Rana terbangun ketika sinar matahari pagi yang menelusup melalui celah jendela di kamar menerpa wajahnya. Kelopak matanya bergetar kecil sebelum perlahan-lahan terbuka. Perempuan itu mengerjapkan mata untuk beradaptasi dengan pencahayaan yang begitu terang, lantas menatap ke sekelilingnya dengan bingung. Ia mengerang pelan sebelum mengganti posisi berbaring menjadi duduk. Sebelah tangannya naik untuk mengacak-acak rambutnya yang kusut dan berantakan seraya menguap lebar.
"Kok gue bisa di sini?" Gumam Rana sambil berusaha mengingat-ingat kembali kejadian kemarin.
Seingat Rana, setelah dipecat oleh pak Bayu, ia menemani Nada pergi ke club, yang malah membuatnya mabuk berat dan nekat menghampiri laki-laki brengsek bernama Nevan untuk melakukan aksi balas dendam karena sudah membuatnya kehilangan pekerjaan. Tapi Nevan sialan itu malah meninggalkan dirinya begitu saja di tengah jalanan. Setelah itu...
Setelah itu apa yang terjadi?
Rana tidak ingat. Perempuan itu memijit pelan keningnya tatkala rasa pusing yang tiba-tiba menghantam kepala. Seharusnya Rana tidak berakhir di sini. Karena tidak mungkin ia berani pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat seperti itu. Bisa-bisa Abi menjadikan dirinya sebagai sarapan pagi anjing bulldog milik mas Hardi, tetangganya yang tinggal di seberang rumah.
Rana masih sibuk berpikir, hingga sesaat kemudian perutnya seperti bergejolak dan seluruh isi di dalamnya bergerak naik begitu cepat memenuhi kerongkongan. Ia sontak bangkit berdiri, lalu berlari keluar kamar secepat mungkin sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Perempuan itu membanting pintu kamar mandi dengan keras, melangkah setengah berlari ke arah kloset, lalu....
"HOEKKK!"
Ia muntah.
Rasa pahit dan asam langsung memenuhi seluruh kerongkongannya. Rana bangkit berdiri, berjalan menuju wastafel dan membasuh wajah beberapa kali ketika didengarnya suara denting sendok yang berasal dari luar ruangan. Perempuan itu mengendus-endus tatkala aroma nasi goreng yang masuk ke dalam hidung membuat cacing di dalam perutnya berteriak gembira, pasti Abi sedang menyiapkan sarapan.
"Abi," Rana membuka pintu kamar mandi, menggaruk-garuk pantatnya yang tiba-tiba saja terasa gatal. "Kita ada obat mual gak sih? Perut gue mual banget masa. Terus bi, lo tahu gak semalam---" kata-kata Rana menguap begitu saja di udara bagai embun pagi, ketika sepasang mata sehitam obsidian yang tidak pernah ia lihat sebelumnya tengah menatapnya kembali tepat di manik mata.
Rana mengerjap. Sekali, dua kali. "K-kamu siapa?"
"Oh, lo udah bangun?"
"Hah?"
Daniel menelan seluruh makanan yang ada di dalam mulutnya sebelum ia meraih gelas kaca di atas meja, lalu meneguk isinya sampai habis. "Adik lo belum bangun tuh, soalnya baru tidur jam 5 subuh." laki-laki itu menyentakkan kepala ke arah sofa hingga membuat Rana menoleh ke arah yang sama dan mendapati Abi tengah tertidur pulas dengan mulut menganga lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouvaille
أدب المراهقينSemenjak kehilangan kedua orang tua, Abriella Kirana tidak pernah lagi memandang kehidupan dengan cara yang sama. Baginya, hidup adalah abu-abu yang bergumam sendu. Ia lupa caranya bahagia, lupa bagaimana cara mengeja tawa, lupa bagaimana cara berha...