Dulu, saat tengah malam dan dingin menusuk tulang, Serena dan aku baru sempat pulang dari pasar. Kami ketiduran dan bolos sekolah.
Ibu--tentu saja--tidak mencari kami meski pada saat pulangnya kami ke rumah, beliau memarahi keteledoran kami habis-habisan.
Saat sampai di wilayah dekat balaikota, tak ada seorangpun yang keluar rumah. Jadilah aku dan Serena berjalan berdampingan dengan merapatkan jaket dan mantel kami.
Saat itu aku melihat ke atas. Bulan. Terlihat merah dan tertutup awan tipis. Tiba-tiba sesuatu betkelebat di langit malam. Aku langsung mengalihkan pandangan. Ngeri atas apa yang ku lihat.
Akupun memberanikan diri untuk bertanya pada saudaraku yang serba pintar. "Serena, adakah burung yang terbang malam-malam?"
"Aku tidak tahu. Mungkin ada. Atau mungkin kelelawar," lalu Serena bertanya padaku ada apa. Dan aku bertanya lagi.
"Apakah ada burung setinggi enam kaki?"
Serena tidak punya jawaban.
$$$
Dub dub dub dub.
Suara degup jantung itu aneh. Belum lagi ketika iramanya berubah. Dan sayangnya, aku bisa mendengar detak jantungku sendiri sekarang ini. Di antara desir angin dan gemersik daun.
Tidak yakin ataukah aku harus pingsan, diam saja hingga petang, menamparnya, atau menangis meraung-raung.
Mungkin tidak untuk pilihan terakhir.
Aku tidak pernah menangis di depan siapapun. Tidak juga Randell atau Serena.
Sayap saling melawan.
Dunia macam apa ini?
"Kau pikir," katanya sambil menundukkan kepala dan membenahi rambut pirangnya ke belakang, "kami tiba-tiba datang padamu? Di lapak kecilmu itu dan membeli wortel?"
Aku diam saja.
"Apa kau tahu sudah berapa lama aku mengawasimu? Melihatmu mondar-mandir membawa bawang dan luncang?
Apa kau bahkan tahu mengenai dirimu sendiri?"
Ia terdengar mengejek.
"Berani-beraninya kau mempertanyakan mengenai diriku! Aku tahu diriku sendiri lebih dari cukup," aku tidak bermaksud untuk menjerit sekeraus itu, namun itulah yang keluar dari tenggorokkanku.
Sepuluh menit yang lalu aku bersedia mengobrol santai dengannya.
Namun, komentarnya mengenai diriku benar-benar tidak bisa diterima.
"Kau tidak tahu apa-apa mengenai bahaya yang ada di depanmu. Kau tidak tahu apa-apa mengenai dunia dan kau hanya gadis kecil yang suka berburu tupai di pohon-pohon. Kau harusnya percaya pada dirimu sendiri!" suaranya mulai terdengar menghardik, "Aku kira kau cukup dewasa untuk percaya bahwa kau memang bisa melihat kami dalam wujud seperti ini tapi kau bahkan terlalu pengecut untuk mengakuinya! Kau pikir sudah berapa kali kami berusaha untuk membuat diri kami terlihat di depan masyarakat untuk membuatmu melihat kami? Kau ini munafik, Zoe. Kau takut pada dirimu sendiri. Tak ku sangka kami harus susah-susah mendatangimu secara langsung hanya untuk membuatmu tahu."
Tak pernah dalam beberapa tahun terakhir sesuatu dapat menghajarku sesakit ini. Aku selalu melihat mereka. Di bulan. Di pohon. Di hutan. Bahkan aku bermimpi.
Mereka mempertaruhkan identitas mereka hanya untuk membuatku percaya pada diriku sendiri. Dan aku menolak untuk percaya. Karena aku tidak gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Creatures
FantasyZoeanne Javelyn gadis tiga belas tahun yang hidup di abad yang mengerikan berusaha bertahan dalam kekacaubalauan dunia. Mencoba bertahan hidup bersama kembarannya, Serena, serta ibunya dengan caranya sendiri. Sebelum ramalan aneh terucap dari seseor...