Cinta Pertama Aldo
'Hari itu, hari aku bertemu dengannya, untuk pertama kali.'
Katanya Agustus itu adalah bulan terakhir musim kemarau di Indonesia. Dan selayaknya bulan-bulan pada masa peralihan seperti itu, cuaca pun jadi sering berubah tak karu-karuan. Kemarin di pagi yang sama hujan lebat melanda. Lalu keesokan harinya, yaitu hari ini, terik garang matahari menyerang tepat ketika jarum pendek menunjuk angka tujuh di jam tangan Aldo.
" Haaaiii !"
Aldo spontan menoleh ke sumber suara. Ia duga, suara beroktaf tinggi itu memang sengaja dikirimkan untuknya. Meski sejujurnya, di dalam pikirannya saat ini, canggung rasanya untuk tiba-tiba disapa selantang itu oleh sosok yang sama sekali tidak ia kenal. Terlebih lagi terhadap seseorang seperti Aldo yang betul-betul baru menampakkan batang hidungnya di sekolah barunya ini.
" Eeeh-"
Nyaris saja Aldo menyahut sapaan riang gembira tadi dengan tidak kalah bersemangat. Tak tanggung-tanggung, tangan si pemuda bahkan sampai keluar dari saku celana saking terniatnya ia merespons balik.
Bibirnya yang sudah sedikit terbuka buru-buru ditutup rapat, lantas dikulum hingga memucat demi berkomat-kamit kesal mengatai perempuan tadi.
" Kamu bahasa indonesia udah ?"
Enteng beneeer ! Aldo mendengus sambil mencak-mencak dalam hati. Kedua tangannya berebut masuk kembali ke dalam saku celananya yang turut memanas sebab terik matahari. Kepalang sebal dengan tingkah dua manusia yang seolah-olah mengerjainya itu. Ya, selain sudah mengibuli si pemuda, kedua gadis remaja yang sudah saling sibuk mengoceh itu dengan entengnya mengabaikannya begitu saja. Sorot mata kesal yang ditujukan pada mereka berdua bahkan tidak terdeteksi sama sekali oleh kedua remaja itu.
" Yang suruh ngeberesin tugas kemarin kan ?" Yang paling jangkung di antara mereka berdua balik bertanya. Matanya spontan berbinar saat menyadari tugas rumah mana yang sebetulnya dimaksud.
" Udah dong !"
Sementara sang lawan bicara tidak menyiratkan ekspresi yang sama berserinya. " Ih aku beloooomm..."
" Lah ?... Kok bisa ?"
" Leeh...kek bese' ?" Aldo balas meledek dengan suara yang amat sangat dikecilkan. Ia sadar betul, sedongkol-dongkolnya dirinya di pagi yang kelewat panas ini, mematik keributan-apalagi terhadap gadis-gadis yang baru menginjak masa pubertas-adalah tata cara yang salah dalam memulai lembaran baru di sekolah barunya ini.
Lagipula, bertemu mereka berdua hanyalah sekelumit kecil dari tetek-bengek apa saja yang telah ia lewati tepat di pagi ini.
*******
Aldo pikir suasana kamar baru-yang betulan baru, selayaknya ruang kosong yang apek sebab tidak dilalui sirkulasi udara sama sekali-akan membuat tidurnya menjadi berkali-kali lipat lebih nyaman dibandingkan tidurnya selama di Jakarta. Bahkan, terbesit di pikirannya bahwa ia akan memimpikan petualangan baru di bunga tidurnya malam itu. Nanti, landscape-nya akan dipenuhi kabut atau embun. Dan dibaliknya, sudah ada perbukitan hijau cerah yang siap untuk ditelusuri.
Otaknya pun merangkai beberapa imaji akan seberapa nyaman kamarnya kelak, mulai dari udara sejuk menyegarkan Bandung yang mengusak kepalanya, dinding yang dingin menusuk di sisi tangannya, perabot ruang kamar yang tidak berserakan dan merusak mata, lalu ditambah dengan rasa lelah yang kentara sebab baru selesai merapikan kamar baru. Sudah terbayang oleh si pemuda bagaimana ia akan jatuh tertidur seketika saat mendarat di atas kasur.
Nyatanya, Aldo harus terbangun dengan sensasi pegal bin ngilu di pinggang dan bahunya. Terlebih lagi ketika kakinya refleks menendang selimut demi bangkit dan menghilangkan kantuk. Hampir saja Aldo mengaduh lantang jika ia tidak buru-buru sadar untuk tidak bersuara dengan terlalu keras.
Bersama ngilu di subuh waktu itu, Aldo tetap dengan sigap membersihkan sekaligus merapikan tubuhnya. Rambutnya dirapikan agar tidak terlihat terlalu tebal-sebab, rambut legamnya itu sering disangka melebihi batas wajar panjang rambut siswa laki-laki. Kemeja kotak-kotak nya ditepuk beberapa kali ketika telah dikenakan agar tetap terlihat licin dan tidak mengerut di sudut tertentu. Parfum favoritnya disemprot dengan sedikit lebih banyak khusus untuk pagi itu. Aldo percaya bahwa kesan baik harus diciptakan saat pertemuan pertama, dan mempersiapkan diri dengan agak 'berlebihan' dapat memastikan kesan baik tersebut dapat terpancar melalui penampilan.
' Oh, sudah jam enam tiga puluh !'
Rampung dengan segala rentet persiapan, Aldo berangkat ke sekolah barunya dengan diantar langsung oleh sang ayah.
" yah, pergi dulu ya!" Tubuhnya dengan gesit turun dari sisi kiri mobil. Pas sekali mendarat di tepian trotoar sekolah. Tangan si pemuda berpindah menyentuh tepian pintu mobil, bermaksud untuk menutupnya ketika sudah pamit kepada sosok ayahnya itu.
" Assalamualaikum,"
" Waalaikumsalam, pelan-pelan nutupnya-Oh iya, Do ! " Nyaris saja Aldo memutus obrolan dengan ayahnya itu dengan menutup pintu mobil, " Ya ?" Tanyanya dengan spontan.
" Nanti kamu beres jam berapa? Ayah lupa."
Sejenak si pemuda terdiam memastikan kembali apa saja jadwal sekolah yang harus ia lewati khusus untuk hari ini. Untuk agenda wajib, Aldo tentunya harus menjalankan tes kelayakan untuk diterima di sekolah barunya itu. Tes masuknya itu seharusnya dimulai di pukul 7:30 atau paling telat pada jam 7:45. Lalu ia mungkin akan menghabiskan waktu hingga satu setengah jam sampai segala rangkaian tesnya rampung. Dan jika memang ujiannya dimulai dipukul 7:45, maka mungkin ia akan menyelesaikan rangkaian tes di pukul 9:00. Dan untuk agenda kedua dan terakhir-yang ini sebetulnya tidak wajib, namun tetap sama pentingnya-ia juga perlu menjelajahi sekolahnya ini, setidaknya untuk membiasakan diri. Berbaur dan mengenali karateristik siswa-siswi kebanyakan mungkin bisa menghabiskan sampai dua puluh menit waktunya. Tapi, si pemuda optimis, dengan polah lakunya yang tidak suka ribet, orientasi diri mandiri seharusnya hanya menghabiskan waktu selama sepuluh menit saja.
" Jam sembilan lewat sepuluh, yah."
KAMU SEDANG MEMBACA
cinta pertama aldo
RomanceSetelah pindah ke sekolah baru, Aldo, seorang pemuda kelas 8 SMP, berusaha menyesuaikan diri. Di tengah kebingungan itu, ia bertemu Aninda, gadis ceria dan pintar yang membantunya beradaptasi. Persahabatan mereka berkembang, namun Aldo harus menghad...