Shila memasuki ruang tamu pak broto, rumah sesek itu tak terlihat semenyeramkan pemikirannya, masih ada sebuah kursi panjang kayu yang memberinya tempat duduk, meski beberapa yang lain harus berdiri, karena rumah pak broto memang tak terlalu luas untuk semuanya.
Sebelum memasuki perbincangan inti, pak broto menutup pintu ruang tamunya, juga tirai jendela, pak broto juga meminta shila dan abra memarkir kendaraan mereka sedikit jauh dari rumah pak broto, matanya celingukan, seakan takut ada yang mengawasi pergerakan mereka.
"Minumlah, dan jangan berisik.."
Dari balik tirai penghubung ruang tamu rumah itu muncul seorang wanita, tak setua pak broto tapi juga tetap berambut putih.. ia membawa se ceret minuman hangat, juga beberapa gelas untuk mereka minum..
"Ambilkan berkas di meja.." pak broto berbisik pada wanita itu.
Wajahnya nampak serius, sambil sesekali memastikan benar-benar bahwa mereka tidak dalam pengawasan. Shila begidik, jalanan siang itu memang sepi, hanya ada hamparan sinar matahari terik yang menyinari jalan.
"Ini pak.." wanita itu memberikan setumpuk buku pada pak broto.
"Saya sudah mengingatkan untuk tidak pergi ke rumah itu, untuk pulang.. tapi kamu menjerumuskan dirimu sendiri.."
Mata pak broto menatap pekat shila, ia menyodorkan sebuah buku, shila merengut, jantungnya berdebar kencang, apa yang akan terjadi setelah ini pikirnya, entahlah..
Di dalam buku itu terdapat banyak sekali foto, beberapa wajah sama seperti yang shila temukan di bekas rumah minimarket SS,
"Foto ini.." shila membolak-balikkan lembar demi lembar pada buku pemberian pak broto.
"Mereka bukan pengguna ilmu hitam!"
Pandangan pak broto kosong, seakan menerawang jauh entah kemana, siang itu menjadi mencekam, pak broto bangkit dari tempat duduknya, menghadap jalanan yang terlihat dari cela tirai yang tertutup, dari jalanan itu terlihat ujung rumah kosong bekas minimarket SS, matanya berbinar seakan ada kenangan yang menyakitkan disana.
"Mereka bukan orang yang jahat, mereka orang yang baik. Seseorang membunuh mereka."
Pak broto menatap satu persatu seisi ruangan, matanya nanar hampir meneteskan air, shila tertegun, begitu juga dengan abra.
"Bapak tau darimana?" Ceplos abra penasaran.
"Saya bertahun-tahun bekerja dengan mereka."
"Hari itu adalah hari dimana tuan menulis surat wasiatnya, Tuan Shasimley membagi asetnya kepada tiga orang anaknya, dua orang anaknya di beri aset yang lebih besar dibanding anak terakhirnya, karena anak tertuanya sudah menikah, dan punya tanggung jawab besar pada anak istrinya, sedang anak yang terakhir sudah sepantasnya mendapatkan besar, karena dia anak perempuan satu-satunya di keluarga itu."
"Lalu apa yang terjadi pak?" Shila tak sabar menantikan kelanjutan cerita pak broto.
"Tuan Oan Shasimley------"
"Cepat sembunyi! Cepat!"
Suasana tenang itu menjadi ricuh, yang tinggal hanya sejuta tanya, pak dan bu broto mendorong mereka masuk ke bagian dalam rumahnya, di dalam ruang tidurnya tanpa meninggalkan barang mereka meski hanya sebiji.
"Ada apa sih?" Bisik shila pada gwen.
"Aku gatau"
Mereka terdiam, sesuai perintah, menanti dengan jantung berdebar. Rasanya ruangan itu amat sempit, belum lagi mereka harus bersembunyi dibalik tirai, dibalik meja, bahkan dibalik ranjang.
"I-iyaaa.. tidak ada siapa-siapa tuan.."
Samar-samar suara pak broto terdengar, seperti sedang bicara dengan seseorang.
Hening beberapa saat, sampai akhirnya ada derap langkah yang menghampiri ruangan itu, pak broto membuka pintu, dan meminta mereka keluar satu persatu.
"Kalian, sekarang pergilah. Satu persatu ke arah mobil, memutarlah lewat belakang, agar tidak ada yang tau."
"Siapa pak yang tau?"
"Sudahlah, menurut saja."
"Ini, bawa ini." Pak broto menyerahkan sebuah tas besar kepada shila.
"Baik pak, terimakasih."
Shila yang pertama pergi, menyelinap dari pintu belakang, memakai masker untuk menutupi sebagian wajahnya, langkah kaki shila seperti sangat waspada, jantungnya berdegup kencang seakan ada yang mengawasi. Ia celingukan, melirik kanan dan kiri.
"Fiuh! Aku selamat" gumamnya ketika sampai dimobil.
satu persatu teman-temannya masuk ke dalam mobil seperti perintah pak broto, kecuali abra yang memang telah menunggu diujung jalan bersama motornya, meski begitu abra memilih sudut jalan yang ramai, jaga-jaga kalau ada yang ingin melukainya, maka ia mudah mencari pertolongan.
"Terus ini gimana shil?" Tanya gwen yang duduk di sebelah kemudi.
"Kita pulang, dan pikirkan nanti. Untuk sementara, kita tidak boleh terlihat mengusut kasus ini, supaya setan-setan itu gak lagi ganggu aku."
Yang lain mengangguk setuju, mereka melanjutkan perjalanan menuju kampus, berusaha bersikap biasa, selayaknya segerombol mahasiswi yang tengah akan belajar.
"Shil, lihat ini.." gwen menarik secarik kertas yang diselipkan pak broto di tas nya.
"Apapun alasannya, jangan pernah datang kerumah saya lagi. Sekalipun jangan, kalian sedang di awasi."
Sepenggal surat dari pak broto..
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horreur#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...