11

666 64 1
                                    

꒰ ☁️ ꒱

✧ ཻུ۪۪⸙͎⋆*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✧ ཻུ۪۪⸙͎⋆*





















"ayah.."

altha mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu. dengan jantung yang berdegup kencang, seorang altha denissa agung menunggu respon dari balik pintu di hadapannya.

pagi tadi di sekolah, siswa siswi udah pada disuruh untuk mengumpulkan rapornya. namun, sebelum di kumpul, nilai semester yang lalu harus ditandatangani oleh orang tua.

ini dia masalahnya. semester kemarin, nilai altha menurun. bahkan rangkingnya nyaris turun.

dan yang bertugas menandatangani rapornya adalah ayah. altha udah kena omel duluan ama bunda. soalnya yang ngambil rapor tugasnya bunda.

bakalan di semprot gak ya gue ? batinnya, masih dengan jantung yang dangdutan.

lebih deg-degan daripada tercyduk nyontek waktu UNBK ini mah. eh tapi pas ujian kemaren gue gak nyontek sih. nanya doang ke temen. pikirannya lalu melayang ke masa-masa UNBK SMPnya.

"masuk aja nak," suara berat ayah membuat altha tersentak.

lalu melangkah pelan memasuki ruang kerja ayah.

ahmad agung adiningrat. seorang kepala keluarga yang disegani oleh anggota keluarganya. seorang pekerja keras, namun tetap peduli dengan sekitar. seorang suami sekaligus ayah.

kini ia duduk di depan laptop dan tumpukan kertas yang altha tak mengerti kenapa ayah harus merelakan waktu tidurnya demi seonggok kertas hasil tulisan komputer itu.

"kenapa nak ? tumben ata mau masuk ke sini."

altha memang paling anti masuk ruang kerja ayah. selain karena kertas-kertas yang sebenarnya tersusun rapi namun mampu membuat kepalanya pusing. mengingat kakak sepupunya yang gak lulus-lulus akibat skripsi yang cuma kertas doang. ((lo gak tau aja gimana rasanya ditolak dosen ta))

altha juga tidak bisa melihat wajah lelah ayah.

"hehe. ini yah, besok di suruh kumpul rapor," altha menyodorkan rapornya yang bersampul hitam dan sebuah pulpen.

ayah sudah paham maksud altha menyodorkan dua benda itu padanya.

sebelum menandatangani, ayah memeriksa angka-angka yang tertulis di buku itu. membandingkannya dengan yang lain.

"ta, nilainya kenapa menurun gini ?" tanya ayah.

altha terdiam. saat-saat yang ia benci akan datang, pikirnya.

"hhh.." ayah menghela napas.

"mau gimana lagi ? ulangan nanti, handphone kamu ayah sita dulu," kata ayah sambil menandatangani rapor altha. menutupnya, lalu mengembalikannya kepada sang empunya.

bukan, bukan ini yang dibenci altha.

"coba liat kakakmu,"

nah kan.

"meskipun agak malas, tapi kalau emang waktunya belajar ya belajar. bukannya main handphone," tukas ayah.

altha menunduk.

diam-diam memaki arsen dalam hati.

siapa sih yang suka dibanding-bandingin sama saudara sendiri ?

"iya ayah. ata minta maaf. lain kali bakal fokus belajar."

"iya, lain kali jangan di ulang ya" ayah mengelus pelan surai putrinya.

altha mengangguk, lalu pamit untuk kembali ke kamar.

sebelum masuk kamar, arsen yang baru pulang dari indomaret menegur altha yang mukanya udah kayak kertas yang abis di jadiin bola. kusut.

"kenapa lagi tuh muka ?"

"peduli lo apa ?" altha nanya balik. tak menunggu jawaban arsen, ia masuk ke kamar dan menutup pintu dengan sedikit kuat.

"lah, gue nanya karena gue peduli bego," jawab arsen ketika pintu di depannya sudah tertutup.

✧ ཻུ۪۪⸙͎⋆*

pagi-pagi altha grasak-grusuk di meja belajarnya. mencari pulpen Hi-Tech C kesayangannya.

hari ini juga agak buru-buru karena telat bangun. bukan apanya. dia lupa kalau rangkuman makalah kimianya belum kelar. padahal besoknya bakalan di presentasikan. terpaksa altha begadang malam itu juga.

setelah menemukan apa yang dicari, altha mengecek dirinya di depan cermin, lalu berlari turun ke ruang makan.

"kok telat sih sayang ? padahal tadi subuh bunda bangunin," tanya bunda.

"hehe, ketiduran lagi bun"

altha cuman cengengesan lalu mengambil selembar roti dan memakannya.

"liat tuh, kakak aja bangunnya cepat. begadang ya semalam ?"

altha yang tadi berniat menggigit rotinya, tiba-tiba meletakkannya kembali.

lagi ?

"maaf bun."

di giniin mulu perasaan, batinnya.

altha beranjak dari kursinya. meraih tangan ayah dan bunda untuk pamit.

"ata berangkat duluan. lupa kalau ada piket. assalamualaikum."

"loh, itu rotinya makan dulu nak" tegur ayah.

"tungguin gue kek," celetuk donghan.

"ntar aja yah, aku singgah beli bubur ayam. buru-buru nih."

dan altha benar-benar berangkat tanpa arsen.

altha berlari keluar komplek, dan menunggu angkot di sana. ada sih beberapa anak sekolahan yang lagi nunggu juga, tapi gak ada yang satu sekolah sama dia.

altha melirik jam tangannya.

06.52 AM

"duh nunggu itu gak enak ternyata," celotehnya.

"heh, naik."

altha menoleh dan mendapati arsen dengan motor mio birunya.

"buruan, katanya lo ada piket."

"gausah," tolak altha.

"ta, ntar telat naik buru," suruh arsen.

"ya makanya gausah. daripada lo telat kan ?" kata altha tanpa melihat ke arah arsen.

"ya masa lo gue tinggal di sini ?"

arsen sebenarnya jengkel. pengen banget dia ninggalin altha aja di sini. tapi arsen tau, altha lagi ada sesuatu. makanya kek gini.

altha hanya diam.

hingga akhirnya angkot arah sekolahnya berhenti di depan motor arsen, altha masuk ke angkot tanpa mengatakan apapun pada arsen.

"ah pengen banget gue tampol itu bocah," arsen pun berangkat ke sekolah.

✧ ཻུ۪۪⸙͎⋆*

SG ⸙ 𝙛𝙞𝙣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang