Park Jimin's POV
"Biarkan Haeun menyelesaikan sekolahnya dulu. Jangan pernah lakukan hubungan suami istri sebelum Haeun lulus. Aku tidak mau pendidikan putriku kacau karena hamil, ingat itu?"
Aku terkejut setengah mati setelah mendengarnya.
Tidak mungkin. Tidak akan bisa. Haeun sudah terlanjur hamil. Bagaimana bisa kami mengatakan bahwa itu adalah anakku jika kami saja dilarang untuk berhubungan.
Matilah Haeun jika sampai orang tuanya tau soal kehamilannya.
Rasanya aku benar-benar tidak tega dengan gadis itu. Apalagi waktu dari sekarang sampai besok dia ujian akan berjalan cukup lama. Perutnya pasti sudah membesar saat itu.
Min Yoongi brengsek.
Aku benar-benar ingin meninju wajah keparat itu.
"Bagaimana? Apa kau bisa berjanji?" Ayah Haeun bertanya dengan wajah sedikit serius.
Aku bingung.
Aku ingin berkata iya, tapi aku tidak bisa mengatakannya tanpa persetujuan dari Haeun.
"Mmm.. itu.." Aku melirik Haeun sekilas. Darisini dapat kulihat ia gemetar ketakutan dan hampir menangis. "Akan kudiskusikan dulu hal ini pada Haeun, aboeji. Apa boleh?"
"Oh, geurae." (Baiklah.)
Aku melihat Haeun. Dan kebetulan dia juga melihatku. Saat itulah aku mengulurkan tanganku padanya sambil berdiri dan tersenyum.
"Ayo." Ucapku padanya.
Dia meraih tanganku dan aku bergegas menariknya keluar dari rumah. Menariknya sejauh mungkin dari jangkauan kedua orangtuanya karena akan berbuntut panjang jika mereka tau soal masalah Haeun.
"Eun?" Aku buka suara ketika kami sampai ditepi jalan yang berada beberapa langkah cukup jauh dari gerbang depan rumah Haeun. Kami berdiri dibawah lampu dengan posisi Haeun bersandar pada sebuah dinding dan aku berdiri didepannya dengan tangan yang menggengam pergelangan tangannya. "Eun, jangan menangis." Aku mengatakannya setelah melihat setetes airmata jatuh dari salah satu pelupuk matanya.
Kuusap air itu dari pipinya. Kemudian menarik ia kedalam pelukanku. Mengusap punggungnya berharap aku bisa mengalirkan ketenangan kedalam dirinya.
"Jangan menangis, kumohon. Aku sudah bilang aku tidak suka melihat gadis sepertimu menangis."
Itu bukan dusta. Aku benar-benar tidak suka melihat seorang perempuan menangis. Apalagi perempuan sebaik dan secantik Haeun. Bagiku, aku adalah pria paling tidak becus di dunia jika melihat gadis didekatku menangis. Itu sama saja artinya dengan aku tidak bisa menjaga seorang perempuan dengan baik.
"Hiks... bagaimana... bagaimana ini Jim? Aku... hiks... tidak mungkin menyimpannya lebih... hiks... lama lagi."
Ya ampun dia terisak.
Dadaku semakin terasa sakit mendengarnya.
"Tenanglah. Tenang dulu." Kini tanganku berpindah mengusap rambut panjangnya. "Aku akan melindungimu. Ingat itu."
Perlahan, Haeun menghentikan tangisnya. Nafasnya juga perlahan-lahan sudah tidak tersendat-sendat lagi seperti tadi.
Haeun melepas pelukanku. Dia mengusap kedua matanya dan menatap tepat ke mataku. Tangannya terangkat dan jari kelingkingnya ia acungkan padaku.
"Janji ya?" Dia berujar seperti anak kecil.
Lucu sekali.
"Aigoo. Iya. Iya. Janji sayang." Sambil kuacak rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him [Park Jimin BTS FF]
Hayran KurguDia itu, yang berhasil mengajarkanku bahwa tidak selamanya sesuatu yang kita cintai adalah yang terbaik dan sesuatu yang kita benci adalah yang terburuk. Dia mengorbankan semuanya untukku. Hanya untuk diriku. Dia, yang, meninggalkan rasa sakit yan...