Bab 5 Maya dan Balas Dendam

56 3 0
                                    

 
    Dua minggu sudah berlalu sejak insiden hilangnya dompet Rosa. Satu minggu sudah berlalu sejak aku pergi ke akuarium bersama Kemuning.

    Bahkan setelah rentang waktu panjang yang aku lewati tersebut, tidak ada yang berbicara denganku. Seperti hari-hari sebelumnya, aku hanya terdiam duduk di kursiku, yang tak semestinya ada disini. Aku memandang ke luar jendela menatap langit.

    Aku telah semakin memudar.

    Namun, mereka tetap menghapusku.

    Hari demi hari, aku dihapus. Sedikit demi sedikit, aku memudar. Sebagian besar keberadaanku telah berubah menjadi remah-remah penghapus dan akan dilenyapkan dari mejaku.

    Situasi ini tidak akan membaik. Mereka telah terbiasa dan tanpa ragu-ragu menghapus keberadaanku.

    Terlebih lagi... Kemuning masih menghilang dari dunia putih yang telah memudar ini.

    Kenapa? Aku tidak tahan lagi kalau terus seperti ini! Kemuning... kenapa kamu meninggalkanku, Kemuning?

    Kenapa kamu tidak muncul lagi di depanku? Bahkan bila kamu punya rahasia, semestinya tidak harus menjadi halangan bagi kita!

    Atau, apakah sekarang kamu membenci aku?

    Terserah apapun itu, aku ingin bertemu denganmu!

    Aku ingin bertemu denganmu, aku ingin bertemu denganmu, aku ingin bertemu denganmu!

    Tapi tak peduli berapa banyak aku memohon, Kemuning tidak muncul.

    Di suatu tempat dalam hatiku, aku tahu dia tidak akan pernah lagi muncul di depanku.

    Tidak ada artinya lagi.

    Tidak ada artinya lagi aku berada disini.

    “Selamat tinggal,” bisikku saat aku berdiri.

    Guru mengatakan sesuatu padaku. Ah, aku baru ingat kalau aku sedang berada di tengah-tengah jam pelajaran.

    Oh, dia marah. Tapi aku tidak mengerti apa yang dikatakannya, atau mungkin kata-katanya bukan untukku?

    Oh, dia tidak marah lagi. Tapi aku heran kenapa dia menatapku seperti itu? Ini pertama kalinya seseorang melakukan itu, jadi aku tidak tahu apa artinya. Tapi aku merasa, dia seperti sedang ketakutan.
    Aku meninggalkan kelas meskipun jam pelajaran belum berakhir.
    Jauh di belakangku, murid-murid yang masih berada di dalam kelas membuat kegaduhan, tapi itu tidak ada sangkut pautnya denganku. Tidak ada hubungannya denganku. Sama sekali tidak ada kaitannya denganku.
***
    Aku duduk sendirian di tengah-tengah tangga menuju ke atap. Entah sudah berapa lama aku terdiam di sini, aku bisa mendengar suara-suara di dalam sekolah semakin berisik. Jam berapa sekarang? Suara pertama mungkin istirahat siang, maka suara yang kedua pasti karena saat ini adalah jam pulang sekolah.

    Kemuning, akankah aku melihatmu lagi?

    Entah kenapa aku merasa, aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi. Aku sudah merasakannya sejak ia menghilang di taman air. Lalu memangnya kenapa? Itu tidak mengubah apapun, aku masih membutuhkannya, sangat membutuhkannya, sampai-sampai aku merasa putus asa.

    Kemuning adalah segalanya bagiku. Tidak ada lagi yang tersisa jika dia menghilang dariku. Aku hampa.

    “Ahh...”

    Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana caranya agar aku bisa bertemu kembali dengan Kemuning? Aku tidak tahu! Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan?

Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang