Warning : mengandung tema yaoi, LGBT, lime, lemon implisit
NGGAK SUKA? JANGAN BACA!
Masashi Kishimoto
Naruto pagi ini sedang duduk dengan wajah damai. Tidak ada gurat-gurat emosi, setres, depresi, dan kelelahan menghiasi wajahnya yang babyface. Tenang dan damai. Sebuah senyuman tersungging di bibir merahnya. Seharusnya itu sebuah pemandangan yang indah setelah beberapa minggu belakangan ini raut wajahnya selalu mendung seperti bapak-bapak pegawai kecil yang baru saja kena PHK di tengah kenaikan sembako yang gila-gilaan. Indah jika saja tidak ada aroma besi bercampur amis dari bibir Naruto.
Setelah diperhatikan dengan seksama dari jarak satu meter, senyum Naruto tidak terlihat alami. Itu sesuatu yang dipaksakan. Dilihat lebih dekat lagi, tampak tonjolan runcing warna putih terbenam dalam-dalam ke dalam lapisan kulit dibibir ranum Naruto. Ternyata, sesudah dianalisa lebih teliti dengan menghitung sudut-sudutnya, diperoleh kesimpulan, jika Naruto tidak sedang tersenyum melainkan sedang menggigit kuat-kuat bibir bagian bawahnya sendiri. Cairan kental berwarna merah mengalir diantara sayatan pada permukaan kulitnya.
Aigh. Astaga! Apa yang terjadi? Mungkinkah Naruto mengidap penyakit masokis dan self-destruction?
Tenang. Naruto masih normal. Ia waras. Ia tidak sedang menderita gangguan psikologis apapun seperti masokis ataupun self-destruction. Setidaknya untuk saat ini. Naruto sengaja menggigit bibirnya untuk menjaga kewarasannya yang tinggal seutas tali. Naruto kita diambang kegilaan.
What? Bagaimana bisa?
Ceritanya panjang dan hampir tidak masuk akal. Jika diringkas ada tiga faktor utama yang membuat kewarasan Naruto terganggu. Pertama, faktor rumor Naruto hamil. Meskipun Naruto sudah membantahnya dengan tegas, namun orang-orang itu tidak percaya. Seperti burung pemakan bangkai, orang-orang itu dengan ganas dan liar berkerumun di sekitarnya untuk mengendus bau busuk dari bangkai -menurut mereka- yang Naruto sembunyikan. Tiap hari, tiap jam, mereka terus menerus mendesak Naruto agar jujur.
What the hell? Heck! Ia kurang jujur apa? Ia sudah mengatakan yang sebenar-benarnya, jika ia tidak hamil. Tidak ada yang ia tutup-tutupi. Tapi, kenapa? Kenapa Tuhan? Kenapa tidak ada yang percaya? Apakah ia harus bilang, "Ya. Aku hamil. Terus, kenapa?" Tapi... tapi, itu berarti ia bohong dong! Terus yang jujur siapa?
Apa sekarang standar kejujuran itu berubah, dari kebenaran itu sendiri menjadi opini publik? Jika publik bilang hitam, maka itu hitam. Jika publik bilang putih berarti itu putih. Terlepas warna aslinya. Lalu, dimana letak kebenaran sejati? Di tong sampah? Sungguh Naruto tidak mengerti.
Meskipun harga dirinya terluka karena integritas moralnya dipertanyakan oleh sebagian besar rakyatnya sendiri, namun Naruto masih bisa bertahan. Tidak sampai membuat Naruto lari di perempatan jalan, sambil bawa ukelele, dan lalu menyanyi, "Mengapa ku begini? Jangan kau pertanyakan..." Intinya, Naruto masih waras.
Namun, masalahnya, faktor pertama membawa Naruto ke faktor kedua, yang mana hampir menjungkalkan kewarasannya. Ceritanya begini. Karena tekanan dari publik, Naruto jadi tertekan. Ia mengalami stres berat. Hal itu membuat Sasuke prihatin dan khawatir dengan kesehatan Naruto plus calon bayinya. Ia pun memutuskan menetap secara permanen di rumah Naruto. Bahkan, merambah ke kamar pribadi Naruto. Baca tidur di kamar Naruto. Dalihnya, menjaga Naruto.
Sejak itu, semua kebutuhan Naruto disediakan oleh Sasuke. Tugas Naruto hanya tersenyum dan hidup dengan damai. Sasuke beralih fungsi menjadi suami 'SIAGA' Siap, Antar, Jaga. Naruto tidak keberatan, meskipun jujur ia kurang 'sreg'. Rasanya agak gimana githu. Masak cowok diperlakukan kayak cewek. Tapi, saat ini -karena stress- ia sering linglung hingga terkadang lupa dengan kebutuhannya sendiri. Ia bahkan pernah lupa jalan pulang. Tanpa perawatan Sasuke, entah bagaimana nasib Naruto.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI SAKURA (¬_¬)'
AcakWanita yang sedang terobsesi sangatlah mengerikan. Mereka sanggup melakukan apa saja demi obsesinya. Sakura terobsesi pada Sasuke, semua orang tahu itu. Tapi, tak ada yang tahu, betapa besarnya obsesinya. Betapa mengerikannya. "AKU TIDAK BOHONG!" Ra...