Pemotretan selanjutnya pun dimulai. Awalnya aku masih bisa menahan debaran jantung ini namun semakin lama aku semakin tak kuasa menahannya. Pose selanjutnya dia kembali memegang tanganku ketika kami kembali berhadapan di depan mobilnya. Beberapa saat kami terdiam sebelum akhirnya kak Julian memulai percakapan konyol yang membuatku tersenyum senang.
"Okeyy.. next office yaa.." seru Kak Rei dan kami langsung digiring ke dalam studio.
Sejenak aku merasa lega karena pindah kedalam studio, namun kelegaan tersebut tidak bertahan lama karena melihat storyline untuk pemotretan selanjutnya.
"Kakk.. jangan bercanda ahh.. gak mungkin Rin pose kayak gini.." protesku saat melihat foto posenya
"Gapapa Rin... itu gak deket banget kok.. nanti anggelnya aja yang kita mainin.." jawab Kak Rian
"Tapii.." protesku hanya terdengar lalu oleh mereka.
Setelah selesai berpakaian yang sesuai, aku mengenakan suit khusus cewek kantoran biasanya dan kak Julian mengenakan suit andalannya (yang mau tak mau kuakui membuatnya terlihat lebih tampan dan dewasa), kami di giring menuju set yang telah disiapkan sebelumnya. Set kali ini terlihat seperti ruang kantor kebanyakan, meja, kursi, lemari arsip dan lain sebagainya. Sepertinya kali ini kak Julian berperan sebagai atasanku dan aku adalah pegawai yang baru masuk.
"Okee.. kita mulai yaa.." ucap kak Rei dan aku mulai berjalan memasuki set.
Ceritanya aku adalah seorang pegawai baru di perusahaan yang di pimpin oleh kak Julian. Saat memasuki ruangan tersebut, aku tidak merasakan apa-apa, hanya berjalan seperti biasanya, namun entah kenapa aku tertarik untuk melihat sekeliling ruangan dan terhenti pada satu titik, meja kak Julian, dimana saat itu dia sedang focus didepan komputernya. Aku terus memandanginya seakan-akan berusaha untuk mengingat siapa dia, yang akhirnya kami kembali bertatapan dan aku mengingat siapa dia. Pria yang kutemui di depan halte yang sanggup membuatku tersenyum kembali. Dia pun terlihat kaget dengan kebetulan itu dan seketika itu juga senyumnya merekah yang langsung menular padaku.
"Hei.. kamu anak baru disini ya??" tanyanya ketika kami sudah berdekatan. Sepertinya dia menikmati perannya
"Iyaa.." jawabku berusaha sopan, dan mencoba untuk melangkah menuju mejaku yang tak jauh dari mejanya
"Tunggu dulu.. siapa namamu??" tanyanya lagi sambil menahan tanganku
"Arin pak.." jawabku sambil berusaha untuk melepas genggaman tangannya yang sepertinya mustahil itu.
"Okee.." ucapnya super santai kemudian melepas tanganku dan itu merupakan clue bagiku untuk beranjak dari sana. Ketika aku beranjak aku membelakanginya sehingga aku tidak melihat ekspresinya yang sepertinya membuat semua orang yang ada di studio ini terpesona.
Selanjutnya adalah scene dimana aku sedang sibuk mengerjakan kerjaanku di computer, yang sebenarnya aku sedang memainkan candy crush, dan dia berjalan mendekati mejaku. Kali ini ceritanya adalah dia berusaha untuk mendekatiku yang sama sekali tidak memberikan respon apapun. Beragam cara dia lakukan untuk menarik perhatianku, mulai dari memberikan kerjaan sehingga menumpuk, sampai memberikan hadiah-hadiah kecil yang semakin hari membuatku luluh padanya. Untuk adegan ini aku masih bisa bertahan, karena sepertinya mau tidak mau harus kuakui aku mulai jatuh pada perangkapnya. Entahlah, kenapa justru pada saat pemotretan ini aku menyadari aku mulai jatuh, kenapa tidak dari awal saja.
Selanjutnya adalah adegan dimana aku berusaha untuk menggapai berkas yang berada diatas lemari dokumen. Berhubung lemarinya tinggi dan aku tidak mengenakan sepatu hak tinggi, sehingga aku sedikit kesusahan dalam mengambilnya. Tapi tiba-tiba saja berkas yang ingin ku ambil sudah berada di depan mataku.
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...