Semuanya telah tersusun rapi, hari ini mereka akan segera pergi ke bekas minimarket SS, bersama beberapa orang polisi yang telah di setting sebelumnya.
Untuk meminimalkan kecurigaan, shila dan abra ada di lokasi, sedangkan nano, adhis dan gwen telah di sebar ke beberapa titik untuk mengawasi gerak-gerik setiap orang.
"Oke, kita mulai." Shila berbisik, memberi aba-aba pada abra yang kemudian mengangguk pelan.
Suasana siang itu memang dibentuk sedemikian rupa, beberapa orang polisi seolah sedang memeriksa ulang TKP, mencoba mencari satu atau dua petunjuk disana, shila dan abra sebagai saksi memang sengaja menampakkan diri di lokasi itu, memancing agar si pelaku muncul dan syukur-syukur bisa terekam kamera nando, gwen, atau adhis yang telah berpencar.
Shila melirik ke sekitar, memperhatikan barang kali ada yang mengawasi, sedangkan abra masih berbincang dengan polisi disebelahnya.
Di dalam rumah, tiga orang polisi telah dikerahkan masuk, mencari apapun yang ada disana.
Shila menggigit bibirnya, berusaha menetralkan rasa gundah yang menyelimuti hatinya.
"Jeduarrrr!!"
Suara letusan peluru, entah darimana asalnya, tapi gwen, nando dan adhis dengan sigap merekam arah dari sekitar tubuh mereka masing-masing.
Seorang polisi di dalam minimarket SS tiba-tiba jatuh tersungkur dari tangga, semua mata terbelalak menatapnya. Tepat di dadanya tertembus peluru, darah bercucuran membuat shila berteriak histeris, meronta dan meraung tak percaya.
Setengah jam kemudian ambulan datang, shila merasa bahwa itu sia-sia saja, polisi itu takkan tertolong, pencarian hari itu di usaikan, shila dan abra kembali ke mobil, diikuti gwen dan yang lain.
Bip.. sebuah pesan masuk di ponsel shila.
"Jangan macam-macam, atau nasibmu akan berakhir sama dengan polisi tua itu"
Itu seperti pesan ancaman, dari nomor tak dikenal, shila menatap abra lekat, jantungnya berdegup kencang, antara ingin menyerah sekarang atau merasa kepalang tanggung.
Shila terdiam, menutup kembali ponselnya, jantungnya berdegup amat kencang, membuat tak ada konsentrasi lagi untuknya.
"Sipelaku ini bener-bener kejam, aku gak yakin dia jordan." Kata gwen membuka pembicaraan.
"Iya gwen, atau mungkin artikel itu yang salah?"
Keduanya terdiam, mobil melaju dengan pelan, alunan musik menemani mereka, tapi shila bersyukur masih ada yang mau menemaninya memecahkan misteri itu disaat banyak teman-teman yang mulai takut untuk pergi.
"Ada telepon dari pak rengga."
Abra menatap layar ponselnya yang bergetar, sebuah panggilan dari pak rengga, salah satu polisi yang tadi masuk ke dalam minimarket SS dan menjadi saksi kematian rekannya.
"Angkat gih.."
Abra menggeser layar ponselnya, mencoba mendengarkan suara di seberang sana, sebelum menjawab salam pak rengga.
"Saya ingin menceritakan kejadiannya, ini penting sekali. Cepat datang ke gedung LW9"
Suara pak rengga terdengar bergetar, membuat abra sedikit gugup saat mematikan ponselnya.
"Apa katanya?" Shila penasaran.
"Dia minta kita datang ke gedung LW9"
Shila mencoba mengingat nama gedung itu, gedung itu adalah gedung tua di ujung jalan mariot, sepertinya kosong dan tak berpenghuni, wajar saja jika pak rengga ingin bertemu disana, mungkin ia tak ingin ada seorang pun yang mendengar percakapan mereka.
"Yaudah kita kesana sekarang" shila menambahkan
"Jujur sih perasaanku gak enak, suara pak rengga bergetar pas tadi nelepon"
Keduanya tidak lagi berdebat, gwen dan yang lain juga berfikir dari kursi belakang.
Melirik jalanan yang macet, dan semua otak mereka yang sudah sangat sulit berfikir dengan baik, shila menatap kaca di kiri tubuhnya, menerawang jauh entah kemana, memikirkan banyak hal yang menyita hari-harinya.
"Udahlah, yang penting kita kesana dulu, kepalang tanggung kalo baru takut sekarang, dari kemarin-kemarin juga kita udah di terror."
"Bener apa yang dibilang gwen, mending kita pergi aja sekarang." Tambah adish.
"Yaudah, kita kesana sekarang, kita dengerin cerita pak rengga."
"Tunggu bra."
Semua orang menatap shila, tepat lampu merah dijalan itu menghentikan mobil mereka.
"Perasaanku juga gak enak, kita gak bisa pergi dengan tangan kosong."
"Jadi maksudmu shil?"
"Kita pergi ke minimarket dulu sebelum ke gedung LW9"
"Buat apa shil?"
"Ikuti aja aku."
Shila tersenyum tipis, ada rencana yang berputar di otaknya, itu akan sangat membantunya, abra hanya menghembus nafas berat, melajukan mobil untuk segera menemukan minimarket terdekat, seisi mobil itu gundah, dibenak mereka masih terbayang kematian salah seorang polisi, dan itu karena ide mereka.
Untuk menyerah sekarang sudah sangat terlambat, maju adalah jalan satu-satunya, tanpa pilihan, dan tanpa negosiasi apapun.
"Itu disana."
Shila menunjuk sebuah minimarket, meminta abra untuk segera meminggirkan mobilnya, dan turun disana, hanya shila yang turun dan semuanya ia biarkan menunggu di mobil.
-------------------------------------
Hai-hai, maaf ya updatenya lama. :) aku juga punya kerjaan lain selain menulis guys ehehhe.
So, selamat menikmati kelanjutannya🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
MATI TUJUH
Horror#21 in horror (mei & juni 2018) #2 in misteri (juni 2018) #3 in horror (agustus 2018) Shila Albartha, mahasiswi fakultas hukum yang sangat antusias ingin memiliki pengalaman melihat makhluk tak kasat mata, ternyata membuatnya nekat melakukan ritual...