Bab 18 Karma dan Investigasi Lanjutan

22 2 0
                                    



Hal apa yang paling penting bagiku dalam masa-masa kehidupan sekolahku?

Jawabannya sangat jelas, dan itu adalah sesuatu yang sudah menghilang.

Bagiku, saat ini sekolah seperti sebuah restoran hamburger yang tidak menawarkan daging.

Bagiku, tidak ada satu pun hal penting yang tersisa di sekolah. Satu-satunya alasanku masih di sini adalah karena suatu kebiasaan―rutinitas harian yang aku jalani untuk keluargaku. Sudah menjadi tugasku untuk memikul peran si murid pemalas bagi guru, teman yang optimis bagi Amir, dan kakak kelas yang mengagumkan bagi Alisa. Aku memang bilang sudah tugasku untuk memikul sebuah peran, tapi itu bukan hanya sebuah akting belaka, setiap waktu yang aku habiskan menjalani peran itu, adalah diriku yang sebenarnya. Tidak ada kepalsuan dalam hal itu.

Tidak mengherankan. Peran yang paling penting bagiku telah dirampas, dan bagian dalam diriku yang telah siap untuk memerankannya telah lenyap.

Setelah sekolah berakhir, aku mulai menempatkan kursi ke atas meja untuk membersihkan lantai―rutinitas lain yang terpaksa aku ulang terus-menerus.

Saat aku sedang melakukan pekerjaanku, aku tiba-tiba teringat pertemuan singkatku dengan Manis Kemuning, ia menghilang sebelum aku bisa bertukar kata dengannya.

Ia menyerupai Silvia. Dan pastinya bukan manusia dan juga bukan ilusi. Manis Kemuning tanpa diragukan lagi telah berinteraksi dengan Silvia dan murid lainnya, dan menghasutnya untuk bunuh diri. Aku 100% yakin akan hal itu. Namun, keyakinan itu meresahkanku.

Berpikirlah dengan akal sehatmu, Karma. Apa yang membuatku begitu yakin kalau sosok yang aku temui di SMA Gerhana benar-benar gadis itu? Tidak ada yang bisa mendukung sentimenku, aku tidak memiliki petunjuk apapun yang memungkinkanku untuk mengenali Manis Kemuning. Aku tidak tahu penampilannya, sifatnya, dan kepribadiannya. Aku tidak tahu apapun tentangnya.

Tapi, gadis yang aku temui itu adalah Manis Kemuning.

Mengapa jawaban itu muncul begitu saja dan terasa klik denganku?
Apa artinya ini?

"Kak Karma!"

Kak. Sapaan hormat dari adik kelas untuk kakak kelas, tapi di mata Alisa, sapaan itu merupakan semacam panggilan romantis untukku. Aku menoleh ke jendela yang berdekatan dengan koridor.

"Hei, Alisa," sapaku.

Dia menjawabku dengan sebuah senyuman.

"Dan, Talita," tambahku, saat melihatnya berada di samping Alisa, yang seketika itu juga ia menundukkan kepalanya diam-diam.

Talita hampir tidak pernah berbicara denganku. Aku rasa ia tak merasa nyaman saat berurusan dengan lawan jenis. Bahkan, ketika aku tak sengaja bertemu dengannya saat ia sedang sendirian di koridor, ia kabur dariku seperti halilintar. Tentu saja, kejadian itu membuat aku sedikit berpikir, apakah ia membenciku?

"Kok, wajahmu suram banget. Ada apa?" tanya Alisa sambil tersenyum.

"Hm?" Walaupun aku tidak berpikir mereka akan tahu gadis itu, aku memutuskan untuk mencoba menanyakannya. "Kalian tahu orang yang bernama Manis Kemuning?"

"Anis... Kuning5?" Alisa mengulanginya seperti burung beo dan memutar kepalanya pada temannya. Talita tanpa kata menggeleng.

"Apakah ia orang terkenal?"

"Bukan."

"Dari sekolah kita?"

"Bukan juga."

"Hm? Kalau begitu kenapa kamu berpikir kalau kami mengenal orang itu?"

"Hanya sekedar iseng saja. Aku tak terlalu berharap tinggi kalian akan mengenalnya."

Bunuh DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang