Prolog

367 24 14
                                    

Seseorang meremas kerudungnya. Tak tahan menahan tangisnya. Sambil dengan memegang sebuah novel yang berada ditangannya. Matanya masih berusaha membaca kata demi kata yang tertera di novel itu.

Tak terasa berapa lama ia menangis. Hingga akhirnya, dia menyelesaikan aksi membaca sambil menangisnya itu. Dia menyenderkan punggungnya di kursi yang berada di halaman belakang rumahnya. Tangan kirinya memegang sebuah novel yang tadi ia baca, yang kini telah tertutup. Tangan kanannya berusaha menghilangkan bekas air matanya.

Dia menghela nafas. Melihat kini novelnya telah habis terbaca, tapi masih ada rasa sedih di dalam hatinya. Entah mungkin karena dia baper atau apa. Intinya, dia masih ingin menangis. Bahkan kalau bisa, dia ingin berteriak sekeras mungkin. Ingin menangis sederas mungkin. Tapi tak bisa. Novel itu mengingatkan dia akan sosok wanita yang sangat dia sayangi. Tentu saja. Karena novel yang ia baca berjudul "Aku Rindu IBU".

Rasa ingin menangisnya masih membekas dihatinya. Tidak mudah untuk menghilangkan rasa itu, apa lagi setelah membaca sebuah novel yang berisi tentang "IBU".

Jujur, kini dia sangat merindukan sosok yang sangat dia sayangi. Yang sangat dia rindukan. Yang sangat dia cintai. Sosok itu adalah Bundanya.

Bundanya yang melahirkannya. Yang merawatnya saat kecil. Intinya, dia sangat merindukan sosok bundanya itu.

Bila Allah memberinya kesempatan untuk bertemu dengan bundanya, pasti dia tidak akan menolaknya. Dia akan maju dengan sigap. Dia sangat berterimakasih jika itu terjadi.

Tapi,

Apakah bisa terjadi?

Ingin rasanya dia berkata, bahwa itu 'mustahil'. Tapi, dia mencoba berpikir positif. 'Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah berkehendak, maka Terjadilah.'

Yang bisa dia lakukan adalah berdoa. Berdoa agar Allah akan mempertemukan dirinya dengan sosok bunda yang sangat ia rindukan.

Tapi, mungkin ini belum waktunya. Mungkin nanti. Nanti, disaat waktu yang tepat. Tapi terkadang, dia hampir kehilangan kesabaran. Tapi dia berusaha agar tidak melakukan hal yang membuatnya rugi sendiri.

Dia berdiri dari kursi tadi. Kini dia berjalan menuju rumahnya. Yang sudah pasti sangat sepi sekali. Sambil berjalan menuju ke rumahnya, dia melihat sekeliling halaman belakang rumahnya. Seketika kenangan masa kecilnya terulang. Saat dia masih kecil, masih bisa bermain dan bercanda dengan Ayahnya, dan juga Bundanya.

Kenangan lain pun seolah-olah ikut terulang. Saat dia masih menduduki Sekolah Dasar kelas 2. Saat dimana adiknya telah lahir. Dan menjadi sosok yang sangat disayangi baik untuk dia, Ayahnya, dan juga bundanya. Terkadang rasa iri pada adiknya itu muncul. Tapi dia berusaha untuk membuangnya jauh-jauh. Dia tahu, tak hanya dia yang memiliki kisah ini. Tapi, adiknya juga.

Berjalan memasuki rumah itu. Salam telah ia ucapkan, tapi tak akan ada satu pun orang yang menjawabnya. Dia tersenyum setelah menyadari bahwa tak ada seorang pun yang menjawab salamnya.

Memasuki kamar sambil masih memeluk novel yang ia baca tadi. Masih dengan rasa ingin menangis. Tapi ia berusaha menahannya. Memasuki kamarnya, terlihat bingkai foto yang ada diatas meja belajarnya. Saat meletakkan novel tadi diatas meja belajarnya, dia mengambil bingkai foto itu.

Terlihat difoto itu, ada sosok Ayahnya, Bundanya, Adiknya yang masih bayi, dan juga sosok dirinya sendiri, Zahra. Sosok dia bernama Zahra. Reisya Fania Azzahra.

***
Hai!
Jangan lupa vote ya:)
Komen donk, menurut kalian ceritaku ini seperti apa? Hehehe.
Maaf atas seluruh kekurangan ya >v<

arasalsabill

Titip Rindu Untuk BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang