2.Gelap

16 1 0
                                    

Nadin tersadar namun tidak ada cahaya sama sekali disekitarnya, ia menjadi buta tidak mampu melihat apapun, bahkan suaranya pun tak bisa ia keluarkan, bulu kuduknya meremang seketika tubuhnya menggigil. Namun keringat mengucur deras...

"Nadin nadinnn bangun! "
Nadin mengerjap membuka matanya,melihat sekelilingnya. Ah ia berada di kamarnya sekarang, ada cahaya lampu dimana-mana tidak lagi gelap.
"Astaga kau panas sekali, 39°. Kita harus ke rumah sakit".
Nadin menarik lengan wanita berambut bob yg tak lain adalah sahabatnya, Irene.
"Jangan ren, aku hanya butuh istirahat tidak harus ke dokter".
"Sudah 2 minggu nadin kau tidak keluar rumah, menghindari orang-orang? "
Nadin mengangguk lemah.
"Mereka menakutkan Irene. Aku tidak suka dengan mereka".
"Aku tau tapi kau akan sakit dan semakin parah jika terus seperti ini".
Nadin menggeleng lagi.
"Nadin".
"Mereka menakutkan kau tau bukan? Bagaimana tatapan jijik mereka ketika melihatku? Seolah aku ini pendosa. Aku benar-benar ingin pergi saja aku ingin pulang".
"Bagaimana kau akan pulang melangkahkan kakimu satu langkah diluar apartemen saja enggan. Apalagi sampai ke incheon airport mustahil".
Nadin menunduk lemah.
"Ta-tapi aku merindukan rumah Irene, aku tidak tahu kalo disini sangat menyeramkan".
"Manusia dimanapun mereka berada mereka menyeramkan asal kau tahu"
Nadin terkekeh. Ia tau sahabatnya inipun pernah trauma karena manusia bahkan sampai menyesal menjadi manusia. Nadin memang beruntung memilikinya, kalo tidak mungkin nadin sudah tidak ada di dunia ini lagi. Ya nadin lebih suka mati daripada hidup, hidup terlalu kejam untuknya yg lemah dan kecil ini.

Tentang Hujan dan Air MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang