Bab 1

4.3K 232 56
                                    

April 21, 2018.

Adalah hari paling bersejarah bagi Naruto maupun Hinata. Mengalahkan hari lahir mereka sendiri, bahkan seolah lebih penting ketimbang hari merdeka negaranya sendiri. Namun, tetap hari merdeka menjadi yang paling utama. Sebab jika tidak, mana tahu mereka bakal lahir dan melangsungkan pernikahan seharian ini?

Pukul sembilan malam, mereka berdua baru tuntas menyudahi acara yang tidak habis-habis prosesnya. Meskipun hanya mengucap janji suci, tetapi setelah itu mereka harus terjaga. Benar-benar terjaga untuk menemani tamu-tamu undangan. Seperti, jika mereka tidak begitu, proses pernikahan itu tidak sah.

"Ahahaha...." Hinata tertawa pelan tetapi renyah. Antara lelah, juga lega. Hal itu membuat suaminya menoleh, lantas memiringkan tubuhnya.

"Kau kenapa? Kau tidak menjadi gila karena menikah denganku, 'kan?"

Hinata mendecih sambil melirik Naruto, "Seperti kau itu pria paling tampan yang mampu membuat aku gila!" Hinata memiringkan tubuhnya juga, membalas tatapan mata sapir yang tiga tahun selalu ada untuknya.
"Aku hanya tidak percaya... jika kita berdua benaran menikah..."

"Hm... Bagaimana kalau aku membuatmu percaya sebentar lagi?"

Wajah Hinata panas, hingga timbul rona merah yang begitu jelas. Apalagi saat Naruto semakin mendekat padanya. Mendorong bahunya hingga ia kembali terlentang.

Sungguh, Hinata memang belum percaya, tetapi dirinya belum memiliki kesiapan semisal Naruto menagih hal pertama pada malan pertama.
Jantungnya berdetak-detak lebih cepat, kulitnya meremang saat Naruto beranjak duduk. Lantas berada diatasnya dengan bertumpu lututnya sendiri diantara pinggang Hinata.

"Hinata, berbahagialah bersamaku..." sembari berkata, Naruto menggerakkan tangannya membuka kancing piyama Hinata.

Cklek!

Mereka berdua menengok ke arah pintu, yang disana seorang gadis berusia lima belas tahun sedang berdiri. Berkedip-kedip gelisah antara malu dan bingung, serta lupa alasan mengapa ia datang.

Blam!

Sontak Hanabi, adik Hinata, menutup pintu kembali dengan keras. Dia memukul-mukul kepalanya sendiri, membodohi dirinya sendiri mengapa bisa lupa jika kakaknya sudah menikah.

Sementara didalam, Naruto dan Hinata masih terbengong dengan kedatangan dan kepergian Hanabi barusan. Beberapa detik berlalu, Hinata mendesah lalu menutup wajahnya yang merah malu.

"Ya ampun!" Hinata merengek, menyesali tindakannya yang lupa mengunci pintu. Sebab, dia sudah terbiasa tidak melakukannya lantaran Hanabi seringkali pindah dan tidur bersmanya. Kali ini dia dibuat malu sendiri.

Naruto pun tak kalah malu. Dia memilih beranjak dan berbaring ditempatnya. Niat untuk membuat Hinata bahagia, tiba-tiba hilang akibat insiden barusan. Entah dimana ia akan menempatkan wajahnya besok pagi.

—ulala—

Setelah kejadian itu, antara Naruto, Hinata maupun Hanabi terdapat kecanggungan selama tiga hari. Bahkan, gadis itu sengaja kabur ke sekolah pagi-pagi betul untuk menghindari kakak dan iparnya. Dia masih malu sebab masuk tanpa permisi.

Namun, sekarang sudah seperti biasa. Hinata maju duluan tanpa mengungkit masalah itu, Naruto pun tampak tidak memikirkannya. Lantas, Hanabi tidak perlu merasa bagaimana-bagaimana lagi.

"Naruto-kun, apa perlu kita mekukan bulan madu di luar kota?" tanya Hinata. Perempuan itu sedang duduk didepan meja rias sembari mengoleskan cream malah di wajahnya, agar tetap sembab hingga pagi. Dia memandang Naruto melalui cermin.
Naruto tampak berpikir. Pria pirang itu pun sebenarnya memiliki rencana melakukan bulan madu di luar kota. Alasannya, agar tidak ada yang mengganggu, apalagi masuk kekamarnya tanpa permisi. Mengingat itu membuat kepalanya pening.

Honeymoon in Hometown [NHFD9]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang