(5) Cursed Girl

1.1K 132 5
                                    

Lagi-lagi langit tak berbintang yang diperlihatkan sang malam. Membiarkan sang rembulan bersinar sendirian di tengah kegelapan. Menyinari dunia fana yang mungkin sebentar lagi akan mengalami kehancuran. Itu menurut perkiraan Carrion.

Di kaki bukit, masyarakat Zolora sedang ramai mengadakan festival. Festival besar akhir musim semi. Banyak stand-stand penjual makanan dan pernak-pernik lainnya. Dari anak-anak sampai orang dewasa, semuanya berbondong-bondong memenuhi festival.

Riuh suara obrolan dan tawa membuat suasana terasa sangat hangat. Carrion berjalan di keramaian itu seorang diri. Manik mata ungu tuanya memperhatikan keramaian dengan tatapan berbinar-binar. Takjub dengan pernak-pernik festival serta berbagai macam makanan yang dijajakan.

Tatapannya kemudian beralih ke arah sepasang anak kecil yang sedang berlari-larian. Kedua anak kecil yang terlihat bahagia dengan senyum mereka yang lebar. Tawa mereka bahkan terdengar sangat ringan seolah tidak memiliki beban.

Melihat itu, tatapan Carrion berubah sendu. Ia jadi teringat pada teman semasa kecilnya, teman dia satu-satunya, Zinnia. Carrion merindukannya, sosok yang mau mengakui keberadaannya, satu-satunya orang yang tidak melihatnya sebagai monster.

"Apa yang kau pegang?"

"Tidak ada!"

"Ayolah... beritahu aku!"

"Tidak! Ini rahasia!"

"Ayo beritahu aku!"

"Baiklah, baiklah. Ini!"

"Apa itu? Lampion?"

"Ya, ini untukmu"

"Wah! Terima kasih!"

Carrion mengulum bibirnya mendengar percakapan kedua anak kecil tadi. Jika saja saat itu Zinnia tidak nekad menyelamatkan anak kucing dan naik ke atas pohon, jika saja dirinya tidak lupa pada kekuatannya, jika saja semua itu tidak terjadi, mungkin Zinnia masih ada disini bersamanya. Dan Carrion tidak akan kesepian seperti ini, terluntang-lantung di jalanan seperti gelandangan.

Dia menghembuskan napas kasar, merasa lelah pada kehidupannya yang berat. Jika boleh memilih, rasanya Carrion ingin menggantikan posisi Zinnia, agar dia tidak perlu menerima perlakuan buruk dari semua orang. Carrion hanya sudah lelah, sangat lelah.

Kemudian sepasang kekasih yang sedang bercanda tak jauh dari Carrion berhasil menarik perhatiannya. Carrion memperhatikannya dengan tatapan yang semakin menyendu. Kedua orang itu terlihat bahagia. Semua orang di sana terlihat bahagia, kecuali dirinya.

Hembusan napas kasar kembali terdengar ketika Carrion melihat tatapan penuh cinta yang diperlihatkan pasangan kekasih itu satu sama lain. Carrion mendesah frustasi karena tak ada seorangpun yang pernah menatapnya dengan tatapan penuh cinta atau tatapan penuh sayang. Bahkan Carrion tidak pernah merasa dicintai apalagi disayangi. Dia tidak tahu seperti apa rasanya.

Tak ingin membuat dirinya semakin dibakar rasa iri, akhirnya Carrion kembali melanjutkan langkahnya. Berjalan pelan menelusuri festival. Berjalan bersama kekosongan yang selama ini dia rasakan. Sebab berada di tempat seramai apapun, Carrion tetap merasa sendiri, tetap merasa kesepian. Hanya ada kekosongan dalam jiwanya.

Di tengah kesendiriannya, tiba-tiba segerombol anak kecil yang berbeda datang menghampirinya. Sedikit membuat Carrion terkejut karena baru kali ini ada yang memanggilnya.

"Hei! Kakak berbaju hitam!"

Carrion membalikkan tubuhnya dan menatap segerombol anak itu dengan tatapan datar. Dalam hati sebenarnya ia merasa penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan.

The Spirit Of The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang