32. Perpisahan Sementara

5K 484 25
                                    


Azzurri menatap Naya yang masih menunduk dalam diam, gadis itu terus mengelap air mata yang keluar seolah ini menjadi pertemuan terakhir mereka. Azzurri mampu meyakini Ervin dan juga yang lain jika, ia tidak akan mati konyol hanya untuk sebuah pedang. Akan tetapi gadis yang kini berada di hadapan Azzurri terus menangis tidak merelakannya pergi.

Dasar bodoh!

Azzurri terus mengutuk kalimat itu ke arah Naya, mencoba meyakini Naya jika ia mampu. Azzurri mengerti ini kali pertama Naya memiliki kakak seperti apa yang pernah ia ucapkan. Jadi wajar jika Naya menangisi keputusannya.

"Tenanglah, aku tidak akan mati! Kau ini, kita akan bertemu sebentar lagi. Perpisahan ini hanya sesaat. Mengerti?" Naya mengangguk lemah, ia mengangkat wajahnya dan mata mereka bertemu. Mata sembab Naya terlihat sangat mengerikan membuat Azzurri mengerutkan keningnya dan menarik Naya ke dalam pelukan hangatnya. "Tenanglah, Kakak akan kembali. AKu janji!"

"Aku memegang janjimu, Kakak!"

Azzurri tersenyum, melepas pelukan mereka dan menghapus air mata Naya sayang. Semua yang berada di tempat itu mengernyit bingung. Sedalam itukah ikatan kedua wanita yang kini saling menenangkan satu sama lain? Wanita itu unik.

"Apa kalian akan terus seperti itu? Bagaimana dengan kami? Apa kami harus memeluk kalian?" Arhies berseru mengintrupsi kegiatan kedua wanita itu. Iris matanya terganggu melihat adegan itu. Mungkin bagi wanita itu terlihat biasa, tapi di mata mereka adegan itu terlalu berlebiham.

"Cih, kau benar-benar perusak suasana makhluk bertopeng!" Azzurri berseru kesal menatap Arhies tajam.

"Yang Mulia Ervin, tolong jaga Naya." pinta Azzurri membuat Ervin semakin mengernyitkan keningnya.

"Dia memang tanggungjawabku!"

Kekehan keluar dari bibir Azzurri, ia mengangguk mengerti dan berdiriri tepat di hadapan Tayrl yang masih enggan menatap wajahnya. Tayrl marah. Menurutnya, Azzurri keterlaluan. Bagaimana bisa wanita itu pergi dan baru memberitahunya sekarang. Hati kecilnya marah ingin memaki dna mengutuk siapa saja saat ini.

Mungkin saat ini, ia merasa takut.

"Tuan, aku harus pergi. jaga kesehatanmu dan berlatihlah lebih giat." Azzurri menatap Tayrl dalam, mengulurkan tangannya meminta Tayrl menjabat dan setidaknya menggenggam tangannya itu.

"Kau benar-benar keterlaluan! Aku memerintahkanmu untuk kembali dengan selamat. Jangan pernah melawan perintahku. Apa kau mengerti?!"

Azzurri tersenyum ia menundukkan wajahnya menahan malu. Tayrl menyambut uluran itu dan menggenggamnya. Memberikan kehangatan dari sentuhan mereka.

"Terimakasih, aku pergi."

Azzurri menatap mereka satu persatu dan tersenyum lembut. Perlahan ia membalikkan badannya dan berlalu dari tempat itu. Mereka berlima menatap punggung Azzurri yang terlihat tegar menjauh dna menghilang di telan kabut pagi itu.

Naya menghela napasnya. Ia juga harus berlatih. tekad kuat Azzurri  membuatnya sadar, jika lawan yang akan mereka hadapi bukanlah iblis sembarangan.

***

Arhies menatap Yasa yang kini berada di depannya. mereka bertemu untuk sekedar berdiskusi mengenai peperangan yang akan mereka hadapi. Yasa memiliki feeling yang kuat akan kedatangan musuh, sementara Arhies sangat berbakat untuk hal menyusun strategi penyerangan. Yasa merasakan hawa kuat yang semakin mendekat ke arah mereka dan itu membuatnya meningkatkan kewaspadaan.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan terlebih dahulu?" tanya Arhies mengamati Yasa yang masih terdiam menatap kesekeliling bangunan istana.

"Kita harus bersiap. pasukan Iblis HItam sebentar lagi sampai di perbatasan."

Arhies menganga tidak percaya. Secepat itukah?

"Benarkah?" Arhies bertanya tidak percaya. yasa mengangguk pasti. feelingnya tidak pernah meleset sejauh ini. "Kita harus memberitahu Yang Mulia Ervin dan Tayrl."

Mereka berdua bergegas menemui dua pemuda yang kini tengah menatap peta di depan mereka.

"Tuan, kita harus bergegas. Iblis Hitam sebentar lagi memasuki perbatasan." Arhies berkata dengan raut cemasnya. Ia tidak ingin ada pertempuran di sekitar istana. Jika mereka tidak segera bertindak banyak penduduk yang akan terluka.

"Aku tahu, lihatlah!" Ervin meminta Arhies dan Yasa mendekat melihat peta yang sedari tadi tengah ia dan Tayrl amati. "Kau lihat tidak jauh dari kerajaan iblis yang kita masuki tempo hari, ada hutan yang tidak terjamah. Apa ada kemungkinan Iblis Hitam bersatu dengan Iblis di dalam hutan itu?"

Tayrl mengangguk. Ia menunjuk salah satu tempat yang tidak pernah mereka kunjungi selama ini. "Benar, aku rasa di tempat ini Iblis Hitam bersembunyi setelah perlawanan kemarin. Ia tengah memulihkan dirinya. Aku dengar dari desa yang yang berdekatan dengan hutan itu, hawa hitam yang kental terlihat jelas. Bahkan perlahan tumbuhan dan juga hewan mati secara mengenaskan. Sepertinya, Iblis itu menghisap kekuatan alam dengan rakusnya."

Sementara itu Naya menatap dirinya di cermin, ia membuka pakaian sebatas bahunya menampilkan tato naga merah yang menyalang di sana. Ia mengelus pelan naga itu dan tersenyum, "Aku yakin, kita mampu melalui ini dan membuat dunia yang tenang. Kita harus bersiap, aku mohon bekerjasamalah."

Naga itu menyala membuat Naya meringis merasakan sakit. Ia harus terbiasa dnegan semua itu, melihat betapa berjuannya semua orang membuat Naya termotivasi. Ia bukan Naya yang lemah, ia seorang Dewi Pelindung yang menjaga kedamaian dunia ini.

"Aku harus bisa!"

***

"Jadi kita harus menembus perbatasan untuk sampai di pusat kota dan menghancurkan penduduk yang tidak patuh. Kita harus segera menyerang kerajaan Ervin dan merebut Dewi Pelindung. Dengan begitu kekuatanmu akan semakin meningkat tajam. Bukan begitu, Tuan Arterus?"

Laki-laki bertubuh tegap dengan baju kerajaan melekat indah di tubuhnya bangkit dari tempatnya dan menatap pemuda di depannya. Ia menatap yakin pemuda itu dan tersenyum misterius. Kemenangan ada di genggamnya. Ervin tidak akan mungkin memiliki kekuatan yang lebih darinya.

"Leon, pergi dan hancurkan istana itu!" pemuda bernama Leon menyeringai menunjukkan senyum sinis dengan aura yang tajam. Ia menatap Tuannya dan mengangguk patuh. Ia merenggangkan ototnya dan berlalu dari tempat itu. "Kau harus berhasil!"

Arterus menatap nyalang ke arah rembulan yang bersinar terang. Ia mendengus kesal. Bulan tidak akan berpihak kepadanya lagi dan memberikan kekuatan Dewi Pelindung. Semua ini terjadi karena pemuda berengsek yang menghalangi bola hitam terbesar masuk ke dalam tubuhnya. Ervin. Pemuda itu benar-benar pembuat masalah.

"Aku akan menghancurkan kalian, tunggulah. Sebentar lagi aku akan meledakkan tubuhmu dan membawa Dewi Pelindung ke istanaku. Darahnya. Ya, darah dari wanita itu dapat memberikan kekuatan yang sangat besar untukku."

Peperangan akan segera di mulai. Arterus menatap sinis rembulan dan berlalu pergi.

Sementara itu, Leon berlari membawa para pasukan iblisnya mendekat ke perbatasan. Ia menebarkan aura kebencian yang pekat membuat pepohonan yang ia lewati seketika layu tak berenergi.

"Enyahlah kalian dari muka bumi ini, makhluk-makhluk bodoh!"

Leon memngingat wajah Ervin membuat geraman di giginya semakin kencang. Ia sangat membenci Ervin dan juga teman-temannya. Ia membenci mereka yang menghalangi cintanya.

Cintanya kepada Azzurri. Wanita yang kini telah menjadi istri dari salah satu empat pemuda yang sangat ia benci. Tayrl. Pemuda keras kepala yang tidak pernah mencintai Azzurri. Ia akan membunuh keempat pemuda itu dan membawa Azzurri ke dalam pelukannya. Itulah janjinya.

Matilah dan aku akan berbahagia.

***

Next??? Silahkan komen dan vote sebanyaknya.


Devil Beside Me [END] [REUPLOAD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang