Perhatian

7 2 0
                                    

"Siapa dia, Agga?". Tanya wanita tua itu melihat aneh ke arahku.

"Dia teman Agga, Nek". Jawab Aggandra lembut.

Ohh jadi wanita tua ini neneknya Aggandra batinku.

"Siapa namamu nak?". Tanya nenek Aggndra, sekarang wajahnya sudah memperlihatkan senyuman untukku.

Aku maju beberapa langkah.

"Namaku Adina, Nek". Jawabku dan bersalaman dengan Nenek.

"Kau lucu sekali, Nak. Cantik". Ucap nenek menyentuh wajahku lembut.

Aku tidak tahu ini semacam kata kata bualan atau tidak, tapi tetap saja kuucapkan terima kasih.

Setelah mempersilahkan Aku dan Agga masuk, nenek pergi untuk membuatkan kami teh manis.
Sedangkan kami duduk di kusi kayu di ruag tamu.

"Din, tunggu sebentar ya" Ucap Agga lalu meninggalkanku sendiri.

Ternyata tempat ini sangat bagus, menarik walaupun diluarnya tampak tua. Kulihat sekeliling, ruangan ini ditata rapi dan didindingnya terdapat banyak kaligrafi dan foto foto.

Dengan rasa penasaran, aku pun mendekat ke arah salah salah satu foto. Disana, terlihat foto keluarga yang bahagia.

"Itu foto keluarga kami, nak. Itu Nenek, Ayahnya Agga, dan Ibunya". Kata nenek yang sudah berada di sebelahku dengan membawa 3 gelas teh manis.

"Ayo duduk, Nak. Minum tehnya". Ucap nenek seraya berjalan menaruh teh tersebut di atas meja.

Setelah duduk kembali, dengan sopan kuminum teh buatan nenek dengan fokus melihat kearah foto keluarga tersebut. Entah kenapa aku senang melihatnya. Apalagi dengan adanya sosok Aggandra kecil nan lucu.

"Dimana Agga?" tanya nenek tiba tiba.

"Tidak tau Nek, Agga hanya menyuruhku menunggunya disini". Kataku dibalas anggukan oleh nenek.

"Nek, Ibu dan Ayahnya Agga dimana? Kok tidak kelihatan?" tanyaku pada nenek.

Setelah beeberapa saat terdiam nenek mulai berbicara "Ibu Agga sudah meninggal 10 Tahun yang lalu saat Agga berumur 7 Tahun dan Ayahnya tidak tinggal disini, ia sudah mempunyai keluarga sekarang". Jelas Nenek dengan tersenyum paksa yang membuatku sedikit bersalah, pasti ia teringat kembali sekarang.

"Eeeee maaf nek". Ucapku dengan hati hati dan penuh penyesalan.

"Tidak apa apa Nak".

Nenek menceritakanku tentang masa kecil Agga, tentang hal hal lucu mengenai Agga. Memang benar, ternyata Agga itu menyenangkan dan friendly. Nenek menceritakanku bahwa Agga anak yag patuh, baik, taat dan selalu ingin menegakkan hal yang benar. Cerita cerita nenek itu membuatku sangat bahagia dan senang, karena bisa mengetahi lebih banyak tentang Agga, bukan.

Tetapi hal yang membuatku cukup sedih ketika Nenek memberitahuku bahwa Agga tidak tinggal bersamanya, melainkan dengan Ayah dan keluarga baru Ayahnya. Pantas saja saat kami datang tadi nenek sangat senang dan memeluk erat Aggandra.

Sedangkan Nenek tinggal disini dengan Bi Rumi, bibinya Agga. Tetapi Bi Rumi akan pulang saat senja dari kantornya.

"Kayaknya Nenek sama Adina senang sekali nih, lagi ngomongin apa sih". Tanya Agga yang tiba tiba sudah ada disini. Lalu dia duduk disebelah nenek dan memeluknya. Tampaknya Aggandra sangat sayang dan dekat dengan nenek.

"Tidak ada kok, Agga kepo sekali". Jawab Nenek yang disambut gelak tawaku dan Agga. Bisa bisanya nenek yang sudah tua nini tau nama kepo. Apa ini efek dari Nenek nenek zaman now?

"Ohh iya, Din. Ayo ikut aku". Ucap Agga setelah kami selesai tertawa.

"Kemana?"

"Ayoo ikut aja" jawabnya.

"Yasudah Nek, Aku ikut Agga dulu ya".

"Iya Sayang". Ucap nenek.

Setelah berjalan tidak yerlalu jauh, kami tiba disebuah rumah pohon.

"Kau ingin naik?" tanya Agga

"Boleh, tapi ini punya siapa Ga?

"Ini tempatku Din, biasanya kalau moodmu sedang tak baik, aku datang kesini atau ke bukit tadi menenangkan diri". Jelas Agga.

Lalu aku pun naik dibantu Agga. Walau sejujurnya aku takut dan sedikit ngeri. Bagaimana tidak, tempatnya lumayang tinggilah.

Dan untuk orang sepertiku yang cukup parno, aku butuh keberanian extra untuk naik.

Dirumah pohon itu terdapat karpet lembut yang menjadi alas, beberapa buku yang tersusun rapi di rak kecil, gitar, bantal dan sebuah foto yang tak asing lagi, yaitu foto keluarga seperti yang ada di rumah nenek, tetapi ukurannya lebih kecil.

Setelah beberapa lama rumah pohon, Agga pun mengajakku pulang jarena sudah pukul 5 sore. Sebelum pulang, kami berpamitan dulu pada nenek.

…………

Setelah sampai didepan rumahku, Tak lupa ku ucapkan terima kasih pada Agga dan menawarinya untuk mampir dahulu kerumah, tetapi ia menolak dengan sopan.

Tbc..

HAI IDIOT? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang