Bab 8 : Penemuan Senjata yang Terkubur

13 0 0
                                    

Merauke, 7 Februari 2021

Hari ini, Derza mengantar Trisna ke markas Korem 17/ATW untuk diwawancarai atas kasus penculikan dirinya. Sudah 3 jam ia menunggu namun belum ada tanda-tanda Trisna akan kembali. Ia sudah mulai bosan menunggu sendirian di parkiran.

"Lama sekali. Sebenarnya mereka bertanya apa saja," batinnya.

Baterai ponselnya pun telah habis sebab ia bermain game untuk menghilangkan kebosanan. Sekarang yang bisa ia lakukan hanya menunggu. Mungkin tidur untuk menunggu Trisna kembali.

Baru saja akan memejamkan mata, tiba-tiba ia terbangun kala menyadari seseorang memasuki mobilnya.

"Maaf membuatmu menunggu lama, Derza. Aku tidak tahu kalau wawancara itu akan sangat lama."

"Tidak apa-apa. Jadi semua lancar kan? Apa reaksi mereka?" tanya Derza penasaran.

"Sepertinya mereka merahasiakan tindakan selanjutnya padaku. Tapi kemungkinan mereka akan melakukan pencarian terhadap senjata itu."

Trisna memang sudah menceritakan informasi yang ia ketahui pada Derza dan Letnan Agus. Sejak semalam, peleton telah dikirimkan ke kota untuk melakukan penjagaan terhadap tanah yang menjadi tempat disembunyikan puluhan senjata api curian itu.

"Itu pasti. Jika senjata sebanyak itu dikuasai oleh kelompok teroris seperti itu. Maka kehancuran di negeri ini akan segera terjadi. Kita juga tidak tahu seberapa kuat kekuatan musuh. Akan sangat merepotkan kalau mereka sampai memiliki senjata sebanyak itu."

Itu memang senjata yang sangat banyak. Menurut berita yang telah lama berlalu, truk yang dicuri itu membawa sekitar 120 pucuk senjata dan sekitar 30 peti peluru. Setidaknya dengan jumlah seperti itu musuh bisa membuat beberapa peleton pasukan bersenjata.

"Kau bisa mengantarku pulang, Derza?"

"Tentu. Tugasku hari ini adalah menjadi supirmu. Kau tinggal menentukan tujuanmu, maka aku akan mengantarmu sesegera mungkin ke sana."

"Benarkah?" Trisna mengeluarkan ponselnya. Ia membuka peta dan menunjukkan tempat yang ingin ia datangi. "Bisa kau antar aku ke restoran ini?"

"Restoran? Baiklah."

Derza pun membawa Trisna menuju restoran itu.

[]=[]=[]

Mereka tiba di depan sebuah restoran. Sekilas, Derza memandangi bangunan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Wajar saja, restoran ini baru dibuka sekitar 3 bulan yang lalu. Apalagi Derza yang tinggal jauh dari kota tentu tidak mengetahui tentang restoran yang sempat terkenal di bulan pertama dan kedua.

"Baiklah, kita sudah sampai. Cepatlah masuk dan makan siang. Akan kutunggu di mobil," kata Derza.

"Apa maksudmu. Aku memintamu mengantarmu ke sini karena aku ingin makan berdua denganmu, Derza."

"Baik-baik. Aku Cuma bercanda. Tapi aku tidak terlalu suka makan di tempat kayak begini. Jadi kita lakukan dengan cepat."

"Hmph! Kau masih belum terlalu banyak berubah." Trisna menghadap pada pintu masuk restoran. "Ayo masuk. Aku sudah lapar."

Duduk berdua di meja sebuah restoran adalah hal baru bagi Derza. Mereka berdua duduk dengan tenang sambil memilih menu yang ingin mereka cicipi.

"Kau sudah dapat apa yang ingin kau pesan?" tanya Trisna.

"Ehh. Eng. Hmmm. Kurasa yang ini saja." Derza menunjuk sebuah menu dengan harga yang paling murah.

"Itu? Kau yakin. Tidak ingin makan yang lain?"

Gejolak Di Bumi AnimhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang