7. Dibalik Pesona Kerlipan Lampu

30 3 0
                                    

Tiiin... Tiinnn...

Suara klakson mobil Gameo sudah terdengar, tandanya aku harus segera menemuinya. Lantas aku menarik koperku dan melingkarkan scarf di leherku, lalu berlari menuju pintu. Bahkan hanya sempat sarapan dengan meminum setengah gelas susu sebelum benar-benar keluar pintu. Itu pun berkat Bi Imas yang berteriak mengingatkanku.

Ini orang bangun jam berapa sih, pagi banget jemput jam 8 gini. Jelas-jelas semalam aja baru balik jam 12 malam, sekarang udah jemput. Tidur gak sih ini orang.

Pagi ini memang aku dan Gameo berencana untuk pergi ke Yogyakarta, untuk sekedar liburan. Dan tiket pesawat yang kami booking semalam, sisa keberangkatan pada pukul 10.15 WIB. Secara otomatis maka wajarlah Gameo sudah tiba untuk menjemputku. Memang, akunya saja yang sulit dibangunkan sejak tadi pagi.

"Bi, nanti kalo Mama, Papa pulang dari Makassar bilang aku lagi liburan sama Meo yaaa. Assalamualaikum," teriakku sebelum melangkahkan kaki keluar rumah. Yang kemudian dijawab Bi Imas dengan teriakan, "Iyaaaa, hati-hati Non!" Sepertinya Bi Imas sedang mencuci pakaian, jadi tidak sempat menemuiku sebelum pergi.

Meo langsung menyambutku dengan wajah yang lebih cerah dari semalam, dengan penampilan yang tetap cool seperti biasanya. Hanya saja kali ini dia memakai topi berwarna putih, terlihat nampak fashionable. Kemudian dengan sigapnya dia membantu mengangkat koperku ke bagasi mobilnya.

"Selamat pagi, Keira. Are you ready?" dengan gerakan meniru penyanyi rock n roll saat tampil di atas panggung.

"Hahaha lebay banget sih lo, Me. Siap muluuu gue mah kalo soal jalan-jalan."

***

Pesawat kami sudah hampir sampai, aku baru saja terbangun dari tidur. Memang sebentar, namun cukup membayar rasa kantuk karena kurang tidur semalam. Meo masih terlelap di kursi sampingku. Tanpa sadar aku menatapnya lekat-lekat.

Tergambar lelah menyelimuti raut wajahnya sekalipun ia sedang tertidur, raut wajah itu benar-benar membuatku khawatir. Apa yang sedang dialami sahabatku saat ini.

Namun bukannya memperhatikan dan memberi usapan lembut di rambutnya, justru aku memencet hidungnya hingga membuat Gameo terbangun dalam kondisi panik. Dia merasa sedang tenggelam dan susah bernapas. Sedangkan aku sebagai pelaku hanya cengengesan.

"Udah mau sampe tuhhh," ujarku santai. Namun ketika menengok, melihat Gameo yang kembali memejamkan matanya. Lantas aku kembali memencet hidungnya, dan Gameo dengan gemas menangkapku dengan kedua tangannya, lalu menahanku dalam rangkulannya dengan sebelah tangan. Sedangkan tangannya yang satu berhasil mengacak-acak rambutku hingga nampak seperti gembel di pinggir jalan.

"Ishhhh, Meo! Nyebelin banget sih. Kusut rambut gue, rese!" dengan kesal yang menggebu seraya menekuk bibir.

"Makanya jangan gangguin gue tidur, gue tuh semalem begadang. Sini sini, gue rapiin lagi," sembari merapikan rambutku sekenanya, sambil nyengir berusaha membujuk agar dimaafkan. Sedangkan aku malah asik memakan keripik kentang yang kudapatkan dari tas Gameo.

***

Sesampainya di hotel, kami berencana memesan masing-masing 1 kamar. Tapi Meo menolaknya, dia mau 1 kamar denganku.

Whattt, gila nih anak satu. Bisa berabe kalo gue satu kandang sama nih cowok kremi. Gak gak gak. Gue harus misah dan sendiri.

Maghi & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang