Chapter 3

3.7K 347 20
                                    

2 bulan kemudian,

.

.

.

“Sudah siap!”

Hinata membawa masakannya yang masih mengepulkan uap panas ke meja makan.

Lelaki berambut pirang yang tengah menata piring, sendok, garpu di sana langsung menatap sang gadis yang masih mengenakan apron bergambar kelinci hijau muda.

Senyum simpul terulas di bibir pria yang sekarang sedang memandanginya. Hinata balas tersenyum, lalu meletakkan sup. “Hmm ... ini pasti enak,” ujarnya sebelum menuangkan sup tersebut ke dalam 2 mangkuk kecil.

Entah apa yang ada di pikiran Naruto saat ini. Ia tampak refleks meletakkan garpu yang dipegangnya. Tangannya melipat di atas meja seraya terus memperhatikan gadis yang kini menyiapkan makan pagi untuknya. Tak berkedip, tak sempat berkedip mengagumi wajah ayu itu.

Distansi yang sinambung terkikis seiring waktu berjalan. Semenjak kejadian di bioskop tua hari itu, mereka bertambah dekat. Seperti pagi ini misal, yang Naruto dan Hinata awali dengan santap pagi berdua.

“Kenapa memandangiku seperti itu?” Hinata bertanya. Jujur ia merasa gugup bila dipandang terus-menerus.

Enggan menjawab, Naruto sebatas menggelengkan kepala. Ia tak tahu mengapa perasaannya bisa setenang ini sekarang. Ia juga tak punya jawaban untuk pertanyaan yang gadis itu lontar. Hanya ingin. Tidak salah bukan?

Sarapan mereka pun dimulai. Sesekali obrolan ringan terjadi membawa suasana pagi itu ke sesi yang lebih menyenangkan. Bagi Naruto, menikmati sarapan dalam suasana hangat adalah hal baru. Biasanya ia makan seorang diri di apartemennya sembari menatap kepulan hitam dari cerobong asap di balik jendela kamarnya yang tebal.

"Hahaha, jadi seperti itu?" Hinata memegangi perutnya yang sedikit sakit lantaran terus tertawa.

“Ya begitulah," Naruto meneguk segelas air putih, "hmm ... omong-omong, Hinata, biar aku saja yang mengantar semua pesanan hari ini. Kau cukup berjaga di toko.” Mimik wajah perempuan itu hendak memberikan sanggahan, tetapi kembali diam manakala Naruto melanjutkan perkataannya, “kau bisa kehilangan pesanan bila kau juga yang mengantarnya.”

Apa yang diucapkan Naruto ada benarnya. Ia tak bisa menerima pesanan bila dia tidak dapat mengangkat telepon, ataupun menerima pesanan secara langsung. Hinata menimbang-nimbang untuk menyetujui, lantaran memang tak ada satu pun alasan yang mampu terpikirkan.

Ia akhirnya mengangguk,

“Ada berapa pesanan untuk hari ini?” Naruto segera bertanya usai mendapat persetujuan.

"Hmm ... ada 15 tanaman yang harus diantar ke 10 rumah. Ada 3 alamat yang cukup jauh dari sini.”

“10 alamat tidak banyak.” Naruto berkata seiring mengulas senyum tipis di bibirnya.

Makan pagi mereka pun usai. Baik Naruto dan Hinata langsung beranjak untuk segera menyiapkan semua tanaman yang akan diantar, tanpa mengacuhkan siaran televisi mengenai perkiraan cuaca sore nanti akan terjadi badai salju.

.

Dengan hati-hati Naruto mengangkat satu pot besar monstera dari bagasi mobilnya menuju sebuah rumah besar berpagar hitam. Dia menekan bel lalu menunggu si penghuni keluar.

Terlihat seorang wanita tua dengan rambutnya yang sudah memutih. Wanita tersebut sudah mengetahui jelas siapa yang datang ketika mendapati satu pot besar berisi tanaman yang ia pesan kemarin.

This Winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang