Satu

1K 106 11
                                    

Ini malam minggu tapi Krist hanya menghabiskan waktunya bermain gim di depan komputer. Ia sedang tak ingin keluar rumah walau Gun menelepon dan membujuknya untuk berkumpul dengan yang lain di bar langganan mereka. Krist bisa membayangkan suasana jika ia ikut berkumpul. Ada Gun berarti ada Off. Ada Off berarti ada Nicky dan Gunsmile. Artinya, meja mereka akan sangat berisik. Tiga orang yang disebut belakangan itu punya lidah yang tidak normal. Umumnya kalimat yang keluar dari mulut mereka hanya dua jenis, menggoda dan merundung. Krist sering menjadi korban. Kalau wajah Krist belum merah padam karena malu mereka takkan berhenti. Benar- benar teman yang sadis. Sebenarnya Krist tipe yang menyerang balik tapi itu kalau energinya sedang penuh dan suasana hatinya baik. Sekarang ini ia sedang murung karena itu Krist memilih berdiam di rumah.

"Krist! Ada P' Guy"

Krist mendengar ibunya berteriak dari lantai satu.

"Aku sedang bermain gim, P'. Kau bisa masuk ke kamarku" teriak Krist. Ia malas turun ke bawah. Gim-nya sedang kritis.

Guy tak langsung mendatangi Krist. Pria berkumis tipis itu mengobrol dengan orang tua Krist terlebih dulu. Selang 45 menit barulah ia membuka pintu kamar Krist dan masuk.

"Ohoo... " komentar Guy yang berdiri di belakang Krist dan melihat pemuda berlesung pipi itu menyibukkan diri di depan komputer.

"Kalau P' datang hanya untuk mengejekku, aku tak mau dengar" kata Krist ketus.

Kakak sepupu Krist itu tertawa. Krist bermain gim dengan buruk. Hasilnya sudah bisa ditebak.

Guy mengambil 'Attitude' dari meja Krist lalu tidur telungkup di ranjang untuk membaca majalah tersebut.

Tak lama... Guy mendengar ,"Siaa!", keluar dari mulut Krist.

"Oii!!! Ini sudah yang ketujuh! Kenapa aku tak bisa melewati level ini!"

"Karena itu kau seharusnya keluar saja berkumpul bersama teman-temanmu"

Krist membalik tubuhnya ke arah Guy sambil mengacak-acak rambutnya.

"P', kenapa ke sini?"

"Aku tak boleh datang ke rumahmu?"

Krist menghela nafas. Ia tahu kedatangan Guy bukan tanpa maksud. Setiap kali ia murung di rumah ibunya selalu menyuruh sepupunya itu untuk menemaninya.

"Kau membuat ibumu khawatir"

"Aku baik-baik saja, P" sahut Krist dengan nada yang dibuat tanpa ragu.

Guy menggelengkan kepala. Orang yang hyper, tak bisa diam seperti Krist kalau menghabiskan waktu di rumah saja berarti hanya ada satu alasan, sakit. Krist terlihat sehat, tak ada demam, tak ada ingus yang membeler dari hidungnya atau suara yang berubah parau. Yang sakit jelas bukan tubuhnya.

"Aku pikir... ini sudah waktunya untuk move on, Krist" Guy mengalihkan perhatiannya dari majalah dan melihat Krist.

Krist memainkan jari-jarinya.

Memang sudah empat bulan lebih berlalu dan ia masih saja memilih berdiam diri di rumah setiap pulang kerja dan akhir pekan. Sejak hari itu... hari yang kelabu itu...ia seperti tak punya energi untuk melakukan hal lain. Rasa sakit dicampakkan masih merongrong hatinya. Krist tahu patah hati adalah hal yang wajar. Cinta bisa datang membuat seseorang merasa bahagia dan berbunga-bunga tapi cinta bisa pergi dengan beragam alasan yang membekaskan lara. Ia tahu itu. Hanya saja ia belum menemukan cara bagaimana keluar dari rasa yang menyakitkan itu. Krist tak tahu harus melakukan apa.

"Kau hanya perlu keluar rumah, mencari sesuatu yang baru dan jatuh cinta lagi" Guy memberi saran.

"Sesuatu yang baru..." ulang Krist.

Run To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang