Tiga : Sakit yang tak Berdarah

2.1K 54 10
                                    

Quote :
Kesetiaan bukanlah milik salah satu hati melainkan dua hati dalam satu ikatan. Kesetiaan bukan hanya kata manis yang terucap melainkan perilaku dan mata yang berbicara.  Cobalah mengerti dan letakkan lah kesetiaan pada hati bukan pada bibir

Hari-hari kulalui dengan penuh canda tawa karena penyesalan yang kemarin aku kubur dengan dalam dan kumulai hariku dengan lembaran baru.
Hari ini aku menjalankan kewajibanku sebagai mahasiswa yang selalu disibukan mencari referensi.
Aku selalu duduk di pojok perpustakaan dan sesalu fokus ke buku, tapi bukan buku tugas melainkan novel, kebiasaan ku yang tidak bisa ku ubah dari kecil sampai saat ini.
Ponsel di kantong ku berdering, ku lihat nama dokter lebay di layar ponsel.
“Hallo,... tumben tiba-tiba telfon”. Kata ku cuek karena masih terfokus pada novelku.
“Hai manja... lagi ada jam ato gimana”. Dengan suara khasnya.
“aku lagi sibuk please deh, kalo penting sgra ngomong kalo enggak tutup aja telfonya”.
“palingan juga sibuk baca novel”.
“Bodo Amat”.
“Tuh kan bener kalo di tanya jutek gini pasti fokus ke novel bukan belajar”.
“Aku tutup aja ya, males ribut sama dokter lebay sama kamu itu”.
“Oke-oke to the point aja, aku besok mau ngajak kamu nonton mau kan?”
“Besok, tunggu aku inget-inget dulu ada acara enggak ya?, oh iya besok aku ada kerkel (Kerja Kelompok) makalah, lain kali aja deh, oke”
“Oke deh kalo kosong kita keluar ya manja”.
“Oke”. Aku langsung menutup ponsel ku dan melanjutkan membaca novel kesukaanku.
****
Keesokan harinya aku pulang kuliah langsung kerkel di rumah temenku, seperti mahasiswa biasa kita bercanda gurau untuk menghilangkan penat dan sumpeknya ngerjain tugas yang tidak ada kelarnya.
Setelah selesai aku dan teman-temanku berinisiatif untuk refresing sejenak untuk makan di mall sambil jalan jalan.
Seperti biasa aku memilih makanan faforitku dan duduk bergurau bersama teman-temanku.
Kulihat sekelilingku dan tak sengaja aku melihat di sebrang tempat duduku yang lumayan jauh aku melihat seorang yang tak asing bagiku.
Dia memakai baju putih khas dokter dengan rambut rapinya. Iya benar itu dokter lebay.
Tapi aku melihat mereka berdua dengan cewek yang tidak asing bagiku. Dia memakai baju khas bank. Dan tak lagi itu cewek yang aku temui sama rendi di toko buku kemarin.
Hatiku serasa sakit, dengan mudahnya dia kemarin menganjakku nonton dan disaat aku tidak bisa dia keluar dengan cewek lain. Wajahku memerah serasa ingin teriak. Aku hanya memandangi mereka berdua dan menghiraukan teman-temanku yang ada didekatku.
“Nda”. Kata sila
“Nda”. Mengulangi lagi sambil menepuk pundakku.
“Eh... iya sil kenapa”. Kataku kaget.
“Kamu lihat apa sih Nda kok sampek segitunya”.
“Enggak papa kok sil, tuh pesenenya udah datang ayo makan bareng”. Sambil menunjuk makanan yang dibawakan pelayan menuju meja kita.
Setelah makanan terhidang didepanku aku hanya membolak balikkan nasi, aku melihat mereka berdua dari kejauhan, memang sih mereka kelihatan biasa mungkin Cuma makan bersama, aku hanya positif thimgking aja, dan enggak mungkin aku samperin rendi dan bikin onar disana. Aku mencoba menguatkan hati walaupun rasanya emang bener-bener sakit.
“Nda kok ga dimakan, Cuma dibolak balik doang makananya”. Kata sila. Dia memperhatikan aku tanpa kusadari.
“Enggak kok sil ini aku mau makan”. Akhirnya sesuap pun aku masukkan dalam mulutku.
Setelah selesai makan aku niatkan untuk pulang tanpa menyapa atau melihat rendi.
“Nda kamu mau kemana yuk kita shoping dlu”. Kana Nia
“Enggak dulu ya, kurang enak badan, aku mau pulang aja, gapapa ya gaess”, kataku.
“Ya udah hati-hati ya Nda”. Kata mereka serentak.
Inginku membendung amarah yang ada di diriku, tapi apalah dayaku.
Setelah pulang aku langsung masuk kamar dan menceritana semua yang kulihat kepada riri lewat telfon.
Aku tidak hanya marah sesekali aku menjatuhkan air mata.
****
Setiap kali rendi ngasih kabar lewat sosmed ataupun telfon selalu aku hiraukan.
Sampai dia datang kerumahku tanpa mengabariku terlebih dahulu.
“Nda itu rendi di bawah, kamu samperin gih”. Kata ibu
“Males bu aku ketemu dia, suruh pulang aja”. Kataku sambil menutup wajahku dengan slimut.
“Nda jangan gitu, turun dulu sana kasian jauh-jauh kesini Cuma pengen ketemu kamu”. Sambil membuka slimutku.
“Biarin bu, bodo amat itu kan salahnya rendi sendiri”.
“Nda ibu ngajarin Nda harus menghargai seseorang siapapun itu dan dalam keadaan apapun. Ayo temui dulu walaupun sebentar”. Ibu mulai menunjukan wajah seriusnya.
“Iya bu”. Akhirnya aku terpaksa keluar kamar dan menyapa rendi.
Dalam hati aku ingin banget nampar kamu ren. Aku duduk di hadapanya. Aku hanya diam untuk meredam amarah karena ibuku juga dirumah.
“Nda kamu sakit kok aku telfon ga pernah diangkat”.
“Iya sakit”. Kataku jutek.
“Sakit apa nda, kok ga bilang”.
“sakit hati, emang kalau aku bilang kamu bisa nyembuhin”.
“Maksud kamu gimana nda aku enggak paham”. Kata rendi dengan wajahnya yang kebingungan.
“Mending kamu pulang, aku lagi ingin sendiri, aku males ketemu kamu, dari pada aku bentak kamu dan ngusir kamu secara kasar”. Aku langsung beranjak dan naik ke atas.
“Nda... kamu kenapa kok berubah kayak gitu.... Nda...”. dia memanggilku tapi aku tetap berjalan.
Akhirnya rendi pulang.
****
Sore yang sepi ini aku menenagkan diriku seperti biasa aku menyendiri di taman, hatiku sepi dan gundah. Aku melihat rendi yang hampir mendekatiku, mungkin dia sudah hafal kebiasaan ku kalau akau lagi galau aku selalu disini.
Ketika rendi hampir didekatku aku langsung beranjak dari tempat duduk tapi rendi lebih dulu menarik tanganku.
“Nda kamu mau kemana, aku pengen tanya sama kamu, kenapa kamu beberapa hari ini seperti ini aku yakin pasti ada masalah”. Kata rendi dengan erat memegang tanganku.
“Lepasin aku teriak kalau kamu enggak mau nglepasin tanganku”.
“Aku ga akan nglepasin tangan mu sebelum kamu cerita semua, ada masalah apa, kenapa kamu marah sama aku”.
“Lupakan”.
“Ceritakan semua Nda”.
“Lepasin ... ren..”. aku berusaha melepaskan genggamannya.
“Kamu harus cerita dulu, aku bingung kenapa kamu berubah kayak gini”.
“Kamu ingin tau kenapa aku kayak gini, kemarin kamu ngajak aku nonton dan aku enggak bisa, dan bisa-bisanya kamu langsung mengajak cewek lain makan bareng, seperti itulah kamu sebenarnya ren?”.
“Aku bisa jelasin semua, kemarin sebenarnya aku Cuma mau makan tapi di perjalanan ketemu dia dan akhirnya kita makan bareng gitu doang enggak lebih”.
“Oh... seperti itulah kamu ren, aku baru tau kalau ada cowok mau makan sendiri di mall lagi. Dan pasti itu enggak mungkin pasti kamu janjian sama dia. Kalau emang beneran kamu enggak sengaja ketemu dia, aku ingin ngelihat chat mu sama dia sekarang”. Sambil menadahkan tangan didepan rendi.
“Buat apa emang, kenapa kamu tidak percaya sama aku sih nda”.
“Iya aku baru percaya kalau kamu mau menunjukan chat mu sama dia, apa susahnya sih tinggal nunjukan doang”.
“Enggak ada, aku enggak suka kamu membuka prifiku”.
aku mencoba menggapai hpnya rendi. Tapi tidak terjangkau.
“Jadi emang bener kamu ada apa-apa sama dia, sampai kamu memprifasi chat mu sama dia”.
“Nda aku emang enggak suka seperti itu, kita mempunyai prifasi masing-masing, tolong mengertilah”.
“Awas aja pembalasanku ren”.
Aku langsung pergi dan meninggalkan rendi.
“Nda... Nda...” dia memanggilku dengan keras.
****
Air mataku sudah tak mau keluar lagi yang keluar hanyalah amarah dan dendam kepada cewek itu. aku befikiran untuk membalas dia dengan senyuman (Teror lah yang membuatku tertawa).
Aku berinisiatif untuk menjaili Lisa. Yap untuk sesi pertama ini aku memikirkan apa yang cocok buat dia dan harus sampai di kantornya.
Keesokan harinya...
Seperti biasa yang pertama aku membuat dia mules dulu. Aku membeli nasi kotak yang ku taburi dengan bubuk obat mules. Setelah itu aku menyamar menjadi orang lain dan menitipkan makanan ini ke saptam yang ada di depan.
Aku memakai tompel dipipi dan memakai kacamata. Dan menutup mulutku.
“Siang Pak, ini saya mau nitip makanan buat mbak lisa, bilang aja dari temanya kuliah dulu, karena saya buru buru saya pergi dulu pak”.
“Oh iya mbak nanti saya kasihkan”.
Aku langsung pergi dan mencari ide lagi untuk besok.
_______ ****  (LISA)
Makanan itu dikasihkan lisa ke ruang dapur kantor. Dengan girang lisa langsung membuka kotak an yang di kasihkan kepadanya.
“dari mana pak Toni, kelihatanya enak juga ini”. kata lisa pada pak toni.
“katanya mbak tadi temennya mbak lisa kuliah”. Pak toni menjelaskan
“teman kuliah emang orangnya kaya gimana pak”. Kata lisa sambil makan
“Orangnya pakek kacamata terus ada tompelnya dipipi”. Kata pak toni
“Ya udah deh pak, lupa soalnya teman saya banyak, besok kalau dia kesini pak toni bilang ke aku ya”.
Lisa dengan lahabnya memakan semua sampai habis.
Setelah selang beberapa menit, dia merasakan ada yang aneh di perutnya, seperti ada gelembung-gelembung dan sakit. Dia merasakan ingin kemar mandi.
Lisa keluar masuk dari kamar mandi hampir lima kali. Sampai wajahnya pucat.
“Lis... kamu habis makan apa sih kok sampai kayak gini, mending kamu ijin pulang terus ke klinik”. Kata temannya lisa
“sepertinya gara-gara nasi kotak yang di kasihkan pak toni tadi deh, ya aku ketemu pak doni dulu ijin pulang awal”.
Akhirnya lisa pulang.
****
“Aku yakin dia pasti kesakitan sekarang”. Kataku dalam hati, aku tertawa sendiri di kamar.
“Nda ibu perhatiin dari tadi kok kamu senyum-senyum sendiri”. Kata ibu mengagetkan ku.
“Eh... ibu, enggak papa kok bu”.
“Ya udah ibu tinggal arisan dulu ya, kamu jaga rumah”. Kata ibu sambil pergi,
Aku tetap memikirkan apa lagi yang harus ku kasihkan pada lisa, yang sok dihadapan rendi.

&&&&
Selamat membaca, jangan lupa tinggalkan jejak buat ku ya.
Yuk siapa yang punya ide buat ngerjain lisa boleh kok di komen.
Aku tunggu ya.
Lupp youuuu :*

Me Vs DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang