Bagian 22

3.2K 175 15
                                    

Cinta itu tidak butuh kode, tetapi butuh pengungkapan.
—FelDev

▪▪▪

Ting Nong. Ting Nong.

"Ish, siapa sih, ganggu banget," dumel Felicia kesal. Baru saja acara TV kesayangannya mulai tayang di sore hari ini, perhatiannya harus terganggu dan mau tidak mau Ia harus melewatkannya demi membuka pintu.

Ting Nong. Ting Nong. Ting Nong.

"Sabar dikit kenapa sih," omel Felicia berdecak kesal saat berjalan menuju pintu utama rumahnya, bel yang berbunyi semakin ditekan beruntun oleh sang tamu. Berhubung Anetta dan Rehan sedang keluar, jadi Ia harus memposisikan diri sebagai tuan rumah yang baik untuk mempersilahkannya masuk.

Ting Nong.

"Tunggu sebentar!" Teriak Felicia sambil memutar anak kunci pintu.

Cklik. Cklik.

"Hai Jis," Sapa Devano memamerkan gigi putihnya saat pintu terbuka lebar seperti unjuk gigi monyet yang di iming-imingi pisang.

Mata Felicia membulat melihat tamu tidak diundangnya. Kemunculannya membuat jantungnya tiba-tiba saja berdetak lebih kencang. Rasanya Ia tidak sanggup berdiri dan ingin berlari menjauh dari Devano, dari senyumannya yang bikin anggota tubuh gagal fungsi, apalagi saat mengingat insiden pelukan tadi pagi saat naik sepeda dalam perjalanan pulang dari lapangan, rasanya Ia ingin nyemplung di lautan dan tidak akan muncul di permukaan lagi jika harus berhadapan dengannya lagi.

"Bisa bisanya dia santai begini setelah kejadian tadi pagi," Batin Felicia mulai melamun.

"Jis," panggil Devano melambaikan tangan di depan Felicia.

Felicia tersentak. Refleks Ia membuang pandangan untuk menghindari kontak mata dengan Devano yang membuat seluruh tubuhnya menegang dan dingin seperti mayat.

"Jis, lo kenapa sih. Kaki lo udah nggak apa-apa kan?" Tanya Devano menautkan alis.

"Stop perhatian sama gue, hati gue nggak sekuat otot gue. Gue mudah baper kalau sama lo," Batin Felicia lagi-lagi melengos agar tidak ketahuan blushing.

"Jis, lo kenapa sih?" Tanya Devano heran melihat Felicia yang kini seperti kehabisan kata-kata untuk mengomel.

"Ah, gue—"

"Lo aneh deh, lo nggak lagi kesurupan kan gara-gara dari lapangan tadi," Ledek Devano menyipitkan mata ke arah Felicia.

"Apaan sih lo. Lagian ngapain sih lo kesini?" tanya Felicia jutek.

"Lo pintar tapi otak lo pikun banget sih, lo pikir gue kesini mau ngapelin lo, hello banana stroberi rasa cili, gue itu cogan yang pantang naksir sama cewek najis kaya lo," Devano menepuk jidat sembari menirukan ucapan Felicia beberapa hari yang lalu.

"Cogan, pede gila." Felicia mendecih.

"Jangan pura-pura deh kalau nyatanya terpesona sama kegantengan gue," Ledek Devano sambil memainkan alis.

"Apaan sih lo, pede lo tuh diminimalisir dulu," Felicia memelotot untuk menyembunyikan wajah tersipu malunya. "Lagian ngapain sih lo bahas yang lain-lain, yang gue tanyakan tuh, lo ngapain ke rumah gue?"

"Cewek najis yang plus pikun, gue kesini tuh buat ngembaliin sepeda lo." jelas Devano penuh penekanan.

"Oh, kalau gitu minggir gue mau periksa sepeda gue, jangan-jangan lo udah gadein lagi bannya atau lo bengkokin body-nya!" Felicia menerobos tubuh Devano yang menghalangi pintu. Ia menuju teras rumahnya sambil celangak-celinguk ke arah halaman.

TERNYATA CINTA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang