LIS #6

129 6 4
                                    

Mendapat orang yang bisa menjadi sandaran kita di saat beban sudah tidak mampu dipikul sendiri, merupakan anugerah terindah dari tuhan.

Seperti halnya Melodi yang bisa bertemu dengan Tulus. Cowok itu membuatnya lebih lega dengan menceritakan tentang perasaan sedihnya yang ia tahan sendiri. Cowok itu membuatnya memiliki tempat untuk berbagi. Cowok itu membuatnya memiliki teman untuk tidak merasa kesepian lagi. Dan cowok itu membuatnya selalu ingin tersenyum dengan tulus. Bukan  lagi dengan senyum palsu yang biasa ia paksakan.

"Tulus." Panggil Melodi untuk kesekian kalinya. Sedari tadi cewek itu terus memanggilnya, dan Tulus terus menyahuti dengan gumaman.

"Makasih udah mau kenal gue." Kata cewek itu selanjutnya.

Tulus berdeham. "Nggak perlu bilang makasih. Gue juga seneng kenal lo kok." Sahutnya.

Kedua sudut bibir Melodi terangkat, membentuk lengkung yang sangat manis. "Nama lo Tulus Anugrah Pratama kan?"

"Iya."

"Orang bilang nama kita adalah do'a. Tapi  awalnya gue nggak ngerasa itu terkabul sama gue."

"Kenapa?"

"Nama gue Melodi Cinta. Tapi, orang-orang nggak pada cinta sama gue."

Tulus diam sejenak. Merasa iba dengan Melodi. Ia takut salah bicara sehingga berfikir dulu sebelum berbicara kalimat selanjutnya yang berhasil membuat Melodi berarti.

"Melodi Cinta. Mulai sekarang gue akan manggil lo lengkap. Gue harap, lo nggak akan sedih lagi. Gue akan ada buat lo." Tuturnya.

"Nama lo bener-bener terkabul sama diri lo. Lo begitu tulus."

Kepala Melodi menengadah. Meskipun ia tidak bisa melihat, ia membayangkan langit biru yang begitu indah.

"Nama lo juga pasti terkabul. Gue yakin, orangtua lo sangat mencintai lo."

Mendengar kalimat itu, kepala Melodi tidak lagi menengadah. Melainkan sedikit tertunduk. Kali ini Melodi kembali menciut setelah sekian lama mencoba untuk menjadi orang yang arogan. Ia akui, sekarang ia sangat ingin menyentuh wajah Tulus. Karena baginya, Tulus sudah menjadi salah satu alasannya untuk tegar. Sama seperti papanya, mamanya, dan Pak Jun yang ia hafal wajahnya. Setelah Melodi tidak bisa melihat, beberapa kali ia meraba wajah mereka untuk bisa terus mengingatnya dan menggambarkannya dengan imajinasi. Melodi mengingat seluk beluknya.

Tapi, rasanya ia terlalu canggung untuk melakukan hal itu. Bahkan untuk mengatakannya pada Tulus pun ia tidak berani. Takut cowok itu merasa risi.

"Mel. Eh maksud gue Melodi Cinta, mending kita rebahan di rumput yuk. Gue cape duduk terus." Ajak Tulus membuyarkan lamunan Melodi.

Tulus langsung merebahkan tubuhnya di atas rumput. Lalu, ditariknya pelan bahu Melodi agar mengikutinya. "Tenang, nggak basah kok rumputnya."

Keduanya saling terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Tulus memandangi birunya langit tanpa awan, sedangkan Melodi hanya melihat kegelapan tanpa cahaya sedikitpun. Sampai akhirnya suara seseorang membuat keduanya tersadar.

"Woy! Gue cariin kalian taunya ada di belakang berduaan. Enak ya berduaan, inget yang ketiga pasti setan tuh." Cibir Sarah yang baru muncul entah darimana. Dasar cewek hantu!

"Elo dong." Sungut Tulus membuat cewek itu mendengus kesal. "Et dah ngapain lagi ini bocah nyempil-nyempil udah kayak upil." Kesal Tulus pada Sarah yang ikut membaringkan tubuhnya di tengah. Membuat tubuhnya terhimpit di antara Melodi dan Tulus.

"Biarin yeeeeee. Biar bisa meluk Tulus sayang. Hehehe." Ujar Sarah sambil nyengir.

"Mel, lo nggak diapa-apain sama Tulus sialan kan? Lo gapapa kan? Awas hati-hati. Gue cuma ngingetin, takutnya lo kenapa-napa." Cerocos Sarah membuat Tulus menjitak kepalanya.

Melodi hanya tersenyum geli.

"Ih, apaan sih Lus jitak-jitak. Kepala tuh nggak boleh sembarangan dipukul, dijitak. Nanti kalo gue oneng gimana? Nanti kalo gue lola gimana? Lo mau tanggung jawab hah? Nggak kan?"

Tulus mengelus dada. Heran dengan Sarah yang sebegitu cerewetnya. Ngidam apa ibunya saat hamil dia. Untung sayang, kalau nggak pasti udah Tulus sleding.

"Eh Tulus kok malah ngelus dada." Wajah Sarah memelas, lalu dipeluknya Tulus dari samping. "Maafin gue ya. Maklum tadi jalan lagi sepi, jadi nggak ngerem-ngerem hehe." Katanya.

"Bodo amat Sar, bodo gue nggak denger blur." Cibir Tulus.

"Baguslah. Gue turut seneng dengernya." Sahut Sarah.

Tulus mengernyitkan keningnya. Bingung dengan tanggapan Sarah. Cewek itu memang selalu membuat Tulus geleng-geleng kepala dengan sikapnya.

Kadang gemesin, kadang lucu, kedang nyebelin bin ngeselin.

Meskipun Sarah bertingkah laku seperti itu, tapi Tulus sangat terbuka dengannya. Karena cewek itu jika sudah serius, ia akan menunjukkan sisi dewasa dan bijaknya. Jadi, Tulus seringkali mendapat solusi ataupun motivasi darinya.

"Eh Mel, jangan diam aja dong. Ketawa kek. Hehehe. Kan gue itu orangnya lucu."

"Iyain aja Melodi Cinta biar cepet."

Mendengar panggilan Tulus untuk Melodi membuat cewek itu menoleh cepat ke arah Tulus. Sebenarnya jarak wajahnya dengan wajah Tulus dan juga Melodi sangatlah dekat. Mengingat tubuhnya yang terhimpit di antara keduanya. Tapi, keduanya bersikap seolah itu adalah hal biasa. Tadinya Melodi hendak bergeser, tapi Sarah menahannya.

"Nggak usah geser Mel, biar gue hangat." Begitu katanya.

"Eh Tulus sayang, kenapa lo manggil Melodi sampe pake cinta segala?" Tanya Sarah menyelidik.

"Namanya emang Melodi Cinta." Jawab Tulus seadanya.

"Eh kirain."

"Maaf ya Sar, gue nggak maksud bikin lo salah paham--"

"Eh bukan gitu. Hmmm, mak--" Potong Sarah segera. Tapi, Melodi juga memotongnya.

"Lus, lo nggak usah manggil gue Melodi Cinta lagi." Pintanya sambil bangkit dari rebahannya. Kemudian ia melengos pergi.

"Lo sih!" Sungut Tulus pada Sarah.

Cewek itu hanya mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah. "Lebih baik begitu kan. Apa gue harus ngejelasin? Gue rasa nggak perlu. Lebih baik begitu, Lus." Jawab Sarah tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

"Kenapa harus gitu?" Nada bicara Tulus mulai meninggi.

Sarah langsung mengubah posisinya menjadi duduk. Ditepuknya bahu Tulus. "Gue sayang sama lo." Ujarnya sebelum beranjak pergi.

"Tapi...." Sarah menghentikkan langkahnya mendengar perkataan Tulus.

"......gue harap lo juga mengerti." Lanjutnya.

Sarah menghela nafas dengan susah payah. "Gue harap lo lebih ngerti. Jangan cuma pikirin perasaan lo. Lo juga tau kan rasanya sakit hati itu gimana? Gue yakin lo pernah ngerasainnya waktu ortu lo cerai." Jelas Sarah tanpa membalikkan badannya. Kemudian, ia kembali melangkahkan kakinya. Beranjak pergi.

Sebenarnya Sarah tidak ingin membahas masalah perceraian orangtua Tulus yang malah membuat cowok itu sedih. Tetapi, Tulus harus sadar diri. Dan tidak boleh menyakiti siapapun nantinya.

Tulus merenungi perkataan Sarah barusan. Dipandanginya langit sembari berbaring. Egois memang bukan pilihan yang baik. Tapi, jika Tulus ingin egois sekarang apa itu boleh?

Ia mendesah, kembali merasakan kebingungan seperti saat memikirkan bagaimana caranya membuat kedua orangtuanya jatuh cinta. Tapi, sayangnya angan-angan itu tidak pernah dan tidak akan terwujud karena akhirnya mereka berpisah. Usahanya sia-sia.

Apa ia harus menyerah sekarang? Itu berarti menyerah sebelum berusaha. Tapi, ia juga tidak ingin menyakiti siapapun.

🎬
TBC

Apasih? Cerita ini masih menyimpan banyak misteri... Eaks😅

Jadi, semuanya akan terbongkar sedikit demi sedikit. Atau kalian udah bisa nebak?

See you next time⏩

Ka Apip💕















SETULUS MELODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang