Jalanan menuju SD Abdi Bangsa pagi itu belum terlalu ramai, cuaca yang sejuk dan hembusan angin membawa oksigen-oksigen dari pohon pelindung di pinggir jalan ke dalam paru-paru siswa yang sedang berjalan kaki menuju sekolahnya, menambah semangat dan ketenangan hati siswa-siswi SD Abdi Bangsa pagi itu. Matahari bersinar kekuningan, tak begitu terik. Sinarnya jatuh lembut di tangan-tangan mungil yang menenteng tas dan buku-buku sekolah mereka. Diantara mereka, terlihat seorang guru yang ikut berjalan bersama siswanya. Dia adalah Ibu Hafsah, salah seorang guru yang mengajar di SD Abdi Bangsa. Sesekali, tampak siswa SD Abdi bangsa menyapa dan menyalami guru mereka. Bertemu dan bercengkrama dengan siswa-siswanya adalah hal yang disukai Bu Hafsah, mendengar celotehan mereka, melihat senyum dan tawa mereka, bahkan bercanda dengan mereka. Semua itu membuat hatinya terasa nyaman dan damai. Bagi Bu Hafsah, apapun keluhan dan cerita siswa patut untuk didengarkan. Itu adalah salah satu cara agar siswa merasa nyaman dengan gurunya. Bahkan celotehan bayi pun tak boleh dianggap tak penting.
Hari itu Hari Senin, berarti waktunya diadakan upacara bendera. Siswa-siswi sudah berbaris dengan rapi di halaman sekolah. Para petugas upacara pun sudah siap untuk melaksanakan tugas di tempatnya masing-masing. Guru-guru juga sudah menempati posisi berbarisnya di hadapan para siswa. Upacara siap untuk dilaksanakan. Namun, ada pemandangan yang kurang enak dilihat pada upacara bendera pagi itu. Di bagian kanan belakang barisan siswa, ada barisan yang terpisah. Mereka adalah siswa-siswa yang tidak lengkap peralatan upacaranya, misalnya tidak memakai topi atau dasi. Ada juga yang datang terlambat dan ikut berbaris di barisan tersebut. Bu Hafsah memperhatikan barisan paling belakang, ada Hamid di situ. Hamid siswa kelas 3, matanya yang bulat jernih dan tajam merupakan ciri khasnya. Hamid anak yang pendiam, Bu Hafsah wali kelasnya. Bu Hafsah menatap Hamid lama, ada yang mengganjal di dalam hatinya.
Semenjak menjadi guru dan mengabdikan diri di SD Abdi Bangsa, baru kali ini Bu Hafsah bertemu dengan anak seperti Hamid. Menurut Bu Hafsah, Hamid anak yang istimewa. Bu Hafsah ingat pertama kali Hamid naik kelas dan masuk ke kelasnya di kelas 3. Ketika itu, Hamid hanya berdiri di depan pintu kelas 3. Sementara anak-anak yang lain sudah ribut mencari kursi untuk tempat duduk masing-masing. Setelah semua temannya mendapat tempat duduk, barulah Hamid masuk ke kelas dan mencari tempat duduk di kursi paling belakang yang tidak diambil oleh temannya. Hal tersebut sangat berkesan bagi Bu Hafsah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Yang Tak Pernah Protes
Teen Fiction[END] Tidak semua yang terlihat nyata adalah nyata Terkadang ada banyak makna dibalik satu isyarat 🎖 #4 - selfreminder 🎖 #315 - teacher