"Ge?"
"Hm."
"Gege masih ingat sama Hohyeon?" Renjun menghentikan aktivitas berkutatnya dengan lembaran-lembaran laporan projek, berusaha menaruh perhatian pada sang adik yang masih rebahan di tempat tidur.
"Tentu. Ada apa?" tanya Renjun yang kembali sibuk. Meski sebenarnya pura-pura berpaling lantaran kembali diungkitnya sosok yang menyatakan suka kepadanya. Demi mengusir kegugupan di hadapan Chenle yang kemungkinan besar akan menggodanya, Renjun menambahkan kata-kata, "Aku jarang melihatnya di kantin."
"ITU DIA GE!" Chenle melompat penuh semangat. Jari telunjuknya mengacung bagai sedang memproklamirkan kalimat sumpah. "Tepat sehari setelah dia bilang suka sama kamu, dia gak masuk dan baru masuk lagi tadi, di wajahnya ada lumayan banyak luka kering. Aku sempat ingin bertanya tapi dia menghindar dan malah bilang tidak apa-apa."
Ada yang berubah dengan Hohyeon. Beberapa hal yang Chenle tahu, Hohyeon cukup cerewet di kelas apalagi padanya yang notabene adik sang gebetan. Akan tetapi, seharian kala Hohyeon masuk sekolah lagi dia jadi tidak menanyai kakaknya terus. Lupakan membahas luka-lukanya dan perkara tidak masuk kelas, membicarakan Renjun saja sudah tidak lagi bagaimana ditanyai hal yang lebih mengkhawatirkan. Jelas dia terlihat menghindar.
Chenle menduga kedua hal tersebut memiliki kerterkaitan. Terlihat dari bagaimana Hohyeon selalu mengalihkan topik atau bahkan mengacuhkan Chenle ketika ia mengoceh tentang kakaknya. Biasanya pemuda dengan nama panggilan Hoho itu suka menimpali dengan bersemangat, tetapi kali ini ada saja alasannya untuk menolak dengar.
Satu hal yang harus ia tanyakan sekarang adalah gege-nya.
Renjun mengerutkan kening, tak percaya teori ngawur Chenle. "Kamu pikir semua itu ada sangkut-pautnya denganku?" Chenle mengangguk. Renjun yang menggeleng. Anak itu telah menceritakan semua dugaan-dugaan berharap Renjun mengetahui sedikit informasi yang memberikan titik terang teorinya. Sepertinya Renjun harus bilang papanya untuk berhenti meracuni Chenle dengan anime detektif-detektifan.
"Aku tidak yakin apa Hohyeon yang babak belur benar benar ada hubungannya denganku."
"Menurutku juga~!" seru Chenle. Dia melipat seluruh jari saling bersilangan dan menaruhnya di depan mulut. Benar-benar serius memikirkan masalah ini. "Tapi kenapa dia menghindar juga tentangmu?" tambahnya lagi setelah berpikir dalam.
"Entahlah, yang harus kamu tanyakan dia bukan aku."
Chenle terlihat menimang-nimang kembali pernyataan Renjun kemudian berteriak, "AH IYA!"
"Apa lagi?" sahut Renjun usai ia menenangkan diri dari seruan Chenle.
"Gege lagi dekat sama seseorang tidak sekarang?" Renjun lantas menjawab spontan 'tidak'. Akan tetapi, detik berikutnya raut wajah Renjun muram mengingat seseorang yang selalu mengusik.
Tidak separah itu kan sikapnya? dan juga apa aku untuknya sampai-WHAT!? kenapa aku mengikuti jalur pikirannya Lele??
______________
Mark tidak yakin jika dedaunan berlapiskan warna oranye yang khas, yang seharusnya jatuh pada beberapa bulan ke depan membuatnya menjadi sangat melankolis. Seakan-akan sungguh menjelaskan keadaan hatinya yang tengah bimbang.
Haruskah ia jatuh dan melepaskan pegangannya untuk menyerah?
Mark sudah jatuh kepada perasaan amat bersalah setiap kali melihat wajah adiknya. Meski semua telah berlalu, meski adiknya tak lagi melihatnya dengan pandangan kekecewaan, perasaan itu tidak mudah hilang begitu saja.
Bahkan ada dua hati yang ia kecewakan secara bersamaan.
Mark ingin bertahan pada afeksinya, tetapi rasanya sulit untuk menunggunya kembali pada waktu yang entah kapan. Ada banyak kemungkinan yang terjadi jika harus bertahan. Jadi harus sampai kapan?
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Dilemme XXX [NoRen] Revisi
Fanfictie"Between a Rock and a Hard place" Dilemme; est un raisonnement qui, partant de la disjonction de deux propositions. Lee Jeno memang masih seorang siswa menengah atas tingkat dua. Usianya sudah mencapai umur kedewasaan tapi dia tidak...