Riuh
Salah satu kata yang bisa menggambarkan suasana senin pagi di sekolah ini.
Para siswa berlalu lalang dengan alasan yang berbeda.
Kebanyakan dari mereka masih menggendong tas di punggung, berjalan sedikit tergesa karena waktu upacara akan segera di mulai.
Beberapa yang lain juga sudah berjalan dengan topi yang bertengger di kepala, ada pula yang sibuk membenarkan dasi, meneliti kerapiannya, dan memastikan semua atribut lengkap.
Tak terkecuali di gerbang sekolah.
Pak Herman
Guru Bimbingan Konseling di SMA Pundi Negara, tampak tengah berdiri di depan gerbang dengan wajah garang dan mata yang menatap tajam setiap siswa yang lewat.
"Cepat-cepat-cepat." Ujar nya sesekali.
Killer,
Itu sebutan yang di rasa para siswa cocok untuk mendeskripsikan Pak Herman.
Ya mungkin alasannya karena,
Beliau tidak pernah segan memberi hukuman berulang, bagi siswa yang ketahuan melanggar. Dan bahkan, langsung memanggil wali murid. Tergantung pelanggarannya.Tapi bagaimanapun ceritanya, beliau tak pernah melepaskan mangsanya dengan mudah.
Kesan killer yang sudah melekat kuat pada beliau membuat para siswa enggan memasuki ruang BK hanya untuk sekedar berkonsultasi.
Mereka bilang 'Ga perlu di lihat pake mata buat tahu ada Pak Herman apa kagak. Lewat aja depan pintu. Udah ketahuan, atmosfernya beda...' Sekiranya seperti itu cara mereka mengucapkannya.
Dan ini dia,
Mangsa favorit yang setiap kesalahannya tidak lepas dari mata awas Pak Herman.
"Brilian!" Panggil Pak Herman meneriakkan nama pemuda itu.
Membuat Brilian menghentikan langkahnya seketika, pemuda itu memutar matanya jengah.
Ia merutuki kesialannya dalam hati.
"Dasi kamu mana?" Tanya Pak Herman begitu Brilian mendekat.
Brilian mengeluarkan dasi dari dalam tasnya.
Pak Herman memandanginya dengan tatapan yang seolah mengatakan
"Mau alasan apa lagi dia."
"Tadi saya naik motor pak, kan ga enak kalo pake dasi. Terbang-terbang dasinya, kecekek saya nanti." Gumam Ian asal sambil memasang dasi.
Beberapa siswa yang dihukum di sebelah Pak Herman terkikik menahan tawa karenanya.
"Puter badannya." Perintah Pak Herman
Ian masih tak begeming, dengan wajah sok budek.
"Puter Bapak bilang." Ulang Pak Herman
Ian menghembuskan nafas lelah dan memutar tubuhnya.
Tampak jelas betapa tidak rapinya penampilan Ian saat itu. Seragam yang bagian belakangnya sudah keluar dan sedikit lecek, sepatunya yang tidak cocok dengan ketentuan sekolah, bahkan dasinya tidak ia pasang dengan benar.
"Aww..." Ian berjengit saat merasakan sakit di pinggang. Karena Pak Herman menekan bagian itu dengan sedikit keras menggunakan tongkat.
"Nggak pernah bosan ya kamu. Langsung saja, hitung poin hukumannya." Ujar Pak Herman seolah bosan dengan tingkah nakal Ian.
Sempat shock mendengar 'hitung poin', dengan terpaksa Brilian memelas pada Pak Herman.
"Jangan catet poin, Pak. Hukuman langsung aja. Di hukum lagi pulang sekolah juga gapapa, jangan catet poin ya pak." Pinta Ian dengan wajah memelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lalaland-nya Brilian
Teen FictionA: Aku Jahat. Ku abaikan hati yang datang dengan jutaan kasih dan ketulusan. B: Biarkan ribuan rahasia tersimpan dalam sebuah diam. C: Cara saya datang dan menetap adalah sebuah hal, yakni ketulusan. Dan bagaimana saya datang, itu karena sebuah tata...