eight

1.5K 228 6
                                    

"ketika gue udah bisa deket, tapi nyatanya--"

.

Sesuai janji Mark kemarin, dia benar-benar pindah ke SMA nya Vanya. Dan Vanya tersenyum lebar waktu Mark udah datang dan bersender di mobil merahnya.

"Keputusan lo yakin kan kalo mau pindah? Jangan pergi lagi,please." Vanya memegang ujung baju seragam Mark yang terlipat.

Mark mengacak rambut Vanya lembut,"iya, ga bakalan kok. Udah yuk berangkat"

Vanya mengangguk sambil mengikuti Mark. Mark membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Vanya masuk. Tentunya bikin Vanya merah merona, soalnya sudah lama dia tidak dapat perlakuan manis dari Mark.

"Untuk saat ini mungkin kita masih bisa nerusin status sahabat, iya kan?" Mark noleh ke Vanya sambil tersenyum setelah masuk ke mobil.

Vanya mengangguk. Dalam hati, Vanya ingin lebih. Perasaannya masih sama seperti dulu waktu Mark belum pindah ke Kanada. Mungkin hanya Vanya saja yang merasakannya. Ia tidak yakin kalo Mark juga memiliki rasa yang sama.

"Mark gue boleh tanya?"

"Iya boleh"

"Tapi jawab yang jujur ya"

Mark diam berpikir tapi kemudian mengangguk.

"Kenapa lo waktu itu pindah? Bahkan lo pindahnya ga ngasih kabar-kabar ke gue. Dan sekarang lo balik juga masih bikin teka-teki buat gue"

Akhirnya pertanyaan yang selama ini dipendam Vanya dapat tersampaikan. Walaupun ia tidak tahu Mark nanti bakal menjawabnya atau tidak.

Mark hanya diam sambil fokus ke depan. Ia tidak berbicara selama 5 menit. Vanya mendengar Mark menghela nafasnya panjang. Mungkin masih sulit bagi Mark buat jawab pertanyaannya sekarang.

"Aku belum bisa jawab sekarang Van"

Kata 'aku' itu sudah umum bagi Mark kalo ia benar-benar jujur dengan jawabannya. Vanya bukan orang egois untuk mengetahui alasan itu. Itu hak Mark buat nolak maupun nerima. Vanya akui sifat Mark tidak ada yang berubah. Hanya saja Mark tambah tampan dari hari ke hari.

"Oke. Terserah lo aja"

.

"Vanya!"

Vanya menoleh. Arin berlari di koridor sambil melambaikan tangan.

"Jessy masih marah sama lo ya?"

"Gue juga ga tau Rin. Gue takut kalo dia ga mau dengerin penjelasan gue"

"Ya emang sih si Jessy itu orangnya sensitif. Tapi gue yakin Jessy ga sepenuhnya marah sama lo. Mungkin kalo kecewa iya"

"Gue harap juga beg--"

Omongan Vanya berhenti waktu ia melihat Lucas menghalanginya di samping loker. Lucas bersandar di dinding loker sambil memasukkan tangan ke saku celananya.

"Gue bisa bicara berdua sama Vanya?"

Arin yang tahu dia cuma mengangguk sambil menepuk pundak Vanya, "gue duluan"

"Ada apa?"

Lucas menegakkan badannya dan menatap lurus ke Vanya.

"Kalo lo ga mau tinggal bilang jangan cuekin gue seenaknya" Lucas natap Vanya tajem. Habis itu menghela nafas kasar dan ngalihin tatapannya ke orang-orang yang baru saja lewat.

"Gue bukan barang pelarian Van. Yang bisa lo mainin kapan saja"

"Tunggu cas, gue ga tau lo omong apa"

Lucas memutar bola matanya. Ia ingin kesal dan mencaci maki perempuan di hadapannya ini. Tapi, dia tidak setega itu sama orang yang dia sayang.

"Gue kira kita udah deket, tapi nyatanya masih ada tembok diantara kita. Dan lo masih belum bisa move on dari sahabat lo itu. Oke ga papa. Mungkin lain kali. Gue duluan"

Lucas menepuk pundak Vanya dan berbalik meninggalkan Vanya yang diam membisu. Darimana Lucas tau tentang perasaannya? Dan Vanya tidak tahu Lucas itu tadi ngomong apaan.

Vanya hanya melihat punggung Lucas yang semakin menjauh.

Dan satu memory terlintas di pikiran Vanya.

Kemarin Lucas mengirimnya pesan.

_____________

Pgn bkin baper tapi ga bisa:(

Pgn bkin baper tapi ga bisa:(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©nielluv©

Voment juseyooo❤❤

noтeѕ, - lυcaѕTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang