2. Flash Back!

2.5K 102 0
                                    

Mendadak Nathan pusing ditengah pekerjaannya sehingga ia memutuskan untuk pualng lebih awal, sampainya dirumah lelaki itu berpesan pada satpamnya untuk tidak menerima tamu siapapun. Dengan langkah yang agak sempoyongan ia memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya, merebahkan badan dan memejamkan mata.

Nathan berharap ia bisa istirahat sejenak karena sudah tiga hari ini makan dan tidurnya tak teratur, demi peluncuran tuxedo dari brand perusahaannya ia mengorbankan waktu istirahatnya. Baru lima menit rasanya memejamkan mata, lelaki itu dibuat terganggu oleh kebisingan yang terjadi di luar. Biasanya lingkungan rumahnya tenang tapi kenapa ada kebisingan sekarang. Samar-samar ia mendengar suara Pak Murdi, satpamnya. Suara cekcok itu seperti berdebat dengan perempuan.

Saat membuka pintu tampak seorang perempuan memakai celana jeans dan baju hitam lengan panjang menggenggam sebuah kotak. Rambutnya yang panjang se bahu dengan warna sedikit pirang bergoyang-goyang karena berusaha mempertahankan kotak yang ia genggam. Kotak itu berusaha di rebut Pak Murdi, namun ia tetap mempertahankannya.

"Pak, paket ini harus saya antarkan ke Pak Nathan langsung!"

"Iya saya tahu, tapi lebih baik di titip ke saya saja ya neng, Pak Nathan lagi sakit gak bisa di ganggu." jawab Pak Murdi, perebutan kotak itu semakin menjadi - jadi.

"Pokok nya saya gak mau tahu, ini paket harus tangan Pak Nathan yang menerimanya, ini sudah perintah dari pengirim, gak bisa saya kecewain pak, jangan tarik-tarik saya lah!!" Hana mulai membentak.

"Di titip ke saya... "

"PAK NATHAANNNN!!! " potong Hana dengan lantang, namun suara nya mendadak ciut ketika pandangannya tertuju kepada seorang laki-laki yang berdiri tepat di depan pintu.

Melihat reaksi Hana, Pak Murdi pun mengalihkan pandangannya ke belakang, tampak Nathan dengan mata menyipit berdiri di depan pintu. "Maafkan saya pak sudah bikin kerusuhan, perempuan ini ngotot mau nemui bapak, sudah saya bilang tapi dia gak... "

"Sudah pak, suruh nona itu kemari" jawab Nathan se santai mungkin meski saat itu kepalanya sudah sangat pusing.

Hana melangkah menuju Nathan yang menunggu dengan besedekap di dada.

"Bapak Nathan ya?" ujar gadis itu sambil senyum "Maaf sudah mengganggu waktu nya, bukan saya bermaksud lancang, tapi pengirim menyuruh saya untuk langsung memberikannya ke bapak." ujarnya kembali sambil menyerahkan kotak itu.

"Ini apa?" tanya Nathan sambil menerima kotaknya.

"Buka saja, pengirimnya berkata seperti itu dan juga ini" Hana merogoh saku celana jeansnya dan memberikan sebuah amplop kepada Nathan.

"Apa ini?" Nathan menerima dengan sedikit mengernyit.

"Mmmm gak tau juga sih, disuruh ngasih itu aja" Hana memelitir jarinya. "Kenal bu Yosi gak pak? Yang tinggal di perempatan jalan Garuda?"

"Kenal, kenapa? " Nathan membolak-balik amplop yang saat ini berada di tangannya.

"Itu paket dari dia, nah saya ini anak kost nya Bu Yosi."

"Ooh gituu, makasih ya"

"Iya sama-sama pak" Hana berbalik dan berjalan keluar rumah pada saat melewati Pak Murdi, perempuan menjulurkan lidahnya mencibir si satpam itu.

Sembari menutup pintu Nathan masih menatap amplop yang berada di tangannya saat ini, karena penasaran ia meletakkan kotaknya di sofa dan mulai membuka amplop itu yang ternyata isinya sebuah surat. Nathan membacanya, surat itu berisi permintaan Bu Yosi agar menerima Hana untuk bekerja padanya, di surat itu Bu Yosi juga bercerita tentang nasib perempuan itu.

Kalau sudah menyangkut Bu Yosi Nathan tidak bisa menolak, mengingat Bu Yosi adalah bibi kesayangannya dari kecil. Tapi kemudian terlintas di benak Nathan, mempekerjakan anak sekolah? Apa itu boleh? Dan juga kenapa perempuan itu harus bekerja padanya dulu? Kenapa tidak langsung minta bantuan saja? Demi menjawab pikiran-pikiran yang ada di benaknya Nathan memilih keluar mencari perempuan itu namun tak ia temukan.

"Pak Murdi, perempuan yang ngantar paket tadi kemana?" Nathan menghampiri satpamnya.

"Udah pergi pak" jawab satpam itu seadanya.

"Coba cek pak, udah jauh belum perginya?"

Pak Murdi mengangguk lalu ia berjalan keluar gerbang, celingak celinguk kanan kiri tak nampak sedikitpun bayangan perempuan itu. "Kayaknya udah deh pak, saya gak lihat lagi kok dari sini"

"Kalau gitu kejar pak"

"Lho, saya kejar gimana-"

"Bawa motor, di garasi ada motor bawa itu cepet" lelaki itu seperti panik kehilangan jejak Hana.

Murdi menurutinya, ia pergi ke garasi dan mengendarai motor mengejar perempuan itu. Di halaman rumah Nathan menanti satpamnya dengan kepala yang masih sedikit berdenyut. Hingga tak lama Murdi kembali dengan membonceng Hana di belakangnya, dengan raut muka penasaran perempuan itu turun dan mendekati Nathan.

"Bapak manggil saya lagi?" tanya Hana.

"Iya, saya mau nanya ke kamu. Mau kerja gak sama saya? " ucap Nathan tanpa ragu sedikitpun.

"Ha?" Hana melongo.

***

Sungguh, menjadi pembantu rumah tangga bukanlah impian seorang Hana, usianya bahkan masih terlalu muda untuk merasakan kerasnya kehidupan. Tapi apa boleh buat, banyak pekerjaan diluar sana dan entah kenapa ia mengatakan setuju saat Nathan menawarkan pekerjaan kepadanya. "Setidaknya aku harus bertahan sebulan ini, biar gaji yang ku dapat bisa melunasi SPP seenggaknya setengah bagian" gumamnya sendiri saat mencuci piring.

Bagian per bagian ia kerjakan sampai memasak jadi tugas akhirnya, sorepun menjelang dengan matahari yang jelas menantang rumah Nathan hingga cahayanya bisa menembus ke dalam. Tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Empat jam terududuk di sofa sembari memangku dagu yang kadang terjatuh lalu berusaha tegap. Matanya sayu tertutup lalu lemah membuka, sungguh ia tak bisa menahan kantuk yang seperti menahan alat berat. Kemudian badannya terlonjak saat mendengar sebuah gebrakan di pintu, mata yang masih terkantuk itu ia buka paksa dan bangun untuk melihat ke arah pintu.

Terlihat lelaki berjalan sempoyongan dengan mata tak tenang, rambut kusut,  dan mulut terbuka. "K-kak" Hana berlari menghampiri lelaki setengah sadar itu, merasa mendapat sandaran Nathan begitu saja melepaskan tubuhnya ke tubuh Hana. Perempuan itu dengan sigap menyambut tubuh kekar Nathan.

Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Nathan, tidak seperti di film-film dimana orang mabuk akan bicara melantur kemana-mana. Saat menahan badan lelaki itu, hal yang dirasakan Hana hanyalah bau alkohol yang menyeruak mengganggu hidungnya. Napas lelaki itu cepat dan mulutnya terbuka mengeluarkan desahan halus. Pelan-pelan perempuan itu memapah Nathan ke sofa terdekat di ruangan.

Belum lagi mencapai sofa Hana mendengar gemuruh dari perut lelaki yang tengah ia peluk itu, ia tetap berjalan pelan hingga sesuatu yang hangat membasahi punggungnya. Nathan mengeluarkan isi perutnya, seketika mata perempuan itu melotot. Bagaimana mungkin lelaki itu memuntahkan isi perutnya kepada Hana.

Kejutan yang datang padanya membuat Hana langsung mendorong Nathan ke sofa hingga tubuh lelaki itu terhempas dan membuatnya setengah sadar.  Pelan-pelan ia menyentuh bagian belakang bajunya yang sudah basah, perasaan jijik memenuhi dirinya saat ini. "Ihhh dimuntahinnn" ungkapnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Bau amis tercium jelas di badan Hana akibat muntahan dari Nathan, sedang lelaki itu hanya terkulai lemas antara sadar atau tidak. "Gak bisa minum kok malah minum" gerutu perempuan itu. Mau tidak mau dia harus tetap membopong lelaki itu menuju kamarnya.

TBC

Vote dari kalian sangat di harapkan, jangan jadi silent readers yaaaa :)
Mari saling menghargai karya dengan sama-sama mem vote

HANATHAN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang