya Adlan."
"Iya, Vin," jawab Anggun dan mengambil gelang itu. "Lo tahu dari mana gelang gue dikasih bang Adlan?"
"Buku harian lo. Hadiah ulang tahun dari abang lo tersayang. Ternyata selama ini lo yang udah nyebarin berita itu?" tanya gue tertawa getir.
"Gue ... gue ... eum ...."
"Lo tega ya fitnah gue. Sampai semuanya kacau. Semua orang nyalahin gue. Punya salah apa gue ke lo?" tanya gue, tapi gak direspon. "Gue punya salah apa ke lo?"
Anggun tersentak mendengar pertanyaan gue yang setengah berteriak, "maafin gue ... gue gak maksud--"
"Halah alesan. Gue tahu semua curhatan lo. Itu semua demi kepentingan lo sendiri," tukas gue penuh kemarahan seraya menunjuk dirinya.
"Maaf. Gue ... tau gue salah. Gue lakuin itu demi--"
Gue memotong ucapannya yang terdengat lirih, "minta maaf aja gak cukup. Lo pikir dengan maaf lo bisa ngubah segalanya? Nggak kan?"
"Gue minta maaf. Gue janji bakal ngakuin ini ke Zaky juga Revi. Sekali lagi gue minta maaf karena udah fitnah lo. Maaf juga karena gue yang pengecut ini. Beberapa kali gue coba buat mengaku, tapi gue takut. Banyak ketakutan yang ada di otak gue."
"Gue gak tau harus percaya sama janji lo atau semua ucapan lo yang katanya mau ngakuin itu. Cara yang lo lakuin salah besar. Lo buat orang lain dapet masalah dan lo senang akan hal itu. Bersenang-senang diatas penderitaan orang lain," ucap gue.
"Gue tau itu salah, Vin. Gue nggak senang sama sekali. Gue malah semakin ngerasa bersalah. Ini baru sekali gue lakuin kejahatan. Kalau lo gak percaya lo dampingin gue beresin masalah yang gue buat hari ini juga."
Setelah itu Anggun menepati janjinya. Dia mendatangi Zaky dan menjelaskan semuanya. Kecuali tentang Papanya, dia hanya beralasan iri dengan Revi. Seperti biasa, Zaky memarahi Anggun karena perbuatannya itu dia dimarahi bang Radit dan menuduh gue yang lakuin. Sesuai konsekuensi Anggun dikeluarkan dari GJC. Gue udah coba supaya Anggun bisa bertahan. Kasihan. Dia hanya bisa mewujudkan cita-citanya kali ini di sekolah, tapi harus keluar. Sekuat apapun gue menentang tetap aja gak bisa. Sekali melanggar tetap konsekuensi harus dijalankan.
Masalah dengan Angga pun selesai. Dia tidak membantu banyak hanya menjelaskan sebagian. Sisanya gue sendiri yang beresin. Emang sih kalau yang ini salah gue. Respon Angga ya ketus seperti biasanya. Seperti 'makanya jangan asal nuduh sembarangan. Gue gak tahu apa-apa langsung disalahin. Sarap lo ya?' dan sederet kalimat ketus lainnya. Meskipun ketus dan agak emosian dia tetap memaafkan gue.
Jam istirahat Revi sangat sulit kita temukan. Di kantin, mesjid, bahkan di perpustakaan pun gak ada. Rencananya kita mau cegat waktu pulang. Namun, rencana hanyalah rencana. Gue dan Anggun pulang telat. Tumben ya? Iya karena yang ngajar jam terakhir masuk kelas buat ulangan dadakan. Menyebalkan memang. Jarang masuk kelas sekalinya masuk langsung ulangan. Gak dikasih tahu pula. Kalau tahu bakal ulangan gue isi paketan dulu. Jadilah gue mengandalkan otak gue yang kadang cerdas ini. Garis bawah, cetak tebal, dan huruf miringin itu kata kadang. Takut salah paham.
Di sinilah gue bersama Anggun tentu saja. Revi sedang les bersama bang Kevin di ruang tamu. Kehadiran gue mengejutkannya. Dia berdiri--yang asalnya duduk di lantai dan sedang menulis di meja--ingin meninggalkan gue dan Anggun. Gue langsung beranjak memegang tangannya.
"Tunggu dulu, Rev. Anggun mau jelasin sesuatu. Setelah itu bebas," ucap gue.
"Lima menit," ucap Revi datar.
"Itu terlalu sebentar, Rev." gue mencoba negosiasi waktu.
"Lima menit atau nggak sama sekali." buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ancaman Revi dan Papahnya setipe.
"Udah Vin. Lima menit cukup kok," ucap Anggun. "Rev, gue minta maaf. Sebenarnya bukan Alvin yang sebar berita itu, tapi gue. Gue tau itu salah, tapi ... tapi gue lakuin ini buat Papa. Papa ... papa ... pengen ...,"
Melihat Anggun yang mulai sesenggukan dan menangis Revi merangkul badannya. Gue nggak nyangka Anggun bakal jelasin yang sebenarnya ke Revi. Bukan hanya karena alasan iri seperti kepada Zaky dan Angga. Bang Kevin hanya bengong dia seperti terjebak suasana.
"Kenapa? Jelasin pelan-pelan," kata Revi pelan suaranya melembut.
"Papa ... selalu marah kalau gue terkalahkan. Dia pengen gue yang jadi paling utama. Gue nyebar fitnah itu supaya reputasi lo jelek. Atau dikeluarin dari sekolah. Gue tau itu salah, Rev. Gue ngerasa sangat bersalah. Maafin gue," jelas Anggun masih dengan sisa air mata.
"Gue maafin. Gue ngerti kok perasaan lo. Tenang aja gue udah gak marah lagi." Revi mengusap-usap lengannya menyemangati.
"Makasih, Rev. Gue ngerasa sangat bersalah. Sekali lagi gue minta maaf ya?"
"Iya. Udah ah minta maaf mulu, kek lagi lebaran aja." Revi tertawa lagi.
Semudah itu kah Revi memaafkan? Anggun secara gak langsung udah bikin reputasi Revi hancur. Tetap dimaafkan? Itu diantara dia pemaaf atau bego. Kasih apa dulu kek gitu. Hukuman atau apalah. Emang sih Anggun juga kasihan, tapi ah sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journalist #ODOCTheWWG
Ficção AdolescenteCover by @WidyaOktav Gue Alvin Chandra Dirgantara. Kelas 11 IPS 3 di SMA Garuda. Hanya siswa biasa yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. Gue seneng bisa tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik. Wawancara, membuat berita se...