Zahra tersenyum sendu melihat foto yang kini ia pegang. Ingin rasanya kembali seperti dulu.
Bisakah?
Zahra meletakkan bingkai foto itu. Lalu duduk dipinggir tempat tidur miliknya.
Tak hanya sekali Zahra kesepian. Zahra sering sekali merasakan kesepian. Dia hanya tinggal bersama pembantunya, tapi Zahra tak tega menganggapnya sebagai pembantu. Justru Zahra menganggapnya sebagai Bibinya. Tapi, kini Zahra harus bertahan untuk tinggal sendiri. Karena bibinya ini tak bisa menjaganya untuk saat ini, dikarenakan sakit yang dialami bibinya itu. Zahra sungguh kesepian disini. Tak bisakah saudara-saudara yang Zahra miliki mampir sebentar kesini? Bahkan untuk waktu yang sebentar?
Tak bisakah?
Jujur, Zahra kesepian untuk kesekian kali.
Mengingat saudara yang bisa dibilang banyak, tapi tak ada satupun yang mau mampir kesini? Bagaimana bisa Zahra yang mengunjungi saudara-saudaranya? Jika rumah mereka saja sangat jauh dari kotanya. Saudara yang Zahra punya disini hanya Om, Tante, dan Adiknya.
Adik Zahra bernama Abrar, Abrar Alfachrizi. Abrar tinggal bersama Om dan Tantenya. Melihat Om dan tantenya yang sampai sekarang belum juga memiliki anak, membuat ayah iba. Ditambah perginya sosok bunda, apalagi saat itu ayahnya bekerja diluar pulau, membuat ayah menawarkan om dan tante untuk menjaga dan menganggap Abrar seperti anak mereka. Melihat kondisi yang tidak memungkinkan saat itu untuk Zahra menjaga Abrar sendiri, saat dulu Zahra yang masih duduk di Sekolah Dasar kelas 3. Dan Abrar yang masih berumur setahun. Dengan senang hati Om dan Tantenya itu menerima tawarannya. Namun, mengapa Zahra tidak ikut? Apa Zahra berbeda? Tapi jawaban dari pertanyaannya itu tidak bisa membuat Zahra senang. Jawaban mereka 'karena pasti akan susah, dan juga ini pertama kalinya kami merawat anak'.
Bolehkan Zahra berteriak?
Apakah Zahra menyusahkan?
Apakah Zahra ini tidak di inginkan?
Mengingat bahwa adanya Zahra didunia ini karena ketidak sengajaan. Ayah maupun Bunda tak pernah bercerita apa-apa tentang itu. Tapi, yang Zahra tahu, adanya dirinya karena ketidak sengajaan. Walau sebenarnya Zahra sama sekali tidak mengerti artinya. Zahra berpikir bahwa Zahra adalah anak yang dibuang orang tua kandungnya didepan rumah Ayah dan Bundanya. Tapi Ayah dan Bunda tetap mengatakan bahwa Zahra adalah anak Ayah dan Bunda. Anak kandung. Zahra yang melihat keseriusan Ayah dan Bunda saat itu akhirnya mempercayai perkataan mereka.
Zahra sering kali kecewa. Terkadang pula dia marah. Marah pada Om dan Tantenya. Apakah mereka tak pernah menganggap Zahra disini?
Apakah mereka tidak tahu bahwa Zahra selalu merasa kesepian?
Apakah mereka tidak peduli?
Lalu, apa arti keluarga disini?
Zahra yang tak bisa setiap saat mengunjungi tempat Om, Tante, dan juga Adiknya berada sering merasa kesal. Apakah mereka tidak bisa mengunjungi Zahra?
Apa harus selalu Zahra yang mengunjungi mereka?
Apa salah jika Zahra juga menginginkan untuk di kunjungi?
Zahra disini juga untuk menjaga rumah ini, tidak bisa seenaknya pergi setiap saat. Kalau Zahra bercerita kepada Ayahnya bahwa ia kesepian lewat telepon, Ayahnya akan mengatakan "Ya udah, panggil aja mereka untuk bermain ke rumah."
Itu saja?
Tidak bisakah untuk pulang sebentar?
Zahra rindu Ayah. Rindu Bunda. Zahra yang sudah bisa dibilang 5 tahun merasakan kesepian hanya bisa tersenyum. Dia sudah melakukan apa yang dikatakan ayahnya. Tapi? Hasilnya tidak membuat hati Zahra senang. Melainkan membuat hati Zahra sedih. Mereka mengatakan tidak bisa berkunjung karena jarak yang tidak bisa dibilang dekat. Dan masih ada alasan lainnya. Sesekali Zahra muak dengan jawaban Tantenya itu. Omnya malah sering mengajak istrinya itu untuk mengunjungi Zahra. Tapi Istrinya menolak. Sama dengan saat berbicara dengan Zahra, 1001 alasan bisa saja terlontarkan dari mulut Tantenya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titip Rindu Untuk Bunda
SpiritualKu titipkan rasa rindu ini. Untuk dia, wanita yang telah melahirkanku. Untuk dia, wanita yang telah menyayangiku. Untuk dia, sosok wanita yang sangat ku rindukan.