[words count - 800]
🍬🍬🍬
BAB III -
Tentang Laki-laki Lembut ItuNAMA lahirnya adalah Hong Jisoo, dengan harapan ia akan tumbuh sebagai anak laki-laki yang lembut tapi berpendirian kuat. Hong Seonggyu sempat bertanya kenapa Arin memilih nama uniseks untuk putra pertama mereka; alih-alih sesuatu yang terdengar lebih maskulin seperti Seokmin, atau Jinyoung. Sambil mengumpulkan daya setelah beberapa waktu taruhan nyawa, istrinya menjawab bahwa ia menyelipkan banyak kebaikan ketika memutuskan mengambil nama tersebut.
Anak laki-laki itu terlahir dalam kondisi sederhana. Tanggalnya jatuh bersamaan hari Natal. Proses kelahiran Jisoo hanya dibantu dua orang bibi paruh baya; karena klinik bersalin tutup lebih cepat, dan memanggil dokter ke rumah akan makan banyak biaya. Satu dari mereka merasa begitu lega saat melihat tangis pertama Jisoo pecah. Satunya lagi mengusap kening perempuan muda yang telah resmi menjadi ibu.
Salju menumpuk di luar seperti menunggu untuk disekop, tapi orang-orang sedang ingin menikmati malam dengan keluarga dan pasangan mereka. Seonggyu masih berjuang agar mereka bisa keluar dari losmen sempit, dengan tabungan hasil keringat di hari-hari yang sibuk. Ia tidak bermimpi untuk membeli kondominium mahal, tapi setidaknya ia ingin memberikan sedikit kebanggaan pada keluarga kecil mereka. Pria itu terlalu naif untuk dunia yang jahat, tapi Kang Arin tidak menyesal sedikit pun untuk menjadi istrinya.
Adik Jisoo lahir dengan jarak usia lima tahun. Ia adalah bayi perempuan lucu dengan pipi penuh dan diberi nama Seungwan. Setelah beberapa diskusi, keluarganya pindah ke ibukota. Uang simpanan mereka selama bertahun-tahun cukup untuk menebus sebuah hunian dari tuan tanah lansia.
Keluarga mereka membuat aturan untuk berkumpul bersama tiap makan malam, dan tidak boleh ada seorang pun yang menyentuh sebutir nasi sebelum itu terjadi. Jisoo mendaftar ke Sekolah Dasar dan menjadi peringkat pertama karena pada dasarnya, ia gemar belajar. Arin sedikit kewalahan dengan pertanyaan Jisoo yang muncul karena rasa ingintahunya begitu tinggi. Seungwan empat tahun sangat ekspresif, ia selalu berlagak di depan kaca dan merona ketika Seonggyu menebak bahwa ia ingin menjadi artis saat besar nanti.
Bagaimanapun, Seoul tidak ramah bagi pemimpi. Arin kembali mengandung saat anak keduanya masuk sekolah. Anak ini lahir di musim semi dan Seonggyu menamainya Chan. Beberapa tetangga di komplek mencibir; bahwa tidak semestinya keluarga dari kelas bawah mengambil risiko untuk membesarkan banyak anak. Mereka hanya bermodalkan angan-angan, tanpa peduli sesuatu yang terjadi di depan. Arin tak mempermasalahkan; ia membiarkan itu menjadi opini karena mereka boleh berpendapat, sebab semua orang berhak menjalani hidupnya dengan pilihan. Ia selalu menerima takdir dengan tangan terbuka. Ia tahu Seonggyu terus berusaha, karena tangan pria itu menjadi lebih kasar ketika disentuh.
Ketika malam tiba, Arin terus membisikkan bahwa ia akan tinggal meskipun kehidupan membunuh mereka perlahan-lahan.
Sebuah insiden menjadi titik balik besar. Ketika umur Jisoo sebelas, Seonggyu meninggal dalam kecelakaan. Ia tidak meninggalkan warisan untuk membesarkan tiga anak yang masih perlu sokongan, kecuali rumah dan sepetak kebun yang cukup untuk menanam beberapa apotek hidup. Arin hancur, namun ia tidak memperlihatkan kesedihannya pada anak-anak mereka dan berjanji di depan abu kremasi suaminya, bahwa ia bisa memberikan kebahagiaan sama seperti ketika Seonggyu masih ada.
Dua minggu setelah acara pemakaman, Arin melamar banyak pekerjaan. Ia akan pulang larut, dan rasa lelahnya seketika hilang saat melihat Chan terlelap sambil memeluk saudara tertuanya. Jisoo dituntut menjadi dewasa sesegera mungkin, dan ia bertanggungjawab terhadap dua adik kecil.
Seungwan terbiasa diperhatikan, sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa perhatian Jisoo terbagi-bagi, sehingga ia sering merengek. Ia pernah bertanya kenapa ayah mereka tidak pernah pulang, dan tidak lagi melakukannya ketika Arin menjelaskan bahwa Seonggyu sekarang tinggal di tempat yang jauh. Terkadang, ada saat-saat ketika anak itu menangis karena merindukan Seonggyu; Jisoo akan menggendongnya di punggung dan membelikannya sebatang es agar ia berhenti. Arin tahu bahwa putra pertamanya sangat mirip dengan mendiang suami—selalu menyimpan kesedihan sendiri karena tak ingin membuat orang lain cemas—karena Jisoo akan menangis diam-diam ketika yang lain sudah tertidur. Rasa rindunya dibawa pergi oleh bekas airmata di bantal.
Teman-temannya memanggil anak laki-laki itu Jisoo, terkadang Joshua; karena untuk beberapa alasan, Jisoo nampak seperti karakter utama dari buku fiksi klasik, tapi ia lebih banyak dipanggil Jisoo.
Lalu, seperti harapan Arin, Jisoo tumbuh dengan lingkungan yang sangat menerima baik kehadirannya, karena ia besar dengan limpahan kasih sayang dan membuatnya mengembalikan hal itu kepada sesama. Hidup mengajarkan Jisoo untuk selalu rendah hati, sehingga tidak ada yang tidak bisa menyukainya meski sudah mencari-cari alasan.
[to be continued]
note:
adakah yang nunggu? hehe maaf. aku lagi hiatus panjang, tapi semua fik ongoing tetap kutulis kalau senggang. bab ini dimaksudkan untuk ceritain masa lalu jisoo--karena bab III panjang tapi isi part B itu timeline asli cerita. mungkin akan diupdate lebih cepat karena sudah rampung, jadi silakan tinggalin vote/komentarnya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Ladies' Prince | Jihan
Fanfiction[MC] Jeonghan adalah Tuan Putri secara literal: jelita, kaya, punya segala. Karena satu dan lain hal, ia menjadi seseorang yang kasar, berhati dingin dan tidak tersentuh. Bagaimanapun, Jeonghan perlahan melunak saat ia bertemu Jisoo, laki-laki denga...