"Oh! Sudah selesai?" Perempuan dengan tatanan rambut panjang berwarna hitam legam tersebut menoleh dengan tangan memegang salah satu bingkai foto yang baru ia temukan di bagian belakang sendiri dari beberapa bingkai yang berada di depannya, seolah bingkai itu sengaja disembunyikan.
Lelaki yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi tersebut mengangguk dua kali sebagai jawaban. Langkahnya maju mendekati sang perempuan yang berada di depan lemari panjang di bawah televisi terpasang.
Kedua tangannya memutar badan sang perempuan untuk mendapatkan posisi berhadapan, "Aku menginginkan bibirmu di bibirku." Candanya namun tetap menyerang bibir sang perempuan sebelum yang bersangkutan sempat menjawab.
Terjadi begitu saja tanpa ada penolakan.
Tidak! Mereka tidak sedang dalam sebuah hubungan. Mereka hanya berteman, sebut saja friends with benefit.
Kecipak antara mulut bereaksi tersebut membuat keduanya lupa tempat. Mereka selalu begitu, berciuman dengan intimnya tanpa menghiraukan sekitar.
"Hah ... hah!" Helaan napas terengah dari si perempuan membuat sang lelaki tersenyum, menyunggingkan senyum lima jari miliknya. Ia tampan, percayalah.
Panggil saja Gabriel, CEO anak perusahaan Dallas Enterprise tersebut menggilai sahabatnya sendiri, sebagai apapun dalam kondisi mereka berdua.
"Aku baru tahu kalau kamu mantannya si Oli." Sambil menunjukkan bingkai foto yang dipegangnya tadi ke depan wajah Gabriel.
Gabriel tersenyum sekali lagi, "Cemburu ya Al." Namanya Arcadia Luisa, anak semata wayang pengusaha kaya di Negara tersebut; Louise Company.
"In Your dream boy." Bukan tidak cemburu, hanya belum cemburu yang benar.
🔶🔶🔶
"Mau makan malam di mana?" Gabriel tidak mengalihkan atensinya dari pandangan di depan.
"Pizza biasanya aja." Arcadia pun menjawab tanpa menoleh. Ia fokus pada ponsel di tangannya. Benda pipih itu sebagian besar dari harapan dan hidupnya. Meski ia mempunyai cafe kecil di sudut jalan pusat kota berkat merengek sebulan penuh pada Orangtuanya, namun tetap saja mendesain adalah kesukaannya. Mendesain baju dan memperjualkannya secara online.
"Lagi rame ya?" Arcadia mengangguk tanpa menoleh. "Kenapa nggak minta ke Om sekali lagi buat bikin butik sekalian."
"Dan nambah jumlah pegawai?" Ia menoleh demi melihat anggukan semangat Gabriel. "Nggak deh, makasih."
"Yeee dibilangin ngeyel."
🔸🔸🔸
"Selamat malam, untuk berapa orang?" Pelayan di balik pintu masuk menyambut mereka berdua dengan ramah.
"Dua."
"Mari ikuti saya." Mereka berdua melangkah mengikuti kemana si pelayan melangkah.
"Silahkan," Mereka berdua duduk. "Ini menunya, mau ditinggal atau saya tunggu?"
"Ditinggal aja?" Gabriel Kelihatan ramah, namun hanya pada waktu tertentu dan orang tertentu pula.
Sesaat setelahnya terlihat Gabriel sibuk dengan menu makanan restoran tersebut, Tanpa Arcadia yang setidaknya peduli pada menu makanan di hadapannya.
"Masih rame ya chatnya?" Ia si Gabriel yang pengertian bagi Arcadia.
Arcadia menoleh, meletakkan ponselnya di meja. Ia meraih buku menu lantas membolak balik sesuai apa yang akan dipesannya, "Habis dari sini bisa anterin ke LC nggak?" Gabriel tak akan pernah bisa menolak Arcadia dan permintaan perempuan tersebut dalam kondisi dan hal apapun.
"Danke, El. Ich will Hawaii Pizza." Ucapnya lagi dan mendapat anggukan dari Gabriel.
🔸🔸🔸
DRAFT 2017 🙂
REPUBLISH 1 Des 2021
TIDAK ADA PERUBAHAN PLOT APAPUN
HANYA SEDIKIT EDIT DIGAYA KEPENULISANSELAMAT MEMBACA
INI HANYA POTONGAN CERITA PENDEK
mungkin hanya akan menghabiskan waktu 30 sampai 45 menit untuk membaca seluruh part dr cerita ini16+