Heart Beat

146 3 5
                                    

Siang itu, entah kenapa aku tiba-tiba saja ingin mengunjungi café yang terletak di mall sudut jalan itu. Membayangkan suasananya, membayangkan menikmati chocolate dingin yang membuat otot-ototku rileks. Dan juga satu piring sushi lezat yang sudah dua minggu ini tak aku nikmati. Berhubung sejak pagi aku belum memakan apapun, kuputuskan untuk ke sana.

Well, ternyata café yang cukup luas ini sedang penuh. Mungkin karena ini adalah musim terakhir sekolah, karena minggu depan sudah memasuki liburan panjang. Terlihat beberapa pengunjung café ini adalah anak muda atau remaja tanggung dengan seragam sekolah mereka.

Kumasuki café itu dengan mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Senyumanku pun mengembang saat aku menemukan tempat sahabatku menunggu. Ya, di tengah perjalanan tadi aku meneleponnya untuk menemaniku. Bukan karena aku tak suka sendirian. Tapi untuk saat ini aku ingin berbicara segala hal. Otakku butuh penyegaran setelah kemarin mengikuti ujian akhir semester yang membuat kepalaku hampir pecah. Karena itulah, mungkin mengobrol dengan sahabat bisa membuat stress ini hengkang sejenak.

Kulangkahkan kakiku menghampiri sahabatku itu. Sepertinya ia tak menyadari kedatanganku. Seperti biasa, ia sibuk dengan ponselnya. Tanpa menimbulkan suara, aku duduk di depannya dengan kasar. Menimbulkan sedikit suara gaduh yang tentu saja mengejutkannya.

“Ya ampun Kak, dateng-dateng ngagetin aja!” sungutnya sembari mengelus dadanya. Aku dan dia berjarak dua tahun, wajar saja dia memanggilku kakak.

Aku hanya memeberikan senyuman manisku tanpa menjawab apapun padanya. Tanpa basa-basi, aku mengambil buku menu dan memesan apa yang dari tadi ada di otakku. Chocolate dingin dan sushi. Menu yang sama dipesan orang yang duduk di depanku itu.

Sembari menunggu pesanan kami datang, aku dan dia pun sudah terlibat obrolan seru. Dari masalah kuliah, keluarga, persahabatan, lingkungan kami, cinta, karier dan lain sebagainya. Tidak sulit memulai obrolan dengan sahabatku yang satu ini. Karena memang dia pandai bergaul dan suka mengobrol tentang apapun.

Kami masih saja mengobrol saat pesanan kami datang. Begitupun saat kami menyatap makanan kami. Kami masih sempat berdebat tentang orang-orang yang berlalu lalang di café ini. Kemudian tertawa terbahak-bahak atau menggeleng heran sekaligus menahan tawa saat orang yang kami pandangi tidak sesuai dengan pemikiran kami. Ya, melihat orang-orang di café memang menyenangkan. Apalagi dengan dandanan yang kadang membuatku mengangkat alis tinggi-tinggi. Tapi jika yang kulihat itu lelaki yang keren, aku pasti tak akan melepaskan pandanganku sampai ia hilang dari jarak pandangku.

Ya, begitulah acaraku dan sahabatku siang ini. Cuci mata. Dan juga menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol ringan. Karena memang sudah lama aku tak bertemu dengannya.

“Kak, lihat deh lihat,” ia menggoncangkan lenganku. “Itu kan si Himchan yang lama udah enggak kita lihat,” aku mengikuti arah yang si tunjuknya dengan mata itu.

“Mana?” aku masih mencari sosok Himchan itu.

“Itu,” ia menunjukkan orang yang dimaksud menggunakan bibirnya. Aku pun melihatnya, namun hanya sekilas.

“Bukan deh kayaknya,” aku meragu.

“Isssh, lihat lagi deh Kak. Pasti itu Himchan. Enggak salah lagi,” dia kembali mengguncang lenganku.

Aku menurutinya. Kulihat lagi lelaki itu lebih teliti. Dari rahangnya, hidungnya, matanya…

DEGG!!

Entah kenapa jantungku tiba-tiba berdenyar cepat. Ya, dia memang Himchan yang dari dulu kukagumi. Himchan yang selalu kutemui di sini saat aku dan sahabatku sering hang-out. Himchan dengan pandangan dingin dan wajah tenangnya yang membuatku penasaran.  Lelaki itu memang memiliki kharisma yang kuat. Sejak pertama melihatnya, entah kenapa aku langsung mengaguminya.

Heart BeatWhere stories live. Discover now