Sebuah hantaman telak langsung menghujam jantung Naomi. Dirinya nyaris lupa bernafas dan mengembalikan fungsi alat penopang hidupnya ketika Veranda mengatakan sesuatu yang membuat Naomi takut. Veranda menyerah.
"k-kenapa Ve? B-bukannya kita pernah janji untuk tidak menyerah?"tanya Naomi berat.
Veranda menunduk dengan air mata yang luruh secara perlahan, dia tak sanggup menatap pancaran wajah Naomi yang mengeluarkan ekspresi kecewa dengan keputusan sepihaknya.
"m-mungkin dengan cara ini Tuhan ingin mengatakan bahwa kita takkan pernah bisa bersama" Veranda bergetar setiap katanya, hatinya seolah tertikam sebilah pedang panas mendengar ucapannya sendiri.
"i-ini semua sia-sia Naomi. K-kamu bisa mencari seseorang yang jauh lebih baik dariku" ujar Veranda putus asa.
Nafas Naomi berhembus lirih. Dia tak bisa menerima ini semua, apalagi ketika Veranda menyuruhnya untuk mencari penggantinya yang tentu saja tidak sanggup Naomi lakukan.
"waktu itu kamu memintaku untuk tidak menyerah? Tapi sekarang kenapa kamu yang menyerah dan memintaku pergi?" tanya Naomi pelan.
Veranda semakin tertunduk dalam dan mulai terisak pilu. Dia juga tak sanggup untuk melepas Naomi, namun dia sadar dengan kondisinya yang seperti ini semua pengorbanan dan penantian terasa sia-sia dan tak berguna.
"k-kamu tak menginginkanku lagi?" kembali Naomi bertanya.
Veranda tak sanggup menggeluarkan suara, dia hanya bisa menggeleng sebagai jawabannya.
Jantung Naomi terasa dicengkram tangan yang tak kasat mata, meremas hingga nyaris meremukan seluruh perasaannya. Namun Naomi cepat-cepat menepis perasaan sesak ini untuk memastikan apa yang dikatakan Veranda hanya sekedar bualan belakang.
Naomi mengangkat dagu Veranda hingga keduanya saling bertatapan. Naomi menatap lurus kearah mata Veranda yang basah oleh air mata, mencoba mencari sebuah kejujuran dari ungkapan yang menyakitkan bagi keduanya.
"bilang samaku kalau kamu lagi bohong Ve? Bilang samaku apa yang kamu katakan hanya sekedar candaan belakang" Naomi menutut kejujuran.
"kamu tau, gak ada yang sia-sia dari semua ini. Kamu nyuruh aku pergi gitu aja setelah banyak hal yang udah terjadi? Kamu nyuruh aku pergi disaat kamu lagi terpuruk seperti ini? Engga Ve, aku gak bisa" Air mata Veranda semakin luruh mendengar ungkapan Naomi.
"a-aku pernah bilang kan kalau aku akan tetap bersamamu apapun yang terjadi. A-aku ngerti kamu pasti ngerasa jijik sama diri kamu sendiri sekarang, tapi aku gak seperti itu Ve. Aku tetap mau kamu" Veranda menggigit bibir bawahnya meredam isakan yang semakin membuncah, dia mulai goyah dengan keputusannya.
"apa perlu aku bilang pada seluruh dunia bahwa aku sudah menyentuh kamu terlebih dahulu dari pada dia?" Veranda langsung menggeleng membantah.
Hati Naomi dibuat nelangsa akan Veranda. Dia benar-benar takkan mau melepas putri bungsu Bagastoro ini apapun yang terjadi.
"kita terikat untuk terlepas Naomi" ujar Veranda dalam tangisannya.
Kali ini Naomi yang menggeleng, membantah persepsi sepihak yang lagi-lagi berasal dari Veranda. Naomi menggengam kedua tangan Veranda dan meremasnya lembut.
"kamu tau aku menginginkanmu, itu bukan rahasia yang coba kusembunyikan" Veranda menatap Naomi yang menatapnya sungguh-sungguh.
"aku tau Ve, aku tau kamu juga menginginkanku. Jangan pernah katakan kita terikat untuk terlepas karena itu takkan pernah terjadi diantara aku dan kamu" Naomi menarik nafas dan mengeluarkannya secara perlahan.