Tujuh Belas: Diesnatalis

151 27 13
                                    

H-1 Diesnatalis sekolah, kelas XI IS2 sepi. Kegiatan belajar mengajar masih berlangsung kayak biasa tapi lebih dari separuh penghuni kelasnya tidak ikut belajar karena sibuk untuk persiapan acara. Sebagian dari mereka anak osis, sebagian lagi anak ekskul lain yang ikut jadi pengisi acara seperti padus, akustik, karate dan dance.

Yang tertinggal di kelas hanya anak-anak yang ekskulnya tidak turut berpartisipasi atau anak-anak yang memang tidak ikut ekskul apapun seperti Jinyoung

dan Guanlin.

Mr. Daniel, guru Bahasa Inggris yang mengajar juga menjadi tidak semangat dan akhirnya meninggalkan murid di kelas itu untuk belajar mandiri.

Tapi belajar mandiri itu hanya wacana saja. Faktanya sesaat setelah Mr. Daniel keluar, anak-anak yang tersisa di kelas juga ikut keluar. Ada yang ke kantin buat jajan, ada juga yang memilih ke perpustakaan untuk tidur--disana adem dan sepi soalnya.

Sekarang yang tersisa di kelas cuma Guanlin dan Jinyoung.

Guanlin memasang headset lalu menjatuhkan wajahnya diatas buku paketnya yang lumayan tebal, berniat tidur. Jinyoung sendiri masih asik mencorat-coret buku bahasa inggrisnya, mengulang-ulang pelajaran sesuai instruksi yang diberikan Mr. Daniel.

Jinyoung melirik Guanlin yang berbaring membelakanginya.

"Bangun. Gue mau ngomong." Ucap Jinyoung, suaranya datar tapi terdengar serius.

Guanlin tidak bergerak sama sekali. Matanya masih terpejam dengan nyaman.

"Gue tau lo nggak tidur dan gue tau lo bisa dengar gue."

Guanlin masih tidak bergerak, malas meladeni Jinyoung.

"Headset lo belum kecolok tuh."

"Songong banget sih lo." Guanlin melempar tatapan tidak suka ke Jinyoung. Selama ini dia sudah berusaha untuk menahan diri dengan sikap Jinyoung yang kadang sok mengatur. Oke Guanlin berterimakasih karena Jinyoung dulu yang mendorongnya untuk dekat dengan Siyeon. Tapi semakin kesini, Guanlin merasa seperti diatur-atur dan diperintah. Memangnya Jinyoung siapa?

Tapi Jinyoung sama sekali tidak peduli dengan tampang Guanlin yang kesal dan malah bertanya dengan santainya. "Lo gimana sama Siyeon?"

"Maksud lo?"

"Udah sedekat apa?"

"Urusan lo gitu?"

"Gue cuma mau kasih saran. Terserah lo mau dengerin atau ngga. " Jinyoung mengambil jeda sebentar lalu menoleh ke Guanlin, menatapnya tepat dimata.

"Lo kalo beneran suka sama dia, nyatain secepatnya."

Guanlin mengernyit bingung. "Gue ga mungkinlah confess ke dia sembarangan, gue juga butuh timing yang tepat."

"Jangan nunggu terlalu lama. Kesempatan lo udah mau abis."

Guanlin semakin bingung. "Bisa ngga sih, bicara tuh yang jelas? Gue ngga ngerti dan sumpah gue gasuka cara lo yang selalu ngomong setengah-setengah kaya gini."

"Jangan nunggu timing yang tepat, tapi ciptain timing lo sendiri. Waktu lo udah ga banyak."

"Jinyoung.., " Guanlin menghela napasnya. Ngomon sama Jinyoung lama-lama bikin emosi."gue hargain lo sebagai sahabatnya Siyeon ya, tapi itu bukan berarti lo bisa nyetir gue harus apa dan gimana."

Guanlin berdiri, malas meladeni Jinyoung lagi. "Gue bakalan deketin dan dapetin Siyeon dengan cara gue sendiri. "

Pas Guanlin jalan keluar kelas, dia bisa mendengar Jinyoung menggumamkan satu kalimat samar-samar. Guanlin ga dengar kalimatnya dengan lengkap, telinganya cuma menangkap dua kata terakhir

Purpose+ Bae JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang