3. Mendekat

86 3 2
                                    

"Dian, kamu tahu, hari ini sampai dua minggu ke depan aku bakal sibuk banget!" Rini mengetik sambil mengajak Dian bicara.

"Kenapa?" tanya Dian, tetap fokus ke layar komputer.

"Pak Gilang mau pergi ke Kalimantan" jelas Rini tetap mengetik.

"Oh, tapi dia pulang kan?"

"Ya pulanglah Dian, kan disana cuma lihat-lihat tempat penambangan baru sama meeting" jelas Rini.

"Ooh gituh!" Dian menghelakan nafas lega.

"Eh, selama aku sibuk! Kamu jangan cuti ya, sakit juga ga boleh" tegas Rini masih sibuk mengetik.

"Loh, kenapa? Kalau sakit siapa juga yang mau" tangkis Dian.

"bantuin aku dong, dikiiiit ajah! Temenin deh, temenin" Rini merayu.

"Uhm, bantuin ga yah? Dian menaikan alis meledek Rini.

"Pleaaasee, Dian! Kamu tuh perempuan paling kece, baik, kalem, cantik banget" Rini makin merayu.

"Hmmmmm..... Gimana yah!"

"Yaudah, Dian mau apa? Make up? Sepatu baru? Tas? Jam tangan?" Rini terus membujuk.

"Kok kamu tumben sih tawarin hadiah?" Dian sok jual mahal. Dalam hati curiga, Rini yang biasa memberi tugas begitu saja tanpa iming-iming hadiah, sekarang menyodorkan banyak tawaran.

"hehehehe...... " Rini meringis.

Dian berhenti mengetik, bergeser ke samping sambil meledek "Mau ambil cuti yaa ?"

"Ssshh! Kali ini doang Dian, sayang nih udah pesan tiket dari jauh-jauh hari" Rini memohon.

"Uhm, mau apa yah?" Dian langsung berpikir. "emang kamu mau kemana?"

"Hongkong. Sebentar kok, lima hari doang!" jawab Rini tersenyum.

"Mau dibawain yang gampang dibawanya deh!"

"Apa tuh?" Rini bingung, penasaran.

"apa ajah deh Rin, yang penting gampang dibawa, nggak repotin kamu"

"Oh, iyah....., iyah...., " Rini lanjut bekerja.

Anak itu ya, kalau ditanya maunya apa, jawabnya tidak jelas. Jarang protes, tidak ada keinginan dan ambisi mau apa. Datar-datar saja, membuat lawan bicaranya bingung.

********

Dian berdiri di depan lift memandangi wajahnya yang lusu. Seakan tidak ada habisnya pekerjaan yang dia kerjakan. Setiap hari pekerjaan terus bertambah, tapi penghasilan sama saja. Dian mengehela nafas sejenak, melipat tangan di depan dada, sambil menggoyangkan kakinya ke kiri-ke kanan, menepis rasa bosan.

"Dian !"

"Eh, Pak Gilang ...." Dian meringgis.

"kamu ngapain goyang-goyang begitu?" Gilang tersenyum heran melihat tingkah Dian.

"Enggak kok, cuma lagi stretching ajah" tepis Dian berusaha kembali berdiri tegak.

Tinggg.....! Pintu lift terbuka. Mereka berdua masuk ke dalam lift tanpa ada orang lagi. Dian berdiri di pojok kiri sementara Gilang di pojok kanan.

Gilang hanya tersenyum melirik Dian yang berdiri kaku di pojok kiri, dan Dian hanya membalas senyumanya sesaat, lalu memalingkan wajah ke depan. "Ini, diam ajah? Dia nggak mau tanya apa gitu ?" gerutu Gilang dalam hati. Agak sombong juga yaa dia, padahal tidak cantik, tidak menarik, yaa meski dia sedikit pintar dan cekatan soal kerjaan. Makanya dia sering jadi tameng rekan-rekan kerja yang cuti, atau sedang malas bekerja.

Pura-Pura Menikah (Goes To INNOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang