Selepas kepulangan shila dari rumah pak broto, dia berusaha terlihat biasa saja. Mereka sepakat untuk tidak membahas apapun tentang kejadian di rumah pak broto mengingat pesan singkat yang beliau selipkan di sepucuk surat.
Hari itu adalah hari minggu, sudah sewajarnya mereka tak memiliki kegiatan di kampus, shila terdiam dikamarnya, memikirkan aktifitas apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Meletakkan lelah dan semua kegundahannya.
"Mereka di bunuh.."
Kalimat pak broto terngiyang di telinganya, membuatnya semakin tak tenang.
"Shila!"
Shila terkesiyap, matanya mencari sumber suara, yang barusan itu seperti pekikan kencang, tapi ia tak menemukan siapapun disana.
Dirinya kembali tenang, masih dengan mata siaga, ia mengambil buku pemberian pak broto, dibukanya satu per satu, isinya lengkap, dan yang ini tanpa coretan di wajah siapapun.
Ia memandangi satu persatu senyuman manis di wajah mereka, hayalannya kadang kala sampai di hari ia menemukan mayat-mayat dibalik dinding itu, ia menyayangkan peristiwa itu, peristiwa yang merenggut kebahagiaan mereka.
"Kau akan mati shila!"
Shila melempar albumnya, ia yakin suara yang kali ini bukan main-main, ia hanya berbaju lengan pendek, dengan celana pendek rumahan berwarna biru, buru-buru meraih ponsel dan dompetnya lalu pergi.
"Aku ke tempatmu gwen.."
Pesan singkat shila pada gwen, ia mengendarai mobilnya dengan segera, melaju dengan hati berdebar-debar.
Jalanan kala itu sepi, dihari minggu memang wilayah shila tak begitu padat, entah kenapa tapi mungkin karena tak ada aktifitas kampus dan juga kerja bagi para penghuninya.
Mobil melaju, jantung shila berdebar, entah kenapa dia sedang merasa diikuti, beberapa kali ia menatap ke arah belakang, memastikan perjalanannya aman.
"Bruak!!"
Shila terbelalak, sebuah batu besar menimpa bagian depan mobilnya, ia menelan ludah.
Kenapa harus dijalanan sepi begini sih? ---- pikirnya.
Itu memang jalanan sepi, hanya ada hamparan pohon pisang di kiri dan kanan.
Dari arah depan shila melihat seseorang, menggunakan jas hitam bertopi lengkap dengan masker hitamnya, tangannya mengacung, memberi kode shila untuk turun.
Shila masih berfikir beberapa saat, ini adalah saat paling tepat untuknya kabur, karena jika terus ada di dalam mobil sudah pasti dia akan tertangkap.
Langkahnya tak gegabah, ia meletakkan ponselnya di dengan sabuk perekat dibagian perutnya, lalu dompetnya ia bawa dengan tangan kiri.
Haruskah aku bertangan kosong?--- perasaan ragu itu masih menyerangnya, tapi langkah lelaki berpakaian hitam itu terus mendekati bagian mobilnya.
Jemarinya mulai mendobrak-dobrak bagian kaca mobilnya, lebih kencang dan kasar. Shila turun dengan buru-buru.
Jantungnya berdegup kencang, ia tak tau apa langkah yang di ambil benar atau tidak, tapi sekarang mereka berhadapan, dengan kaki shila yang mundur selangkah demi selangkah, mencari cela kabur tapi tak bisa.
Laki itu mempercepat langkahnya, shila pun demikian, matanya tajam menatap bagian kiri tangan lelaki itu, ia membawa pisau, dan bagian kanannya kosong.
Shila masih berusaha mengatur posisinya, ia tak bisa dengan jelas melihat lelaki itu, ia mempercepat langkah mundurnya, membuat lelaki itu berlari dengan mengacungkan pisaunya
Jleb!
Pisau menancap, shila memejamkan matanya, menggeser tubuhnya lalu dengan sigap menendang kaki kiri lelaki itu hingga terjatuh, lelaki itu menendang sebisanya, lalu berdiri dan mengambil pisau yang menancap di batang pohon pisang hasil hindaran shila.
Shila berguling, jalanan yang penuh kerikil membuat beberapa bagian wajahnya terluka, ia mengaduh. Lelaki itu lantas berlari, tak memberikan shila jeda untuk menyiapkan diri, ia menusukkan pisaunya dan shila langsung bergulir.
Awwwwhh! Pekik shila.
Pisau itu berhasil menyabet tangan kanannya, ia mengerang kesakitan, darah berkucuran tapi ia tak perduli.
Ia menatap tangannya, dan bangkit.
"BIADAAAAP!! KAU SIAPA BANGSATTT!!" Teriaknya.
Aku gak takut dengan pisaumu-- shila menggumam kesetanan
Lelaki itu berlari mengejarnya, shila memutar tubuhnya hingga pisau itu berulang kali lolos dari dirinya, meski sekali hampir mengena ujung kepalanya, shila masih bertahan, ia yakin tuhan takkan membiarkannya mati sia-sia.
Nafasnya ngos-ngosan, laki-laki itu juga, ia menyadari laki-laki itu manusia, bukan setan seperti dugaannya, jika dia berhasil membuka masker di wajahnya, juga topi jaket di kepalanya, ia pasti bisa membongkar siapapun di dalamnya.
Lelaki itu kembali berlari, dengan mengacung pisaunya ke arah atas, shila berlari tapi jalanan yang tak begitu bagus berhasil menghambat langkahnya, begitu juga dengan lelaki itu, ia terjatuh tepat di belakang shila, tergelincir oleh banyaknya kerikil disana, tapi ia bisa meraih kaki shila, mengacungkan pisaunya
"Arrrrrghhhh!! Biadapppp!!"
Pisau itu ia tancapkan di telapak kaki shila, setengah mati shila menahan perih, menendang-nendangkan kakinya yang mulai berkucuran darah agar lepas dari tangan si biadap itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Terror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...