friends [naeun; namjoon]

16 6 3
                                    

"Heh! Ngapain lu naik motor gua?!"



     Pemilik dari motor yang hendak dinaiki olehku berteriak seperti itu ketika melihat aku duduk di jok bagian belakang motornya. Tertangkap basah oleh sang pemilik motor membuatku tidak jadi duduk di atas jok motor milik Namjoon dan malah berdiri di samping motor pria itu.



"Numpang lah, Joon." Aku menyengir lebar.

"Emangnya siapa yang mau numpangin lu? Jalan sendiri sono!" usir Namjoon tanpa belas kasihan.

"Yaelah pelit amat sama gua, Joon." Aku mengerucutkan bibirku.

"Bodo amat. Pokoknya sekarang lu turun dari motor gua soalnya gua mau jemput cewek gua." ucap Namjoon yang masih tetap pada pendiriannya.



     Akhirnya aku menyerah dan berjalan menjauh dari motor ninja miliknya. Namjoon sendiri segera memanfaatkan kesempatan itu untuk mengendarai motornya dan meninggalkan aku sendirian disana.



"Andai aja lu tau perasaan gua, Joon." batinku sambil menatap lirih Namjoon yang semakin lama menghilang dari pandanganku.




***



     Aku dan Namjoon memang sudah bertetanggaan sejak kecil yang membuat kami menjadi sahabat hingga sekarang. Dulunya kami benar-benar dekat hingga kemana-mana selalu bersama tetapi itu semua berubah ketika Namjoon berpacaran dengan Hyojung.

     Awalnya aku memaklumi ketika mengetahui Namjoon mengurangi intensitas kedekatannya denganku untuk menjaga perasaan pacarnya. Tetapi lama-lama aku mulai merasakan sesuatu yang aneh di dalam diriku. Entah kenapa aku malah merasa sedih dan cemburu ketika tidak sengaja melihat Namjoon yang sedang bemesraan dengan pacarnya.

     Mulai saat itu, aku menyadari bahwa aku tidak memandang Namjoon hanya sebagai sahabat saja. Tetapi aku juga menganggap Namjoon sebagai pria spesial di dalam kehidupanku selain mendiang ayahku.

     Dan sekarang aku hanya bisa mendengus sebal di dalam hati ketika melihat Namjoon yang sedang menyuapi Hyojung. Bahkan aku bukannya memakan bakso yang baru saja aku beli tetapi malah hanya menusuk-nusukannya dengan garpu untuk melampiaskan rasa cemburuku.



"Naeun! Jangan bengong nanti kesambet setan!" seru Hyeri yang membuyarkan lamunanku.

"Siapa yang bengong sih? Gua gak bengong kok." elakku.

"Alah bohong lu, Na. Orang daritadi lu ngeliatin Namjoon sama Hyojung terus." celetuk Seulgi yang baru selesai menghabiskan nasi uduk miliknya.

"Kenapa lu gak nyoba buat ngungkapin perasaan lu sih, Na? Daripada lu harus terus-terusan diem dan galau begitu." kata Mijoo yang selalu jadi sasaran kegalauanku.

Ekspresi wajahku berubah menjadi serius, "Gua cuma takut, Joo. Takut kalo nantinya dia malah menjauh dari gua."

"Tapi seenggaknya lu harus nyoba buat ngungkapin itu semua, Na. Gak mungkin kan lu terus-terusan nahan perasaan lu setiap di depan Namjoon?" saran Hyeri yang memang benar adanya.

Aku membuang napas pelan, "Nanti coba gua pikirin lagi."



***



     Aku yang sedang ingin mengerjakan tugas matematika ku dibuat panik ketika mendapati buku cetak milikku tidak ada sama sekali di meja belajarku. Bahkan aku sampai mengeluarkan seluruh isi tasku, tetapi aku tetap tidak menemukan buku cetak matematika ku yang cukup tebal itu.

     Aku menepuk dahiku pelan ketika baru menyadari bahwa buku cetak matematika ku berada di dalam loker milikku. Sebenarnya kalau disini masih sore sih aku bakalan langsung minta Mas Dongwoon buat nganterin aku ke sekolah demi ngambil buku ku. Tapi sayangnya sekarang sudah malam.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

blossom tearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang