Delapan✔

584 59 15
                                    

Adegan kekerasa. Anak dibawah umur tidak boleh baca☡

🤗🤗

🍃Rio🍃

Tiba-tiba saja, Clara merogoh ponsel di sakunya, menatap sebuah foto hasil jepretannya dari foto usang. Aku tak sengaja melihat layar benda pipih yang menampilkan foto keluarga kecil dengan seorang bayi yang digendong seorang lelaki yang kuyakini ayah bayi tersebut. Kedua mata Clara menatap ponsel dan pak Herman bergantian. Hingga, kedua matanya berkaca-kaca.

"Bapak.." ucapnya sambil memeluk pak Herman.

Aku bingung, sungguh aku tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Bahkan dari sorot mata pak Herman, ia tak mempercayai apa yang kini dilakukan oleh Clara.

"Maa... maaf, kamu siapa, ya?" ucap pak Herman melepaskan pelukan Clara.

"Pak.. ini aku, Anindhita Clara. Anak bapak"

Pak Herman terdiam, kedua matanya meneliti wajah Clara. "Clara.." ucapnya disertai pelukan hangatnya pada Clara.

Aku masih dalam posisi diam, melihat mereka yang membuat aku tak mempercayai apa yang kulihat sekarang.

"Kenapa ibu mengatakan jika bapak meninggal?" Ucapnya diselingi tangis.

Pak Herman melepaskan pelukannya, ibu jarinya mengusap air mata Clara yang hampir terjatuh dari pipinya. "Bapak tidak meninggal, ibu kamu bohong tentang kematian bapak" ucap pak Herman berusaha tegar.

"Kenapa bapak ninggalin aku sama ibu? Kenapa pak? Sudah 14 tahun bapak ninggalin kita.."

"Maaf, nduk" ucap pak Herman menyesal. "Bapak jahat sama kalian"

"Bapak nggak tahu, kalo ibu sekarang di negara orang hanya untuk menyekolahkan aku!! Ini semua gara-gara bapak!!" Teriak Clara.

Aku panik melihat Clara dengan keadaan ini. Entah apa yang aku pikirkan, kutarik lengan cebol-ku dan kudekap dia. "Maaf pak, biar dia tenang dahulu. Saya khawatir semua ini akan menyelakai kita, karena posisi kita di sini. Saya takut jangan-jangan Adel segera ke sini" ucapku padanya.

"Dia anak saya, jangan peluk dia sembarangan" ucapnya.

Kulepaskan dekapanku, "maaf pak" ujarku tiba-tiba.

Pak Herman membuka gorden ruangan ini yang menampilkan pemakaman tua sehingga cahaya rembulan masuk. Aku baru menyadari jika kakinya-lah biang dari darah yang bercecer tadi.

"Tadi saya lihat salah satu murid saya" ucapnya. "Tinggi, putih, dengan rambut kepirang-pirangan." Lanjutnya.

"Sam.." ucapku sambil melirik Clara yang duduk bersimpuh di lantai. Kurasa, ia tak ingin berbicara dengan ayah kandungnya.

"Dia di mana, pak?"

"Temanmu menjadi salah satu di antara mereka. Aku mendengarnya sebelum aku di cambuk oleh Adel. Dia adalah kembaran Amel yang di duga meninggal sebelum aku menjadi suami dari ibunya. Adel dendam denganku, jadi.. dia ingin menyiksaku sebelum membunuh"

Pak Herman membalikkan badannya, menatapku.

"Apa saja yang bapak dengar?" Tanyaku.

TEROR JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang