Chapter #3

18.1K 2.2K 259
                                    


Suasana dalam mobil sport yang tengah melaju kencang membelah jalanan itu terasa hening. Sebab baik Taehyung maupun Jungkook sama-sama memilih diam tanpa ada yang berniat membuka percakapan terlebih dulu. Jungkook yang memilih menatap keluar jendela, sebisa mungkin mengabaikan bekas lebam dan rasa ngilu diarea rahang hingga lehernya. Sedang Taehyung memilih fokus menatap jalanan. Pun dengan plester dan kapas menempel diarea pelipis.
Keduanya terlibat perang dingin sejak insiden pertengkaran dipagi buta. 
















°°°

Pagi-pagi sekali, Jungkook berjalan mengendap-endap memasuki rumah. Melangkah jinjit menuju kamar, berharap tidak menimbulkan kebisingan supaya tidak membangunkan Taehyung.
Sayangnya begitu pintu kamar dibuka, hal pertama yang Jungkook lihat ialah Taehyung berdiri dengan raut wajah garang yang seolah siap membunuh Jungkook saat itu juga.

"Dari mana?"       Bertanya dengan nada suara teramat dingin. Jungkook merinding telak.

Jungkook balas mengendik bahu sok acuh. Pura-pura tidak peduli, walau nyatanya detak jantungnya tidak bisa berbohong.
"Rumah teman."       Suaranya tenang, akan tetapi dalam hatinya berteriak kalang kabut. Taehyung yang marah adalah lambang dari kehancuran.

"Kristal lagi?"

Menghela napas panjang pada akhirnya. Jungkook mengangguk kemudian. Sebab berbohongpun tidak akan berguna, Taehyung yang cerdik tetap akan tau kebenarannya.
Rahang mengeras, gigi-giginya bergemerutuk menahan emosi.

"Bagian mana yang tidak kau mengerti dari ucapanku untuk menjauhi jalang itu, Jungkook."        Mendesis tidak suka disertai kilat mata tajam berbahaya.

"Urus dirimu sendiri."      Menjawab santai, Jungkook menatap Taehyung datar tanpa minat.           "Aku bukan budak yang harus menuruti semua perintahmu."

Spontan jemari Taehyung terkepal erat. Ucapan asal Jungkook serasa memancing temperamennya untuk bangkit dan menghancurkan segala hal.
"Aku kakakmu, brengsek!"

Mendengus remeh disertai seringai mengejek.
"Hanya kakak tiri."        Jeda sejenak, kedua mata Jungkook masih menatap Taehyung menantang. Terlihat jernih, nyaris seperti tidak ada sirat ketakutan barang sedikitpun.
"Selebihnya kau bukan siapa-siapa."

Entah hal apa yang membuat Jungkook sebegini marah. Semua serba tiba-tiba, termasuk jawaban sialan yang bahkan mulai memicu angkara Taehyung itupun tidak pernah direncanakan sama sekali.

Maka tidak butuh waktu lama bagi Taehyung untuk menarik Jungkook mendekat dan mencumbu bibirnya kasar. Menjadikan empunya mengamuk dan meronta sebab Taehyung mengunci kedua tangan Jungkook dibalik punggung. Bukan karena Jungkook lemah yang menjadikannya kalah. Akan tetapi semua terjadi begitu cepat, sehingga tidak ada waktu baginya untuk sekedar melawan. Bahkan kedua kakinya hanya bisa menurut; melangkah mundur ketika sang kakak mendorong dan menghimpit tubuhnya pada permukaan pintu.

"Katakan sekali lagi,"        Jeda, Taehyung mencium bibir Jungkook sekali. Menggigitnya kencang, terlampau abai dengan ringis kesakitan sang adik. Tidak cukup disitu, sebelah tangannya terulur mencengkram rahang Jungkook kasar. Terus menekan sekuat tenaga. Membuat relung batinnya semakin bergejolak puas mendapati raut kesakitan sang adik. Menjadikan logikanya menolak untuk peduli, meski matanya dengan jelas melihat wajah Jungkook memerah. Serta mata yang memejam menahan nyeri pada rahangnya yang serasa remuk.       

Satu hal perlu diketahui, bahwa tidak akan ada yang tersisa ketika Taehyung marah. Hancur. Sebaik apapun topeng yang dipamerkan pada semua orang, tetapi tidak sekalipun pemuda itu menyembunyikan sisi iblis dalam dirinya; pada Jeon Jungkook adiknya.
Terbukti ketika sebelah tangan yang lain menggampar pipi Jungkook tanpa ampun. Menjadikan kepala pemuda Jeon turut terdorong kesamping.
"Katakan sekali lagi aku bukan siapa-siapa, brengsek!"


FATAL ㅡkth+jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang