Meski Ano terlihat cukup bisa bergaul dengan tepat di kelas, dia tetap menyendiri saat istirahat. Dia sungguhan bergaul dengan tepat. Tidak terlalu menutup diri, namun juga tidak mudah dekat dengan seseorang, apalagi terbuka. Dia juga terlihat sekali kerap menjaga sikap, bahkan meminimalisir berekspresi. Tertawa? Sangat jarang sekali. Sampai-sampai dia mendapatkan julukan baru "Tsundere". Kelihatannya saja dingin, tapi kalau ada sesuatu yang penting dan membutuhkannya, dia akan dengan ringan tangan menyediakan dirinya untuk membantu sebisanya.
Saat istirahat, dia akan menghilang. Sepertinya dia hanya berinteraksi dengan yang lain saat ada keperluan saja. Dia orang yang irit bicara.
Ini yang membuat Banzai penasaran dengan anak itu. Sebenarnya di dalam hati kecilnya, dia ingin mencoba untuk berkenalan. Tapi... sepertinya dia ingin melihatnya dari jauh dulu. Memantau perkembangan Ano dengan Geng Juara. Bisa gawat kalau Ano sampai bergabung ke geng itu.
Siang ini Banzai mengajak Mala membicarakan tentang ini di taman kota.
"Kok tidak jadi ke rumahmu Zai?"
"Ada orangtuaku."
Mala yang semula berjalan di sebelah Banzai sekarang ke depannya. "Loh kenapa?"
"Kita akan membicarakan tentang Geng Juara. Mamaku itu pembela Zimmy. Jadinya aku tidak yakin akan mendukung kita." Mereka lanjut berjalan lagi menuju bangku taman.
Mata Mala membulat. "Oh ya? Kok..."
"Mamaku kenal ayahnya Zimmy. Ah, sudahlah. Malas aku. Siapapun membela anak itu," sela Banzai.
Mala mengangguk-angguk tanda setuju. "Kamu dulu juga lebih memilih berteman dengan mereka."
Banzai berhenti. Kata-kata itu menusuk perasannya. "Ya, maaf. Kukira berteman dengan mereka bisa membuatku keren. Aku kan selama ini tidak pernah punya teman. Kukira aku harus memilih teman yang terbaik. Dan kamu... aku malu jika sampai ketahuan oleh mereka jika aku pernah berbicara denganmu."
Mata Mala sudah mulai berkaca-kaca. "Karena tidak ada yang mau berteman denganku?"
Banzai mengangguk lemah.
"Itu juga karena perbuatan mereka."
Banzai benar-benar terkejut sekarang. "Benarkah? Jadi kamu pernah punya masalah dengan mereka?" Dia memukul dahinya. "Oh pantas saja..."
"Sam pernah mengancammu dengan menggunakan aku?"
Kini Banzai menoleh ke Mala dengan pandangan ngeri. "Lho..."
"Aku menguping."
"Aku dulu pernah pacaran dengan Sam," ucap cewek ini pelan. Belum selesai Banzai terkejut dia mendapatkan kejutan lainnya dari mulut Mala. "Dan... aku juga pernah menjadi anggota mereka."
"Jadi... Kamu pernah tahu mereka lebih dekat?" Banzai mencoba meyakinkan dirinya atas fakta ini. Luar biasa! Sekarang dia berteman dengan cewek mantan anggota Geng Juara.
Mala mengangguk mantap. Sepertinya dia tahu apa yang dipikirkan oleh temannya ini. Banzai menarik tangan Mala. "Yuk kita harus segera membicarakan ini. Kita susun rencana untuk menghentikan mereka." Mereka buru-buru ingin duduk di bangku taman terdekat dan membicarakan semuanya.
***
Banzai masih penasaran dengan Ano. Bagaimana ya perkembangan hubungan anak itu dengan Geng Juara? Bukan. Bukan. Yang benar, bagaimana ya misi Geng Juara berikutnya terhadap anak itu?
Di kelas Ano terlihat biasa saja. Dia ya seperti dia, yang dingin tapi tidak terlalu diam. Dia berbicara secukupnya.
Apa aku coba mulai berbicara dengannya ya?
Maka saat istirahat, saat Ano bangkit dari duduknya dan hendak keluar kelas, Banzai menahannya.
"Hai," sapa Banzai gugup dan mencoba tersenyum. Tapi tetap canggung. "Namaku Banzai."
Ano mengangkat sebelah alisnya. "Oh, kamu kan yang selalu tidur di kelas."
Banzai melongo. Benar. Dia masih juga tidak tertarik dengan sekolah ini. Para guru juga sudah memanggilnya dan menanyakan tentang perubahannya ini, tapi dia memilih tetap bungkam. Percuma. Geng Juara pasti tetap akan dibela pada akhirnya jika dia menceritakan yang sebenarnya.
"Maaf ya. Aku tidak mau membuat masalah di sekolah ini. Jadi aku menghindari beberapa jenis teman," kata Ano datar lalu pergi meninggalkan ruangan kelas ini.
Sombong sekali dia.
***
Saat bel berbunyi, siswa berhamburan. Mala terlihat buru-buru membereskan isi tasnya. Banzai yang ada di sebelahnya menatap heran.
Seakan seperti tahu isi kepala temannya ini, Mala berkata, "Ada acara mendadak di rumah, aku harus segera pulang." Banzai mengiyakan.
"Hati-hati di jalan..."
"Iya..."
Beberapa cewek penggosip menggoda. "Cieeeh... Nggak sekalian salim tangan tuh biar kayak Dilan Milea."
Banzai berdecak, meraup tas-nya yang ringan dan pergi keluar kelas.
"Ish, jutek banget."
Banzai menyusuri lorong sekolah. Dia ingin menuju ke halaman belakang sekolah. Sekarang sebelum pulang, kadang dia menyempatkan diri untuk duduk sendirian disana. Memikirkan banyak hal. Terutama cara untuk menghentikan Geng Juara dan membujuk orangtuanya untuk memindahkannya dari sekolah ini.
Langkahnya terhenti. Lagi-lagi dia melihat Ano sedang dikerubungi Geng Juara. Tapi kondisinya kali ini berbeda dengan yang waktu itu Banzai lihat. Tampak lebam di beberapa bagian wajah Ano sekarang. Tangannya juga sedang dipegang erat ke belakang oleh Topan. Mirip dengan yang dialami oleh Banzai dulu.
Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan.
Banzai merasa dirinya adalah seorang yang pengecut yang tidak berani jika harus berhadapan langsung dengan Geng Juara.
Namun yang terlihat agak aneh adalah Ano disana malah tersenyum sinis. Dan dia juga terlihat cukup pasrah dipukuli. Tidak meronta. Tidak teriak.
Tidak lama kemudian Topan menyungkurkan Ano ke tanah dan mereka pergi sambil terus melayangkan ancaman. Mereka masih ingin agar Ano bergabung ke geng mereka, tapi kali ini dengan ancaman. Memangnya ada yang mau berteman dengan orang yang gemar mengancam? Mengapa cara Geng Juara jadi kasar sekali sekarang?
Ano bangkit dengan bertumpu pada lututnya. Dia melihat ke sikunya yang sedikit berdarah lalu mengusap darah di ujung bibirnya dengan jempolnya. Mengambil tasnya yang tergeletak dan pergi. Banzai berinisiatif untuk mengikutinya. Dia heran sekali dengan Ano. Bahkan anak itu sama sekali tidak menyumpah setelah mengalami kejadian seperti ini. Dengan hati-hati, dia mengikuti murid baru itu. Jangan sampai ketahuan. Bisa panjang urusannya. Ano kan tidak menyukainya.
Sampai di luar gerbang. Banzi menduga bahwa Ano hendak pulang ke rumah. Beberapa siswa memperhatikan Ano dengan luka-lukanya.
"Oh, ada apa dengan wajahnya itu?"
"Kenapa dia? Makin terlihat matcho ya... sepertinya habis berantem."
Banzai berdecak. Dasar cewek-cewek tukang gosip, bukannya prihatin malah tetap saja membicarakan paras. Pria tampan nomor satu bagi mereka.
Eh, jangan sampai mereka curiga bahwa aku sedang mengikuti Ano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Friends
Teen FictionSepanjang 14 tahun Banzai hidup, dia belum pernah mempunyai teman. Apakah kamu mau menjadi temannya?