11. Nullified

314 63 14
                                    


Yoongi membanting daun pintu di belakangnya dengan murka lalu berjalan lunglai menuju sofa di ruangan itu. Ia mendaratkan tubuhnya di sana, menyandarkan kepalanya pada sandaran, dan memejamkan mata.

Ia mengacaukan semuanya. Bukan, ia menghancurkannya. Ia tak habis pikir dengan kelakuannya pada Seungwan di cafe tadi. Mengapa ia melontarkan pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Menyerang gadis itu dengan luapan pikirannya tanpa mempertimbangkan perasaan gadis itu. Ia benar-benar lelaki jahat. Nappeun nom.

Yoongi meremas dan mengacak-acak rambut hitamnya frustasi. Terbayang di benaknya ekspresi shock dan terluka Seungwan saat ia mencecar gadis itu dengan pertanyaan yang belakangan memenuhi pikirannya. Ia memang terganggu dengan sikap dingin gadis itu padanya tapi itu bukan alasan untuk menodongnya tanpa ampun seperti itu. Ia sepertinya sudah gila. Ia baru sadar sudah melakukan kesalahan fatal ketika tetes demi tetes cairan bening   meluncur dari mata indah itu.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Usahanya untuk lebih mengenal Seungwan mengalami kemunduran (kalau tidak dikatakan musnah). Padahal ia baru saja merintis jalannya untuk lebih dekat dengan gadis itu; menyapanya duluan, membelikannya kopi, dan mengajaknya makan siang. Lalu  ia hancurkan usaha itu dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Ia sudah membuat gadis itu menangis dan mengorek lukanya yang masih basah. Seungwan pasti membenci dirinya. Tatapan sengit dan nada bentakan di suaranya sesaat sebelum gadis itu pergi membuat hatinya mencelos. Situasinya buruk. Salahkan ketidakbecusannya membuat percakapan yang menyenangkan. Salahkan dirinya yang ingin mendapatkan sedikit saja senyum tulus gadis itu. Salahkan dirinya yang ingin tahu perasaan gadis itu. Salahkan hatinya yang berdenyut perih mengetahui betapa gadis itu masih berduka karena kehilangan. Di atas semuanya, salahkan dirinya yang sudah menyakiti Seungwan sehingga harus mengawali lagi semuanya dari nol.

***

"Oppa, palli! Pertunjukkan kembang apinya sudah mau dimulai,"rengek Seungwan.

"Ini baru jam 7 Seungwan-ah. Masih satu jam lagi,"sahut lelaki itu.

"Tapi kita akan kehabisan tempat yang bagus untuk melihatnya kalau kita terlambat,"sungutnya.

"Baiklah, sepuluh menit lagi kita berangkat. Kau sudah ganti baju?"

"Oppa! Ah...jinjja. Tentu saja sudah. Oppa tak lihat aku sudah rapi begini?"

"Ha...ha...iya oppa hanya bercanda. Waah...uri Seungwanie cantik sekali,"puji lelaki itu sambil mengusap sayang kepala Seungwan. Senyuman tak lepas dari bibirnya.

Seungwan tersipu malu dan mengaitkan tangannya ke lengan lelaki itu dengan manja. Si lelaki terkekeh dan sebuah ciuman mendarat di pelipisnya.

"Seungwan-ah, maukah kau menjadi istriku?"tanya lelaki itu sambil menyodorkan kotak beledu merah berisi cincin indah bermata berlian.

"Oppa..."ucap Seungwan terkejut tapi terharu.

"Apa kau menerimaku? Maukah kau menikah denganku?"tanya lelaki itu lagi.

"Tentu saja Oppa. Aku mau," jawab Seungwan sambil tersenyum bahagia.

"Seungwan-ah. Oppa pergi dulu ya. Jangan khawatir, hanya tiga hari. Begitu urusan di Macau beres, oppa akan langsung pulang,"kata lelaki itu.

"Tak bisakah diwakilkan? Untuk kali ini saja,"tanya Seungwan.

"Kau tahu itu tak mungkin,"jawab lelaki itu sambil mengusap pipinya lembut.

"Ara. Berhati-hatilah di sana. Jangan lupa makan dan jangan begadang." Seungwan menghela napas, mulutnya mengerucut.

"Arasso. Sudah, jangan cemberut begitu. Tersenyumlah untukku,"bujuk si lelaki.

Love to HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang